_"Nyatanya pelangi hadir setelah mengalami banyak hal. Indahnya warna itu ada karena badai dan awan hitam sebelum terang. Aku lupa bahwa warna yang kau berikan ada karena lukamu di masa lalu"_
.....
Ansel menghela napas kesal saat omelannya tak ditanggapi serius oleh Saudara kembarnya itu.
Finn hanya tersenyum dan menanggapi ucapannya dengan kata-kata membosankan yang membuat Ansel muak. Syukurnya saat Ansel kembali ingin berbicara asisten rumahnya datang membawa makanan dan minuman, alhasil perhatian Ansel teralihkan dan ia memilih menikmati sajian di atas meja.
"Sepatu siapa itu? Ukurannya kecil sekali, tak mungkin ukuran sepatumu segitu," tanya Ansel saat matanya tak sengaja menangkap sepatu ukuran wanita yang ada di rak sepatu milik Finn.
Finn hampir tersedak saat tengah meminum matcha hangatnya, ia lupa memberitahu Saudara kembarnya jika di rumahnya ada orang lain selain mereka dan para pekerja.
"Milik temanku," kata Finn kembali meletakkan cangkirnya, sedangkan Ansel memicingkan alisnya penuh kecurigaan.
"Pria atau wanita? Dimana dia sekarang? Kenapa sepatunya ada di rumahmu?"
Finn menghela napas panjang mendengar rentetan pertanyaan yang diajukan Ansel padanya.
"Cobalah menanyakan pertanyaan satu persatu," kata Finn didecaki pelan oleh Ansel yang tak sabaran.
"CEPAT JAWAB SAJA!"
"Dia wanita--""
"KAU--!"
"Jangan potong perkataanku Ansel," peringat Finn saat Ansel ingin menyela pembicaraannya.
"Aku tau kau sangat cerdas dan pemberani, tapi kau juga harus mempelajari sopan santun dalam berbicara," lanjut Finn seketika membuat Ansel bungkam.
"Pertama, dia temanku dan dia wanita. Kedua saat ini dia ada di kamarku_ ANSEL!" peringat Finn saat Ansel ingin kembali berbicara.
"Ketiga, alasan aku membawanya ke rumahku adalah karena jarak rumahnya dan sekolah jauh, serta keadaannya tadi sedang hujan. Aku ingin mengantarnya setelah hujan reda, tapi dia justru ketiduran"
"Tidak usah berpikir aneh-aneh mengenai diriku oke. Semua orang juga tau bahwa yang mewarisi semua hal tentang Papa adalah kau, bukan aku. Sedangkan aku mewarisi Mama, hanya saja wajahku memang mirip Papa," jelas Finn disertai senyuman yang membuat Ansel mendecak untuk kesekian kalinya.
"Bagaimana kau bisa mengatakan hal seperti itu dengan bangganya," kesal Ansel.
"Nyatanya seperti itu. Bagaimanapun mereka orang tua kita bukan? Dna Papa dan Mama masih mengalir di tubuh kita sampai saat ini," santai Finn membuat Ansel mendengus lalu tersenyum tipis.
"Masih merinduhkan mereka hm?" tanya Ansel pada Finn, kali ini dengan tatapan hangatnya.
"Tak ada satu haripun aku tak merinduhkan mereka," balas Finn menundukkan kepalanya lalu tersenyum kecut.
"Tapi jangan cepat-cepat menemui mereka, aku juga tak ingin kehilanganmu," batin Ansel menatap sendu Saudaranya yang tengah menunduk.
.......Seorang gadis berusia lima belas tahun berdiri di depan gerbang sekolah menunggu Kakek ataupun Pamannya yang akan menjemputnya.
Langit sudah gelap, angin tertiup kencang, dan sebentar lagi air akan membasahi apapun yang ada di bawah awan mendung.
TIN... TIN...
Gadis itu mengerjapkan mata beberapa kali saat melihat mobil berhenti di hadapannya. Hingga raut wajah bingungnya berubah saat mengetahui siapa orang yang ada di dalam mobil tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAYUNG PENGGANTI
Ficção Adolescente"Aku masih membutuhkanmu sebagai payungku agar aku tak kehujanan. Jika payung itu rusak, maka aku akan kembali basah" Finn tersenyum tipis lalu mengangguk pelan sebelum berucap. "Maka carilah payung pengganti," katanya digelengi tak setuju oleh Thif...