23 AMINAH

325 54 3
                                    


23. AMINAH

Mereka terus mengikuti arah suara Dulah yang ternyata berada dalam dapur. Penasaran dengan siapa gerangan dia bercakap. Ada suara lain yang menimpalinya bicara. Suara serak yang tidak begitu jelas.

"Kuntilanaaaaaak!!!"

Gubrakk!

Krompyaaang!

Setelah berteriak keras, tubuh Ipan langsung ambruk menimpa dinding dapur. Beberapa panci dari atas cantolan dinding ikut jatuh membuat bunyi berisik. Ipan pingsan.

Ali yang berdiri di sampingnya juga tak kalah shock. Beberapa saat dia terdiam menyorotkan cahaya lampu senter ke dalam dapur. Terkesima melihat sosok menakutkan di hadapan Dulah. Perempuan kurus dengan perut membesar. Rambut panjangnya semrawut. Wajahnya berdarah-darah.

*****

Bugk!

"Argh! Ampun!" Ipan mengerang kesakitan. Kali ini dia pasrah saja jadi samsak kawannya yang berotot itu.

Bangun dari pingsan bukannya dapat simpati, malah dianiaya. Ali menyeretnya ke dalam lorong rumah, menekan bahunya ke dinding, lalu menghadiahi beberapa bogem mentah.

"Terkutuk kau, Pan! Mana otakmu?! Kau hampir membunuh perempuan hamil. Laki-laki macam apa kau?!" geram Ali,  dengan tatapan menghunjam. Tangannya tampak masih mengepal.

"Mana aku tahu kalau dia ternyata bini Sani yang lagi hamil? Pagi itu aku tak sengaja temasuk ke pasar hantu. Keluar dari sana, dia tiba-tiba mencegatku di jalan. Mana bisa lagi aku membedakan orang tu manusia atau bukan. Kau liat sendiri mukanya sudah kayak kuntilanak. Wajib, nah, wajib aku tak sengaja!" sumpah Ipan, mulut mewek.

Tidak hanya yang laki, bini Sani pun tampangnya sama menakutkan, Ipan membatin.

"Apa kau bilang barusan? Pasar hantu?" Dahi Ali berkerut. Ipan belum pernah menceritakannya. Ternyata mereka sama-sama menyimpan pengalaman horor di tempat ini.

"Hum." Diusap-usap Ipan rahang yang panas memerah. Lalu mengalir cerita dari mulut Ipan, tentang kejadian sampai dirinya tersesat ke pasar hantu. Sebuah tempat ramai layaknya pasar, tapi tempat itu bisa menghilang begitu saja dalam satu kedipan mata.

"Hhh... baru kau mengaku sekarang. Jadi itu sebabnya kau membawa motor tak bilang-bilang, macam punyamu sendiri." Ali tersenyum sinis.

"Untung saja bini Sani tak kenapa-napa. Coba kau bayangkan seorang perempuan jalan sendirian dalam hutan mencari lakinya. Bukannya kau bantu, kepalanya malah bocor ditimpuk batu. Kalau dia sampai mati, kau bukan cuma membunuh satu nyawa tetapi dua nyawa, Pan."

Ipan meringis. Apa boleh buat dirinya memang pantas untuk disalahkan. Gara-gara terlampau takut dia tidak melihat dengan benar. Kondisi Aminah yang sedang hamil serta kelelahan setelah berjalan jauh membuat penampilan perempuan itu tak karuan. Ipan sampai mengiranya kuntilanak.

"Selain pasar hantu, apa kau pernah menemui hal menakutkan yang lain?" Ali mulai penasaran.  Curiga jika Ipan telah berjumpa Hali Manyar --siluman penggoda, tapi menyimpannya untuk diri sendiri.

"Entahlah, aku tak yakin." Ipan tampak ragu. Dia tidak yakin kelapa-kelapa di pekarangan kemarin sore bisa berubah jadi kepala. Membicarakannya malah membuat Ipan semakin parno.

"Apa sempakmu ada yang hilang?" tanya Ali, setengah berbisik.

"Aay, apa urusanmu sama sempakku?" Sebelah kening Ipan naik.

"Kalau bacaan sholat masih ingat kau?"

Pertanyaan Ali semakin aneh bagi Ipan.

"Kenapa tanya-tanya sholat?" Ipan mengulum senyum, sembari mengerling. "Kau mau tobat?"

SILUMAN PENGGODA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang