"Dengarkan Kara, aku nggak nyentuh kamu sembarangan, selalu ada alasan jadi nggak asal, tadi juga karena kamu terus bicara.""Saya lama jadi sekretaris Bapak, Bapak sejak dulu tidak pernah nyentuh saya bahkan saya ingat betul saat saya hampir jatuh nyungsep pun biasanya Bapak hanya lihat aja tanpa bereaksi, saya sedang galau Pak, jangan bikin saya makin galau dengan sentuhan-sentuhan Bapak, jangan bikin saya ge-er."
Dan Kara mengambil Accesscard dari tasnya lalu membuka pintu kamarnya, sekali lagi ia menoleh sebelum masuk.
"Satu lagi, Bapak tidak pernah ngajak saya ke acara-acara seperti ini selalu saja minta ditemani oleh salah satu manajer, saya menghormati kebiasaan Bapak tapi yang sekarang bikin saya mikir apa Bapak mau mengubah planning? Yang awalnya pura-pura jadi beneran? Maaf, saya tidak bisa kalau harus cepat-cepat menyukai Bapak, beri saya waktu, kita tidak dalam masa pacaran, kalo cocok mending nikah, iya kan Pak karena usia kita sudah sama-sama dewasa Pak, saya 30 tahun Bapak 37 tahun, meski rasanya risih saya yang baru cerai masa sudah mau langsung nikah? Tapi mungkin ada baiknya saya membuka diri dari pada mikir mantan yang bikin saya semakin tidak karuan. Jadi, beri saya kepastian agar saya tidak semakin galau."
Jaka menatap Kara lalu ...
"Kita coba Kara, siapa tahu kita berjodoh, jika dalam waktu satu bulan kita bisa saling jatuh cinta atau minimal suka, ok kita lanjut ke pelaminan, kalo nggak? Ya sudah kita akhiri."
"Dua bulan aja Pak, terlalu cepat satu bulan, saya tidak yakin bisa menyukai Bapak secepat itu, apalagi kita kayak Tom and Jerry tiap hari."
Jaka tak menyahut lagi, ia segera masuk ke kamarnya setelah menempelkan accesscard ke pintu masuk.
"Apa jadinya kalau kami beneran nikah? Tengkar tiap hari, teriak-teriak tiap hari atau ... entahlah, liat aja nanti."
.
.
.Keesokan harinya Jaka menunggu Kara di depan pintu kamar Kara, tapi sampai setengah jam lebih ia mengetuk pintu belum terbuka juga, Jaka akhirnya masuk kembali ke kamarnya dan lewat pintu penghubung ia masuk ke kamar Kara. Dan Jaka terlihat marah saat melihat Kara yang masih bergelung dalam selimut. Jaka bergerak cepat dan saat akan menarik selimut Kara tanpa sengaja ia menyentuh bahu Kara yang terasa agak panas.
Seketika Jaka terlihat cemas, ia pegang kening Kara.
"Kara, hei Kara, kamu sakit apa gimana? Maag kamu kumat ato gimana?"
"Nggak tahu Pak, sejak di sini saya jadi males makan dan sejak semalam perut saya sudah nggak enak dan kayak kembung." Terdengar suara serak Kara.
"Kamu ini gimana sih! Selalu ngingatkan aku, setengah merintah malah kalo nyuru aku makan eh ini kamu malah nggak peduli sama kamu sendiri." Jaka duduk di dekat Kara berbaring, lagi-lagi menyentuh kening Kara dan membiarkan tangannya di sana.
"Kalo Bapak kan pimpinan jadi harus sehat, biar gaji saya lancar lah kalo saya kan cuman karyawan ya biarin aja, saya males makan ato apa kan nggak ngaruh."
"Jangan bodoh kamu! Pasti masih mikir mantan makanya jadi males makan, aku pesankan makanan, kamu bawa obat apa nggak?"
"Bawa Pak, tapi biarin aja dulu Pak kalo kadung sakit kan mau makan apa aja jadi sakit lambung saya, nggak diisi sakit, diisi makanan juga sakit."
"Iya tahuuu tapi kalo dibiarin ya masuk rumah sakit kamu."
"Pak ngomong-ngomong tangan Bapak di kening saya dari tadi berat juga, Bapak kan raksasa."
Wajah Jaka memerah, ia lepaskan tangannya dari kening Kara.
"Pelecehan bener kamu, aku bukan raksasa, badan aja yang besar. Nasib, punya sekretaris nggak ada hormat-hormatnya! Bangun ayo biar seger mandi air hangat, makan lalu ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jandu (Janda Duda Gagal Move on)
HumorSudah Terbit Cover by @Lsaywong Jaka Aleyandra Mahara selalu berseteru dengan sekretarisnya Karamiya Kamaratanti sejak wanita yang ia anggap cekatan malah sering terlihat amburadul pekerjaannya akibat bercerai dengan suaminya, lalu bagaimana kisah p...