1. Sabtu Kedua

23 3 0
                                    

Ini adalah kali kedua Kanaya menitipkan sesuatu untuk disampaikan kepada seseorang yang sudah bukan lagi miliknya, memang terdengar tidak wajar, pasalnya hal seperti itu seharusnya tidak terjadi.

Beberapa orang beranggapan kalau hubungan sudah berakhir, alangkah baiknya agar secepatnya menghindar dari kemungkinan-kemungkinan yang bisa membuat kita semakin sulit untuk melupakannya, namun tidak sedikit juga yang memilih untuk tetap memegang erat kemungkinan-kemungkinan yang membuat kenangan tentang masalalunya itu tetap hidup, meskipun hanya bisa mengenang sendirian.

Kanaya berniat membelikan sesuatu untuk masalalunya yaitu Aksa dengan gaji pertamanya sebagai mahasiswi magang, sebenarnya ia tidak bermaksud untuk merayu Aksa agar pulang kepadanya hanya karena sebuah hadiah kecil.

Entahlah, yang ia rasakan itu hanya insting dari seseorang yang tengah merindu, sangat ingin sekali memberikan sesuatu yang mungkin tidak ada apa-apanya.

Sepulang magang, Kanaya menghampiri penjual tanaman, rencananya ia ingin membeli sekulen untuk Aksa. Sebenarnya ia tidak yakin dengan hadiah itu, namun Kanaya merasa tidak ada pilihan lain karena sebelumnya ia merasa sudah pernah memberikan macam-macam hadiah untuk Aksa, ingin memberi bunga namun rasanya lebih tidak pantas, jadi pikirnya tanaman sekulen adalah pilihan terakhir karena selain bentuknya yang indah dipandang sekulen juga mudah untuk dirawat.

Namun ternyata tidak mudah menemukan sekulen di kota ini, Kanaya mencari kebeberapa penjual tanaman, namun ia baru menemukannya di toko keempat. Itupun tidak ada pilihan, terpaksa ia harus membeli stok terakhir sekulen yang ada di toko itu. Untung saja jenis sekulen tersebut sesuai dengan yang Kanaya cari, Echeveria dan kaktus golden barrel.

Bersama dengan itu, Kanaya menuliskan sebuah pesan yang ia selipkan diantara kedua sekulen itu.

Setelahnya Kanaya mencoba untuk menghubungi salah satu teman dekat Aksa untuk menitipkan sekulen itu, sejujurnya ia malu karena ini bukan kali pertama bagi Kanaya meminta tolong pada Rei. Yaa, April lalu Kanaya juga memintanya untuk memberikan kado ulang tahun kepada Aksa.

Bohong jika Kanaya tidak ingin Aksa membalas titipan-titipan itu meskipun hanya dengan salam, nayatanya Kanaya berharap banyak. Meskipun hal itu tidak pernah terjadi, ia tetap melakukannya.

Terkadang, karena cinta manusia menjadi lupa dengan batas wajar. Sudah banyak mengupayakan segala hal dan sudah tahu hasilnya nihil, namun tetap saja dilakoni.

Namun tidak ada salahnya berharap dan terus mencoba, mungkin suatu saat nanti hati seseorang akan luluh karena sebuah ketulusan.

Meski begitu, sekalipun Rei tidak pernah memaki karena Kanaya yang bersikeras untuk memberi hadiah, padahal sudah tidak ada hubungan diantara mereka.

"Nay dimana? ketemu dikampus gue aja ya"

Kanaya tidak mengiyakan pesan dari Rei, karena sejujurnya ia tidak berani untuk mendatangi kampusnya, Menoleh setiap kali lewat saja enggan, apalagi menginjakkan kaki didalamnya.

Bukan apa-apa, Kanaya hanya tidak mau hal yang ia takutkan terjadi, kebetulan itu bisa terjadi dimana saja kan?
yaa, Kanaya takut melihat Aksa bersama perempuan lain disana, ia masih belum siap. Tentunya setiap orang punya rapuhnya sendiri-sendiri kan?

