Paralel

2.6K 411 45
                                    

Mr. Lee membasuh tangannya yang penuh dengan darah karena mimisan yang tadi tak kunjung berhenti. Dalam hati mengumpat karena otak pintarnya bisa menciptakan cairan-cairan untuk percobaan, tapi tidak bisa mendapatkan ramuan yang pas untuk menghentikan mimisan yang telah dideritanya cukup lama.

Langkah kakinya terhenti di ambang pintu ruang laboratoriumnya. Terheran melihat beberapa petugas keamanan mengepung seorang lelaki muda tak dikenal.

"Kenapa mereka terus mengirim orang dari paralel lain? Apa yang mereka ingin kita lakukan? Mereka pikir kita semua ini menganggur?" Gerutu Jisung sambil merapikan jas yang ia pakai.

Dilihat dari penampilan dan kondisinya, lelaki muda itu jauh dari kata baik-baik saja. Terdapat beberapa sobekan di bajunya, rambutnya berantakan, dan memar dipelipisnya. Jelas kalau lelaki itu sempat memberi perlawanan.

"Apa itu ditanganmu?" Tanya Mr. Lee menunjuk salah satu lengan lelaki muda itu yang terlihat menggenggam sebuah botol kaca berisi cairan biru.

Yang ditanya tak bergeming barang sedikitpun. Matanya menatap Mr. Lee dengan tatapan tidak percaya. Seakan baru saja bertemu dengan orang yang seharusnya sudah mati.

Jisung dengan cepat merebut botol kaca tersebut dan memberikannya pada Mr. Lee. "Ini, Prof."

Mr. Lee membuka lipatan kertas yang tergantung dileher botol, seperti sebuah surat kecil. Ia membacanya perlahan, kata demi kata, sampai tanpa sadar jika matanya mulai memanas.

Lelaki muda itu kemudian membungkuk hormat dan memberi Mr. Lee senyuman singkat. Membuat air matanya menetes begitu saja.

"Shotaro..." gumamnya.

"Huh? Siapa?"

Mr. Lee menatap Jisung dalam, "Terima kasih, Park Jisung."

Renjun tersenyum bangga dengan hasil masakannya yang ia tata sedemikian rupa diatas meja makan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Renjun tersenyum bangga dengan hasil masakannya yang ia tata sedemikian rupa diatas meja makan. Hari ini, Mark akan datang untuk membicarakan pernikahan Jeno dengan dirinya yang kebetulan akan dilaksanakan di salah satu hotel mewah milik lelaki kelahiran Canada tersebut.

Cup.

"Eh?"

Setelah mengecup pucuk kepalanya, Jeno memeluknya dari belakang. "Padahal aku sudah bilang kita bisa memesan makanan dari restaurant cepat saji."

Renjun berbalik menghadap Jeno. "Aku juga sudah bilang kalau Haechan tidak bisa masak. Mark pasti sudah memakan makanan cepat saji setiap hari."

Jeno tergelak. Teringat seberapa aneh masakan Haechan yang ia coba dari bekal Mark. "Kalau begitu, terima kasih. Maaf, aku jadi merepotkan."

TRÍTI FORÁTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang