𝐑𝐞𝐬𝐨𝐥𝐮𝐬𝐢 - [4]

29 4 5
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Pada Minggu pagi itu, Navabara terbangun oleh ketukan di pintu kamarnya. Seperti biasa, itu adalah pelayan yang hanya bertugas memastikan Navabara bangun pagi. Namun ketika si pengetuk berbicara, Navabara ternyata salah.

Itu adalah suara Sang Ibu yang menyuruhnya mandi lalu turun. Gadis itu mengerutkan dahinya, ada apa tiba-tiba Sang Ibu melakukan hal itu?

Semenjak ia kembali dari rumah sakit, perilaku semua orang perlahan mulai berubah. Navabara merasa aneh. Misalnya seperti tadi saat Sang Ibu membangunkannya, lalu Ayahnya pun sering menanyakan kabarnya setiap hari, digaris bawahi tolong setiap hari. Kemudian Harris, adiknya itu jadi lebih ekspresif dari sebelumnya, seolah dia dirasuki oleh orang lain. Semua hal tersebut membuat Navabara berfikir, mungkinkah ia tidak kembali ke masa yang tepat? Atau mungkin dunianya yang sekarang adalah semesta lain seperti yang ada di film Spiderman : No Way Home?

Ketika sampai di undakan tangga yang terakhir, jam besar yang terpatri di sisi tangga menunjukkan jam 8 pagi. Sang Ayah pasti sudah berangkat ke kantor, yah bahkan di hari Minggu.

Namun tebakannya salah ketika seluruh keluarganya tengah menyantap sarapan bersama. Ia sempat terdiam di ambang pintu ruang makan.

"Kau lama sekali, Kak." Keluh Harris.

"Duduklah," Titah Sang Ayah pelan.

"Tidurmu nyenyak?" Tanya Sang Ibu.

"...Iya." Jawab Navabara ragu.

"Hari ini ada rencana, Nara?" Tiba-tiba Sang Ayah bersuara dibalik koran yang tengah pria itu baca. Biarpun sudah ada media digital, Sang Ayah masih saja ingin membaca berita melalui koran. Entah darimana Sang Ayah mendapatkannya, setahu Navabara sudah tidak ada yang menjual koran di jaman sekarang.

"Tidak, memangnya ada apa?"

"Baguslah, hari ini kita akan mengunjungi Sadafien History Museum." Jawab Sang Ibu.

Kedua alis Navabara terangkat saat mendengar nama tempat itu. Sebuah museum yang berisi benda-benda antik yang pernah dibuat oleh kakek buyut— Nayaka. Ada juga alat unik yang mempelopori perkembangan teknologi saat ini. Seberpengaruh itu peran Sadafien Group pada Indonesia.

Sesampainya disana, Navabara memotret tiap sudut yang menurutnya cantik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sesampainya disana, Navabara memotret tiap sudut yang menurutnya cantik. Biarpun secara teknis bangunan tersebut adalah milik keluarganya, ia belum pernah sekalipun kesana jadi Navabara begitu bersemangat mengabadikan tiap momen. Mulai dari Harris yang selalu melakukan pose keren karena menyadari kamera Navabara, juga Sang Ayah dan Ibu yang bergandengan seraya mendiskusikan setiap benda yang mereka lihat disana. Melihat kedua orang tuanya, membuat Navabara bertanya dalam hati, apakah Nayaka dan Hanais semanis kedua orangtuanya ketika kencan? Navabara sangat ingin menyaksikan pernikahan mereka secara langsung. Gadis itu kembali merindukan masa lalu.

Ketika ia hendak memotret kedua orangtuanya, seseorang berdiri dan menghalangi objek kamera Navabara.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pemuda itu berdiri memandangi mesin mobil yang pernah Nayaka buat. Mesin yang Navabara lihat ketika pertama kali datang di masa lalu. Navabara pun menyadarinya dan mulai melangkah menuju area mesin tersebut disimpan.

"Unik bukan? Hanya jenius gila seperti Nayaka Sadaf yang dapat membuatnya." Ujar Navabara.

"Iya, dia memang gila." Balas pemuda disebelahnya.

Kala suara itu mengudara, degub jantung Navabara seakan terhenti. Tangannya mengepal keras, ia berusaha sadar. Meyakinkan dirinya bahwa ia mungkin keliru mendengar suara seseorang. Namun ketika ia menoleh, sepasang manik hitam sudah sedari tadi menatapnya. Garis alis, tulang hidung, lekuk wajah dan senyum itu semuanya milik Asrar. Hanya iris hitamnya saja yang berbeda.

"Long time no see, Nara." Ujar pemuda itu sembari mengusap pucuk kepala Navabara persis seperti yang Asrar lakukan di masa lalu saat selesai mengobati lukanya.

Ia tersenyum, disambut oleh lengkungan manis yang sama dari Navabara. Dan mereka berharap, waktu terhenti di sana.









•••

𝑩𝒆𝒓𝒌𝒖𝒏𝒋𝒖𝒏𝒈 𝑷𝒂𝒅𝒂 𝑫𝒂𝒉𝒖𝒍𝒖.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang