2. Sebuah kisah haru

19 3 3
                                    

Disepanjang jalan, Aji benar-benar tidak melepaskan pandangannya pada setiap tempat yang dia lewati. Bahkan beberapa kali dia bertanya pada sang kernet yang sembari meminta uang ongkos.

Dari Sumedang ke Bandung dibutuhkan ongkos sebesar 25 ribu rupiah. Memang sih dibandingkan dengan Bus, Elf lebih murah dan estimasi sampainnya pun lebih cepat. Tapi kenyamanan tidak bagus.

"Baru kali ini toh ke Bandung, dek?"

"Iya pak, saya tuh sebenernya mau kuliah disini. Cuman emang rezekinya di kota kelahiran saya aja."

"Haha, darah anak muda. Maunya jauh-jauh dari rumah, tapi giliran sudah jauh mau pulang."

Aji merenungkan ucapan pak Nuar--kereta Elf yang sedang dia tumpangi.

Benar juga ya, tidak terbayang bagaimana Aji kalau diterima di Bandung. Dia juga tidak pernah terpikirkan mungkin dia belum tentu bisa bertemu orang yang seperti Saka. Walaupun banyak minusnya, tapi masih bisa bermanfaat.

"Udah lama pak jadi kernet?" tanya Aji. Jujur dia ngantuk, agar tidak tertidur dia berinisiatif untuk lanjut mengobrol.

"Duh, bapak mah udah lama jadi kernet."

"Dari jaman suharto pak?" tanya Aji, lebih ke celetukan spontan.

"Hahah yang engga atuh jang. Sekitaran 90an lah."

"Betah pak?"

"Nggak." bisik pak Nuar sambil cengengesan.

"Enaknya, bisa keliling daerah. Banyak ketemu sama orang-orang ngasih pelajaran hidup. Masih banyak lagi yang bisa bapak temuin selama jadi kernet."

Aji tertegun melirik wajah pak Nuar yang sudah dimakan usia lalu beralih pada pemandangan diluar.

Hatinya menghangat, dia senang mendengar ceritanya. Aji yakin, ada begitu banyak kisah yang ditemukan pak Nuar dalam perjalanannya.

"Kita mau ke kampus ini pak, nanti naik angkot yang mana ya?"

"Turun di cicaheum, terus naik angkot hijau. Cari yang udah penuh, soalnya suka ngetem."

"SIAAP!"

Aji membangunkan Saka. Mereka akhirnya sudah sampai di terminal cicaheum.

"Makasih pak, semangat terus ya! Semoga bisa ketemu dilain hari!"

"Yoi bro! Jadi anak pinter yang bisa banggain orang tua yo!"

"YOI!"

Saka mengucek matanya. Dia menepuk bahu Aji, "sejak kapan lu akrab sama kernet Elf?"

"Sejak lo enak tidur!"

***

"ampun pisan ieu si Saka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"ampun pisan ieu si Saka."

Dia, Bandung | Park Jisung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang