4. Bagian dari kota Istimewah

11 2 0
                                    

Pagi itu Aji dan Saka diantar Tiar ke kampus.

Kemarin, Aji sempat bertanya ke mang kernet soal angkot mana yang harus dia tumpangi kalau mau ke kampus. Berhubung maagh dia kambuh, akhirnya Saka memutuskan untuk minta tolong pada Tiar sepupunya menjemput.

Hari ini setelah Tiar mengantar--karena dia juga ternyata ada kelas Aji berencana keliling Bandung dengan menggunakan angkutan umum.

Sebelumnya, tujuan mereka ke Bandung yaitu membuat kartu mahasiswa. Jauh-jauh dari Sumedang rasa-rasanya kurang efektif bersamaan dengan jadwal kuliah yang padat. Tapi berhubung ini juga bisa menjadi sebuah alasan akhirnya Aji bisa ke Bandung. Dia dengan senang hati untuk pergi.

Saat itu Aji dan Saka memasuki area kampus. Tidak hentinya Aji terkagum melihat sekeliling. Ponselnya sudah dia siapkan untuk memotret setiap sudut tempat impiannya itu.

Kampus itu cukup luas untuk orang baru seperti Aji dan Saka pun cuman ngang ngeng ngong tidak tahu. Walaupun di sudah pernah kesana, namun yang dia lakukan hanya mengikuti tes dan pulang.

"Pak, maaf mau numpang tanya."  Ucap Aji pada seseorang yang dia lihat tengah duduk bermain ponsel.

"Iya dek, kenapa?"

"Kalau mau ke tempat buat kartu mahasiswa itu dimana ya Pak?"

Bapak itu pun menjelaskan arah mana yang harus diambil. Aji dan Saka kembali melanjutkan perjalanannya.

Tibalah ditempat tujuan. Mereka disuruh untuk menunggu giliran.

"Diisi formulirnya 'a."

Seorang wanita memberikan dua lembar kertas.

"Bawa KTP nya?"

Aji tiba-tiba melotot. Seingat dia KTP disimpan dan hanya dompet lecek yang dibawanya.

"Kenapa?" tanya Saka menepuk Aji.

"Gue gada bawa KTP."

"LAH."

"Lo gak ngasih tau?"

"Gue juga gak tau, tapi gue selalu bawa dalam dompet."

"Terus gue harus balik ke Sumedang dulu?"

Saka menepuk jidat Aji alih-alih jidatnya. Dia gemas sekali dengan kebodohan temannya yang satu ini. Penyakit ceroboh pada dirinya sudah mendarah daging.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita itu melihat percekcokan diantara keduanya.

"Maaf teh, saya lupa gak bawa KTP."

Walau kenyataannya dia tidak tahu harus membawa KTP.

"Masih bisa?" tanya Aji memelas.

"Jatah absen kita abis teh. Boleh ya." Saka menambahkan kesan agar wanita itu mau mengasihani Aji. Kalau harus balik lagi ke sini dia juga bakalan repot.

Dia tampak bertanya dulu pada rekan-rekannya. Dan akhirnya dia membolehkan.

"Kalau ini diisi apa ya teh?" tanyanya pada Aji.

Saat itu tatapan mereka bertemu. Jeda sepersekian detik. Dia tersenyum. Manis. Pada Aji.

kau bidadari turun dari surga tepat dihatikuuuuu

eaaaaak

Hingga suara sumbang Saka membuatnya tersadar. Aji mendelik, dia kesal walau dalam hati sedang jedag jedug jedeeeeer.

Senyumnya terekam dalam ingatan Aji. Senyum manis dari dia yang bagian dari kota istimewah.

Aji pikir itu akan menjadi kali terakhir dia bertemu dengan Lia. Iya, dia tidak segan langsung berkenalan hehe. Dia bilang pada Sak--walau sebenernya temannya itu tidak bertanya, "lo liatin ya, kalau gue ketemu dua lagi berati jodoh."

Saka menoyor kepala Aji, "heh! jodoh tuh ditangan tuhan!"

"Ya allah, maaf." kata Aji. "Tapi minimal, itu bisa disebut hilal gak sih?"

"Serah lu dah."

Dan benar, Aji bertemu dengannya. Namun bukan ditempat itu yang Aji harapkan.

***

Dia, Bandung | Park Jisung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang