Kanaya duduk dipinggiran tambak ikan, setelah dirinya tidak menemukan sosok yang ia cari didermaga itu, Naya memalingkan pandangannya ke arah matahari terbenam, indah sekali.
Dari ufuk barat semburat jingga memancar, diseberang laut ini juga terdapat gunung yang terlihat cantik dari kejauhan. Kala matahari akan terbenam, lampu-lampu dari pulau diseberang sana akan menyala sehingga membuat pemandangan saat sore menjadi lebih indah.
"Neng Kanaya mau coba ngasih makan ikan ngga?" Tanya Pakde memecahkan lamunan Kanaya.
Naya pun mengiyakan dan memberi makan ikan-ikan itu, ia memang cukup akrab dengan Pak Wian atau yang dipanggil Pakde oleh Kai.
Dulu saat Naya kehujanan di dermaga, Ia bertemu dengan istri Pak Wian atau biasanya disapa Bude Ranti, yang sedang menunggu Pakde pulang dari laut. Ia menghampiri Naya dan meminjamkan payung, lalu setelah kedatangan Pakde Wian, Bude mengajak Naya kerumahnya untuk berteduh dan menyuguhinya makanan.
Setelah kejadian itu, Naya sesekali datang untuk menyapa Bude dan terkadang ia memberinya buah tangan untuk Bude Ranti dan Pakde Wian.
"Memangnya tidak bosan menunggu seseorang yang bahkan kamu aja ngga tau dia datangnya kapan?" Tanya Kai yang datang menghampiri Naya lalu ikut serta untuk memberi makan ikan-ikan yang ada ditambak itu.
"Mana bisa bosan, lautnya aja secantik ini". Timpal Kanaya
"Kamu ada-ada saja Nay, kalau memang rindu kenapa ngga coba langsung temui saja orangnya?"
"Tidak berani"
Setelah itu keheningan terjadi diantara mereka, sama-sama memandang gunung dan pulau yang ada diseberang, Kanaya melirik kearah Kai, laki-laki yang berperawakan tinggi dan kulitnya yang terlihat sawo matang itu menjadi pembenaran bahwa dia memang banyak menghabiskan waktu di laut.
Dermaga ini sebenarnya adalah pelabuhan, banyak kapal yang berlabuh disana. Namun bukan pelabuhan tempat kapal-kapal besar yang menyebrangi antar pulau, disana hanya ada perahu para nelayan, namun ada juga kapal yang dikhususkan untuk mengantar orang-orang yang ingin menyeberang ke pulau-pulau kecil yang ada ditengah laut.
Di pelabuhan ini juga terdapat pos pengamat TNI Angkatan Laut atau biasa disebut dengan Posmat, Kai adalah seorang TNI AL yang sedang ditugaskan disini, kebetulan memang Kai orang sana, namun karena sempat ditugaskan diluar daerah dia jadi jarang sekali pulang. Belum lama ini dia dipindah tugaskan ke daerah asalnya, jadi dia dapat melakukan patroli keamanan laut dengan leluasa tanpa harus beradaptasi lagi karena memang disana adalah tempat asalnya.
Saat senja menguning sempurna, mereka kembali kedermaga. Rambut panjang Kanaya yang berwarna hitam kecoklatan terhempas angin laut, wajahnya tersorot cahaya dari pantulan matahari yang akan terbenam membuatnya terlihat semakin cantik.
"Kalau nanti masih sedih, datang lagi kesini. Aku masih punya banyak kerang" Ucap Kai yang lagi-lagi tangannya kembali sibuk bermain air disamping perahu.
Naya tersenyum hangat sembari memperhatikan tangan Kai, lalu ia mencoba untuk mengikuti apa yang Kai lakukan, mencelupkan jari-jari tangannya kedalam air laut. Kai yang melihat Kanaya mengikutinya menyeringai lalu mereka tertawa bersama tanpa alasan.
. . .
"Neng Kanaya mau mampir dulu ngga?" tanya Pakde Wian.
"Naya mau langsung pulang aja pakde, sudah mau malam soalnya" Balas Kanaya sembari mencoba turun dari perahu.
"Nih, ikan yang tadi dipancing dari tambak" Ucap Kai dengan menyodorkan sebuah kantong yang berisi ikan kepada Kanaya.
"Buat saya?"
"Kalau ngga mau yasudah"
"Makasih" Timpal Kanaya seraya mengambil kantong ikan itu.
Kanaya beranjak lalu pergi menuju sepeda motornya yang terparkir didekat Posmat,
"Hati-hati sudah malam" Ucap Kai yang berada dibelakang Kanaya, ia pun berlalu dengan menepuk kepala Kanaya yang sudah mengenakan helm.
Kanaya lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi dibanding menaiki kendaraan umum, bukannya tidak suka dengan keramaian. Hanya saja ia tidak merasa nyaman dengan kebisingan yang biasanya terjadi di angkutan umum.
Kanaya tinggal sendirian di sebuah kost-an yang berada tidak jauh dari kampusnya, rumah orangtuanya memang masih dikota yang sama, hanya berjarak sekitar 2 jam. Namun Kanaya memilih untuk tinggal di kost-an saja karena banyak hal yang menjadi pertimbangan.
Berkendara sendiri kemudian diterpa angin jalanan memang memiliki sensasi yang berbeda, Kanaya senang meski hanya sendirian.
Ada ketenangan lain yang dapat ia rasakan saat berkendara, bernyanyi sambil memacu laju kendaraannya, lalu tiba-tiba menangis karena melewati jalan yang pernah ia lalui bersama Aksa yang membuatnya semakin merindu, atau tiba-tiba berubah menjadi podcast karena ia berbicara sendiri. Hal random seperti ini memang seru kan?
Sesampainya di kostan, Kanaya menaruh helm dan juga kantong ikan yang diberi oleh Kai. Ia bergegas untuk membersihkan diri lalu mengolah ikan tadi.
Sebenarnya ia tidak pandai memasak, hanya sekedar bisa saja. Sembari menunggu ikannya matang, Naya bercerita tentang apa yang terjadi hari ini dan apa saja yang telah dilaluinya kepada Aksa.
Tentu saja bukan kepada orangnya langsung, dahulu sebelum berpisah dari Aksa, Kanaya menemukan satu akun sosial media milik Aksa yang sudah tidak pernah dipakai lagi, kata Aksa lupa akun. Lalu setelah berpisah dari Aksa, Naya mulai menceritakan tentang bagaimana ia melewati harinya tanpa Aksa di kolom pesan akun itu.
Karena dulu terbiasa menceritakan hal sekecil apapun kepada Aksa, Naya merasa kehilangan tempat untuk bercerita saat Aksa meninggalkannya. Ia menjadi kehilangan rumah satu-satunya yang ia miliki.
Dengan adanya akun itu, setidaknya Kanaya masih mempunyai tempat untuk menceritakan semua hal yang terjadi kepada Aksa, meskipun Aksa tidak mengetahuinya dan tidak akan pernah ada balasan dari Aksa, ia akan tetap menganggap Aksa sebagai rumahnya.
Selain itu, Kanaya juga menyimpan foto-foto dari tempat yang ia datangi disebuah album foto yang pernah diberikan oleh Aksa.
Andaikan kamu masih bersamaku, aku tidak akan pernah merasa sesepi ini. Setelah banyak tempat yang aku datangi, dan banyak orang yang aku temui, namun tetap saja aku merasa kosong. Ada bagian dariku yang hilang, ada tempat hampa di hatiku yang aku sendiri tidak bisa mengisinya dengan hal lain. Sedikit banyaknya aku tidak mengerti mengapa menjadi sesulit ini untuk melupakanmu.
Setelah berjalan melewati lorong waktu yang panjang, lama kelamaan aku mulai memahami. Ruang hampa yang menganga lebar dan perlahan mulai menjadi luka itu adalah kamu, aku yang berusaha untuk mencari kesenangan dan berusaha untuk menutup luka yang menganga itu ternyata gagal. Sudah sampai sejauh ini aku mencari obatnya namun tidak kunjung aku temukan.
Perlahan aku mulai memahaminya bahwa luka itu sebelumnya adalah kebahagiaan, tempat itu diciptakan olehmu dan menjadi ruang paling indah di hatiku. Namun setelah tuan nya pergi, tempat itupun kehilangan kebahagiaannya. Sejauh apapun aku mencari, aku rasa tidak akan pernah kutemukan obatnya selain kamu.. . .

KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Kala Itu
RomansaDari sekian banyak kisah yang kulalui dalam hidupku, tentangmu adalah yang paling berwarna meskipun abu-abu pada akhirnya. Banyak sekali kata rindu yang ingin kusampaikan, namun entahlah, sepertinya semesta tidak menginginkan pertemuan itu ada, pada...