⚠️ Slightly gore (blood, wound)
.
.
.
Renjun sekali lagi merapikan tatanan rambutnya, memastikan semua terlihat sempurna. Menatap pantulan dirinya dicermin membuatnya kembali terkagum dengan hasil rancangan dari designer ternama favoritnya, Lee Haechan.
Kemeja yang ia pakai pas membalut badan mungilnya yang dilapisi tuxedo putih dengan potongan sempurna dan juga bow tie hitam berbahan mulbery silk.
"Cantik."
Ia menoleh kearah pintu kamarnya mengikuti asal suara. Oh, itu dia, lelaki yang sebentar lagi akan berstatus sebagai suaminya.
Sesuai keinginan Renjun, sang calon suami memakai kemeja putih yang dibalut tuxedo hitam dan tidak lupa dasi hitam yang menjuntai indah.
"Siap sayang?"
.
Tidak seperti kebanyakan pasangan yang melakukan pesta di dalam gedung, mereka berdua memilih outdoor. Menyatu dengan alam yang sangat indah dan juga cuaca yang untungnya sedang bagus.
Renjun sudah terbiasa bertatapan dengan lelaki dihadapannya ini, namun bertatapan dengannya diatas altar jelas berbeda dan memberinya banyak sekali kupu-kupu.
Tak bisa ia tahan senyumannya tak kala mendengar kata demi kata yang mengalun indah. The wedding vow also gives him a hundred of butterflies. Oh God.
And now it's time for us to kiss.
Ia menutup matanya saat melihat sang suami mendekat kearahnya. Ini bukan kali pertama, namun tetap saja ia gugup, bahkan mungkin saja degup jantungnya terdengar oleh para tamu yang ada disana.
Cup.
Wait.
Kenapa dingin sekali?
Basah apa ini?
Perlahan ia membuka matanya dan sedetik kemudian terbelalak. Darah segar mengalir dari dahi, hidung dan mulut lelaki dihadapannya. Terlihat juga luka menganga yang lebar dileher dan lengannya terlihat hampir putus.
"A-apa yang terjadi..." tanya Renjun sangat pelan hampir tak bersuara.
"Renjun..."
"Aku disini, aku disini, akh!!!"
Baru saja akan mendekat kearah sang suami, ia merasakan sakit yang sangat amat luar biasa dikakinya. Dan sepertinya kakinya patah tepat ditulang kering. Rasanya ia ingin menangis, ini menakutkan. Darah yang entah berasal darimana mulai membasahi tubuhnya dan mengubah tuxedo putih itu menjadi merah dan bau amis.
"Kita punya dua kesempatan. Ayo jatuh cinta lagi dikehidupan selanjutnya."
"Bagaimana jika kita tidak bertemu di kehidupan selanjutnya?"
"Aku akan menemukanmu Renjun."
Suara bergemuruh terdengar jelas dan tanah mulai berguncang. Para tamu berhamburan ketika melihat bebatuan besar berjatuhan dari tebing menuju kearah mereka.
"A-ayo lari!" Persetan dengan kakinya, ia takut, ia ingin pergi dari tempat menyeramkan ini.
Renjun berusaha menarik sang suami, namun tak ada hasil. Lelaki itu kini tergeletak tak bergerak di tanah tergenang dengan darahnya sendiri. Saat ia menoleh kearah lain, ia tahu ia sudah terlambat karena sebuah batu besar sudah berada dihadapannya.
BUGH!!!
.
.
.
"JENO!"
Renjun terbangun dari tidurnya dengan peluh yang membasahi pakaian dan dahinya. Jantungnya berdegup sangat kencang.
"Hei, aku disini sayang."
Jeno menghentikan kegiatannya berkutat dengan laptop dan langsung menaruh benda pipih itu di meja dekat kasur. Membaringkan tubuhnya disebelah Renjun dan memeluknya erat.
"Mimpi buruk lagi?"
Renjun mengangguk.
"Aku disini, jangan takut."
Ia mengecup pucuk kepala Renjun dan mengusap helaian rambut halus itu.
"Jangan..."
"Hm?"
"Jangan tinggalkan aku, Jeno."
"Tidak akan pernah."
To Be Continued
.
.
.
Cerita ini rencananya sih ga akan terlalu panjang. Mau dibikin singkat-padat-berkesan. Semoga kalian suka ya~
KAMU SEDANG MEMBACA
TRÍTI FORÁ
FanfictionDi dunia ini kami dapat dua kesempatan untuk hidup kembali. Aku ingin terus bersamanya disetiap kehidupan yang ada, bisakah aku? "Bagaimana jika kita tidak bertemu di kehidupan selanjutnya?" -Renjun. "Aku akan menemukanmu lagi dan lagi entah dikehid...