8. GANJIL

399 74 7
                                    


8. GANJIL


Kala tangan Ali akan menjangkau baju, celana serta sempaknya dari dinding seng. Benda itu pun satu per satu ditarik seseorang dari luar. Ali kembali kalah cepat.

"Heh! Siapa di luar?! Kembalikan bajuku!" bentak Ali panik.

Tuk tuk tuk....

Dinding seng diketuk-ketuk dari luar. Bunyinya berpindah-pindah dari kiri ke kanan, dari depan ke belakang. Seakan sengaja ingin mempermainkan Ali.

"Pencuri, kembalikan bajuku! Bungul nyawalah!" Ali semakin meradang, digebraknya dengan kesal dinding kamar mandi.

Apa daya tidak selembar pun benang yang menutupi tubuh untuk segera keluar. Pemuda jangkung itu coba melompat, memanjangkan leher, berusaha melihat dari atas dinding kamar mandi. Tak berani memanjat, khawatir bangunan yang ringkih akan runtuh karenanya.

"Hihihi...." Orang di luar malah tertawa terkikik.

Brakk!

Pintu kamar mandi lalu didorong Ali dengan kasar.

"Terkutuk kau maling tak beakhlak!" umpatnya keras, melongokkan kepala yang kuyup, tubuh sembunyi ke balik pintu.

Kriiikk... kriiikk...

Di luar begitu sepi. Netra Ali hanya mendapati kesenyapan ditingkahi bunyi kesiur angin, derik jangkrik juga suara gumam ayam dari kandang di bawah kolong rumah. Dedaunan berkilau tertimpa cahaya bulan, melambai-lambai dibelai angin. Tak terlihat ada orang, jejaknya pun tak tertinggal.

"Cepat sekali dia pergi! Hhh... punya baju cuma sepotong dua, dicuri pula. Hari pertama di tempat ini sudah kena sial aku!" Ali berdecak kesal.

"Pan, Ipaaan, ada maling, Paaan!" teriak Ali kencang berulang-ulang. Tapi, sepertinya percuma, Ipan tidak mendengar teriakannya. Pintu belakang rumah tampak tertutup rapat.

"Macam mana ini? Tak mungkin aku masuk ke rumah telanjang bulat. Awas saja kalau maling tu sampai ketemu. Bakal kumutilasi dia," rutuknya, meninju dinding seng.

Tubuh kurus berotot Ali mulai menggigil kedinginan. Saat memutar otak mengatasi masalah, matanya tertumbuk pada sebuah kardus bekas mie instan yang tergeletak dekat tiang sumur. Agaknya benda itu bisa menyelamatkan dirinya. Apa boleh buat.

Leher pemuda itu lalu menoleh ke kanan dan kiri, waspada pada sekeliling. Jangan-jangan pencuri baju yang sakit jiwa masih ada di sekitar, mengintip dalam kegelapan. Ali harus bergerak secepat kilat memungut kardus penyok itu, demi menutupi aurat sementara masuk ke dalam rumah. Dia mulai mengambil ancang-ancang untuk berlari menjemput kardus.

"Tiga kedipan mata harus mencapai kardus!" bisiknya pada diri sendiri. "Huuufh...." Ali menarik napas panjang, menatap tegang pada benda incarannya.

Wuuusshh....

Tiba-tiba angin di luar bertiup kencang. Kardus mie instan bergeser dari tempatnya semula.

"Waluh bajarang...." Ali menelan ludah. Jangan sampai kardus itu terbang jauh! Bakal puas Ipan menertawakannya kalau masuk ke rumah bertelanjang bulat.

Angin kencang berembus lagi. Gegas Ali keluar dari dalam kamar mandi, memburu cepat kardus bekas yang hampir terbang bersama daun-daun kering.

"Sedang apa kau?"

"Huwaaahh!!!" Ali terpekik kaget, terburu ditutupi bagian bawah perut serta pantat dengan kardus. "Waluh bajarang! Kau kah Dul sekalinya," ujarnya saat menoleh ke belakang, ternyata hanya ada Dulah. Ali meniup napas lega. Huh, aman.

"Kaget benar kau kayaknya. Ada apa, Li? Sudah selesai kah kau mandi?" Kening Dulah bertaut, kepala meneleng.

"Kau sendiri kenapa keluar? Mana si Ipan?" tanya Ali, memindai lelaki bertubuh gempal yang hanya memakai kaus singlet serta sarung kurung yang digulung pada pinggang. Tak mungkin Dulah yang mengambil bajuku, pikirnya.

SILUMAN PENGGODA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang