PART : 37

4.7K 237 3
                                    

Kalau bukan karena pengaruh obat, mungkin saat ini ia masih menerawang panjang tanpa ujung. Tapi tidur nyenyaknya sampai terganggu napas hangat yang tiba-tiba menerpa wajahnya. ya, sangat dekat hingga membuatnya terjaga.

"Udah di sini aja," gumam Hana mendapati Justin yang sudah tidur di sampingnya.

Mata itu terbuka lebar saat ia melepaskan rengkuhan yang melilit badannya.

"Mau kemana?"

"Nggak mau kemana-mana," jawab Hana.

"Tutup matamu dan tidurlah," perintah Justin yang kembali menutup matanya.

"Om, besok aku mulai kuliah, ya," ujarnya kembali bicara.

"Nanti saja, setelah kondisimu lebih baik," balas Justin tak setuju. "Lagian, aku juga sudah membicarakan hal ini pada pihak kampus.

"Ayolah ... otakku kan nggak secerdas itu juga, yang bisa mengejar pelajaran yang sudah beberapa hari ku tinggalkan," rengeknya berharap Justin akan mengijinkannya.

Sehari tak masuk kuliah saja sudah membuat otaknya keriting. Lah ini, sudah lebih dari satu minggu ia meliburkan diri. Bisa-bisa otaknya meledak karena tak sanggup menahan beban pelajaran.

Justin kembali membuka matanya, kemudian menumpukan kepalanya dengan satu tangannya, menatap tajam pada Hana.

"Dengan satu syarat."

"Pasti berat," tebak Hana seakan tahu.

"Yasudah," respon Justin kembali ke posisi tidurnya.

"Apaan?"

"Aku minta beberapa orang menjagamu di kampus."

"Astaga! Yang benar saja, Om. Kamu pikir aku ini anak konglomerat yang harus dijaga kemanapun kakiku melangkah?"

"Kamu bukan anak konglomerat, tapi istrinya. Paham!"

Pliss ... itu kepercayaan dirinya semakin meningkat saja. Konglomerat? Ya, ya, ya ... kenyataannya dia memang konglomerat kelas kakap, sih.

"Tapi nggak sampai segitunya juga keleuss. Lagian, siapa yang bakalan jahatin aku di kampus, sih? Kalau ada nyamuk pun, pasti ku tampol, kok."

"Mantanmu," sahut Justin langsung.

Hana diam. Kenapa juga ni orang sampai ngebahas mantannya yang bikin emosi itu. Bahkan ia saja malah sudah tak memikirkan perihal itu. Meskipun bertahun-tahun mengisi hatinya pun, tetap saja pengaruh Justin begitu kuat.

"Kamu bukannya takut aku diapa-apain, tapi lebih tepatnya cemburu, kan?"

"Aku bukan orang yang pencemburu."

Hana malah tersenyum mendengar pengakuan Justin. Sepertinya otaknya sedang memikirkan sebuah ide cemerlang. Ya ... beberapa hari ini hidupnya terasa melelahkan. Ada baiknya untuk bermain-main sedikit.

"Pokoknya besok aku mau kuliah. Titik!"

"Hana ..."

"No koment. Aku mau tidur."

*****

Seperti yang ia katakan semalam, kalau dirinya akan masuk kuliah hari ini. Rasanya benar-benar merindukan suasana itu. Terlebih para sahabatnya. Efek menakutkan Justin, membuat ketiga gadis itu berpikir panjang untuk bertemu dengannya. Apalagi berkunjung ke rumah. Seakan-akan tampang sangar itu menyambut mereka di depan pintu.

Setelah selesai mandi, ia segera berbenah diri. Sesuatu yang paling menyebalkan menurutnya akhir-akhir ini adalah, saat mengganti perban. Ayolah, itu laksana menyerahkan diri ke kandang macan jantan yang lagi kasmaran. Saat di rumah sakit, mungkin lebih aman. Karena ia dibantu oleh suster. Tapi saat di rumah ... siapa lagi yang akan ia mintai tolong.

Istri Kedua sang BillionaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang