Repeat

2.8K 437 18
                                    

Kemarin menjadi makan malam paling membingungkan bagi Renjun. Jeno seolah kehilangan seluruh ingatannya. Haechan pun sama. Sahabatnya itu bahkan mengatakan padanya bahwa ia adalah pasangan yang luar biasa baik untuk Jeno. Aku? Si pengkhianat ini? Luar biasa baik?

Renjun bahkan masih berusaha untuk meyakinkan Jeno bahwa kemarin mereka seharusnya makan malam di restaurant milik kerabat Jeno. Namun lagi, Jeno terlihat tidak mengerti.

Terlintas beberapa pertanyaan di dalam benaknya. Apa ia gila? Tidak mungkin. Apa ia mati? Mungkin saja. Tapi kenapa ia masih mengingat segalanya? Bukankah orang yang mati akan kehilangan semua ingatannya?

Ya, seharusnya begitu.

Hal yang masih sama hanya profesinya. Ia masih seorang model, Jeno masih seorang penulis dan Haechan masih managernya.

Renjun akhirnya terjaga semalaman penuh tanpa terlelap barang sedetikpun. Dia masih berusaha mencerna apa yang sedang terjadi sebenarnya.

"Terima kasih sarapannya Rendin~" Jeno memeluk tunangan mungilnya dari belakang sambil memberi kecupan dipundak sempit Renjun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Terima kasih sarapannya Rendin~" Jeno memeluk tunangan mungilnya dari belakang sambil memberi kecupan dipundak sempit Renjun.

Jujur, jantung Renjun berdegup kencang. