~Happy Reading~
Beberapa hari belakangan, bukan tanpa sengaja aku terus menghindar dari Mark. Entahlah, pikiranku hanya sedang kacau dan berhadapan dengannya akan membuatku tidak baik-baik saja. Tentunya setelah perbincanganku dengan nenek yang berada di gang sedikit memberikan efek bagiku. Ada yang salah, aku tahu. Tapi apa yang membuatnya menjadi salah, I don't know. Aku yakin itu bukanlah hanya sebuah bualan belaka. Sebab instingku berkata bahwa itu semua memiliki sebuah arti. Bagai untaian benang yang tanpa ujung, ini semua sangat rumit. Berusaha mencari titik temu tetapi semua terjadi seperti teka-teki tanpa jawaban pasti. Berawal pertama kali pun sudah janggal dan semakin kesini ini semua menjadi aneh. Sekalipun dia sering menumpahkan kisahnya kepadaku, lagi-lagi terasa ada yang disimpan, ditutup rapat bersama semua kejanggalan yang ada hingga tiada yang bisa menyentuhnya. Takdir semacam itu apakah masih ada ataukah hanya karangan dari pencerita.
Jadi, bagian mana yang belum kutahu?
Ahㅡ I mean, seberapa kecil yang baru kutahu? So, Mark Lee, apa yang membuatmu menjadi semisterius itu?
Menyimpan kegalauanku terhadap Mark, disini aku meredamnya seakan gemuruh hinggap di kepalaku. Seberapa besar usahaku untuk menghindari Mark, nyatanya sama besarnya keinginanku untuk menemuinya lalu memberondong dengan seribu pertanyaan agar tak lagi ada terka-menerka menyelimutiku. Namun, tentunya itu hanyalah imajinasi yang tak mungkin kulakukan. Jika kedudukanku pasti, tentunya aku akan merealisasikan imajinasiku. Tetapi kondisi saat ini adalah, aku siapanya?
Hari pertama strategi menjauh dari Mark adalah slow respon dan mengirit pembicaraan sebisa mungkin. Pernah dia bertanya, tapi aku langsung menjawab to the point, seperti iya, tidak, pokoknya langsung mematahkan topik pembicaraan. Harapanku dia mungkin akan bosan jika aku membalas chatnya seperti itu setiap hari. Namun ternyata tak kunjung berakhir, dia terus mengirimiku pesan sampai pada hari keempat. Bukan lagi bertukar pesan tapi ketukan pintu di sore hari merubah skenario awalku. Mark datang ke rumahku, belum sempat masuk karna aku berbohong jika aku ada urusan di luar dan akan sibuk untuk waktu yang tidak bisa dipastikan.
Sekarang ini, hari keenam dan semoga saja aku tidak goyah. Terkadang dalam keheningan malam yang sunyi, aku berpikir caraku ini bukanlah salah kan? Jika memang mendekat adalah pilihan buruk, apakah menjauh adalah cara yang tepat? Kendati aku tidak tahu pasti alasan dibalik semua itu, namun bisakah aku mencegahnya tanpa tahu apa-apa sebelum aku tahu hingga berakhir aku tidak bisa melepasnya. Sekeras aku berusaha mengindarinya, semakin kosong hatiku seakan semua ini tak lagi sama. Kenyataan bahwa aku terbiasa hidup sendiri tanpa ada yang menemani bahkan teman, tak lagi sama ketika Mark telah menghampiri. Hingga ku tahu, kedatangannya memiliki arti. Bagian itu memiliki tempat spesial tersendiri.
***
Aku terperanjat tatkala sebuah tangan menepuk pelan bahuku. Ketika aku menoleh, rupanya Ten.
"Kok gak bilang dulu?" tanyaku.
Ten langsung duduk di kursi yang berada di depanku. Ngomong-ngomong kami sedang berada di cafe. Tenang saja, aku tidak pindah ke lain hati kok. Ten hanya mengantarkan adiknya untuk bertemu denganku. Yeah.. aku dan adiknya menjadi dekat karna usia kami juga tidak jauh, aku satu tahun lebih tua darinya.
"Kamu pegang handphone tapi kayak gak pegang handphone," ujar Ten.
"Hah?" aku.
"Itu tadi pas aku datang, handphone mu aja masih nyala ada panggilan dariku. Kalo gak aku tepuk juga mungkin gak bakal sadar kalo aku udah ada disini."
KAMU SEDANG MEMBACA
TIMELINES | Mark Lee
Fanfiction❝He's not an ordinary human. I know, but I don't want to ask.❞ Berawal di sebuah Halte Bus, perlahan kehidupanku mulai berubah total. Sejak aku bertemu dengan seorang laki-laki asing berpenampilan aneh berbekal dengan secarik kertas kumal bertanya...