Dan rapuhnya adalah saat kehilangan sosok yang begitu ia cintai, Kanaya khawatir karena hatinya rentan terluka kalau saja ia tidak sengaja melihat Aksa tertawa bersama perempuan lain.

Bukannya ia tidak ingin melihat Aksa bahagia, namun ia rasa semua orang akan merasakan hal yang sama sepertinya. Bohong kalau mereka bilang baik-baik saja saat melihat orang yang dicintainya mencintai orang lain.

Pada akhirnya Kanaya meminta Rei untuk menunggu di halte dekat kampusnya saja, tidak lama, hanya menyapa lalu mengambil sekulen setelah itu ia beranjak pergi.

"Nay, tadinya gue mau bawa Aksa kesini" Ucap Rei menggoda Kanaya yang sudah sampai lebih dulu di halte yang tidak jauh dari kampus.

Kanaya memanyunkan bibirnya, lalu memberikan sekulen itu kepada Rei.

"Nitip ya, tolong kasih ke Aksa"

"Ia tenang aja, nanti gue sampein"

"Yang ini buat lo" Kanaya menyerahkan paperbag lain kepada Rei yang berisi kue, ia membelinya saat diperjalanan menuju halte, ia sengaja memberikannya kepada Rei sebagai tanda terimakasih.

"Makasih Nay, semoga kisah cinta lo berakhir bahagia"

Kanaya mengaminkannya dan tersenyum lebar, setelahnya Rei beranjak pergi dan Kanaya melanjutkan perjalanannya.

Beruntung sekali Kanaya bisa mengenalnya, dengan adanya Rei, ia masih bisa mengetahui keadaan Aksa. Sesekali Kanaya ingin memastikan bahwa Aksa baik-baik saja.

Ya, nyatanya memang Aksa baik-baik saja tanpa kehadiran Kanaya. Meski sesekali juga terkadang ia egois, karena tidak bisa dipungkiri Kanaya pun pernah berharap Aksa menangis.

Inginnya Kanaya ia akan bersedih karena kehilangan Kanaya, dan menangis karena merindukannya. Harapnya dihati Aksa masih menginginkan Kanaya untuk kembali, namun sepertinya itu semua tidak terjadi.

Alih-alih Aksa menangisi Kanaya justru yang terjadi adalah sebaliknya, ternyata Kanaya yang menangisinya, Kanaya yang selalu merindukannya dan menunggunya untuk kembali.

Padahal jika Aksa ingin kembali, Kanaya tidak akan menolak. Ia tidak ingin menjadi egois lagi, ia tidak ingin berbohong lagi pada perasaannya.

. . .

"Nanti kita kesini lagi ya"

Ucap Kanaya pada Aksa yang tersenyum menatapnya, pandangannya teduh sekali. Raut wajah yang damai itu sesekali menatap lautan yang terhampar luas dihadapan mereka.

Itu adalah pertama dan terakhir kalinya Kanaya dan Aksa datang ke dermaga itu.

Hingga pada akhirnya Kanaya hanya datang sendiri tanpa Aksa, setiap kali Kanaya merindukannya ia akan datang kesana, kedermaga itu.

Mungkin ia terlalu naif, setiap kali Kanaya kesana ia selalu berharap dapat menjumpai sosok yang ia rindukan itu. Kanaya selalu berharap ia menemukan Aksa ada disana.

. . .

Ia akan membuatnya lebih jelas, dengan memberikan sekulen itu pada Aksa, sebenarnya ada pesan yang ingin ia sampaikan.

"Jika kamu merindukanku, aku ada di dermaga dengan laut tanpa pasir pantai. Temui aku di sabtu kedua setiap bulannya, sebelum matahari terbenam".

Aksa, andai kamu tau. Aku masih menunggumu dengan keras kepala, juga aku yang akan selalu menantimu kembali meski dengan hati yang terpecah belah.

. . .

Senja Kala Itu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang