22. TARIAN BUAH KELAPA
Mengernyit kening Ipan melihat tubuh Dulah yang kemudian bergerak menari-nari mengikuti irama musik. Lalu buah-buah kelapa tua yang berserakan di atas tanah tiba-tiba menggelinding ke sana ke mari.
"Tarung babanam...."
Mata Ipan sontak membeliak menyaksikan buah-buah kelapa di bawah kaki Dulah bergerak mengikuti ketukan musik seolah bunyi itu mampu menghidupkan mereka semua.
Ipan mengucek mata. Tak salah lihat kah dia? Itu buah kelapa, tapi kenapa sekarang ada rambutnya, mirip kepala manusia?
Gluduk... gluduk....
Bunyinya bergulung melindas tanah serta rumput begitu jelas sampai telinga. Terasa sangat dekat. Padahal, jaraknya cukup jauh dari pelataran tempat Ipan sedang duduk dengan wajah tegang.
Ipan curiga ada gangguan pada isi kepalanya. Mungkin terbentur terlalu keras waktu jatuh dari motor, hingga berhalusinasi.
"Hehehe...." Dulah terkekeh-kekeh layaknya orang yang sedang riang gembira. Tubuh gempal itu semakin lincah menari dengan posisi tubuh membelakangi Ipan. Kedua lengan diangkat tinggi, pergelangan tangan diputar-putar. Pantat yang besar diayun ke kanan-kiri sesuai ketukan irama.
Tak berkedip Ipan. Napasnya mulai tidak beraturan.
"Betul kan apa yang kubilang?" Tiba-tiba ada yang bicara dari belakangnya.
"Hyyaaa!!!" Ipan menjerit kaget.
Dulah sudah duduk jongkok, dengan mimik serius, dekat bahu Ipan. Gelagapan Ipan menggeser pantatnya. 'Bukan orang nih!" pikirnya.
Leher Ipan berpaling lagi ke depan. Kebun kelapa kembali sepi. Tidak ada lagi Dulah yang menari-nari. Buah-buah kelapa kini terongok diam di tempatnya masing-masing.
"Bu-bukannya kau barusan jalan di kebun kelapa sana!" Ipan menunjuk lurus ke depan. Menatap ngeri pada orang di dekatnya. Tak masuk akal, Dulah berpindah tempat hanya dalam hitungan detik.
Dahi Dulah mengkerut. "Aku baru dari belakang, memberi makan si Unyil. Tidak ada ke kebun kelapa."
"Tapi, tadi aku melihat kau sedang di bawah pohon kelapa mencari pelepah kering." Lalu kau menari-nari, lanjut Ipan. Namun, hanya dalam hati.
"Buat apa mencari pelepah lagi? Ali sudah banyak menumpuk pelepah kering di dekat dapur. Tak lihat kah kau?"
Ditepuk Ipan kepalanya, frustasi. Jangan-jangan benar otaknya yang bermasalah.
"Lalu kau ke sini mau apa?"
"Mau memberitahumu tentang bunyi tabuh-tabuhan menjelang senja." Dulah melebarkan telapak tangannya di samping telinga. "Pasang telingamu! Bunyinya masih terdengar. Kau mendengarnya juga kan, Pan?" ujarnya lagi.
Ipan menelan ludah. Tadi memang dia mendengar, tetapi sekarang tidak lagi. Bunyi tabuh-tabuhan itu mendadak menghilang bersamaan kemunculan Dulah. Dulah yang asli sepertinya. Yang menari tadi entah makhluk apa.
"Ning-nang-ning-nung... ning-nang-ning-nung...." Mulut Dulah menirukan bunyi yang ditangkap telinganya, dengan bola mata berkedip-kedip seperti lampu seri.
Ipan meringis, mengusap bulu-bulu lengan yang terasa meremang. Bunyi dari mulut Dulah persis dengan yang dia dengar. Berarti Ipan tidak sedang berhalusinasi. Tempat ini mulai menakutkan sekarang.
Kepala Dulah lalu meneleng. "Ada suara orang ramai juga, Pan. Sepertinya ada pasar. Sekali-sekali aku pingin jalan ke situ beli jajanan pasar. Tapi, tak punya teman jalan. Nanti kalau kakimu sudah sembuh, mau kah kau menemaniku ke sana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SILUMAN PENGGODA
HorrorSiluman betina itu siap meruntuhkan iman lelaki yang datang ke sana. Sekuel SUSUR Baca SUSUR dulu sebelum ini Sudah tamat di aplikasi Joylada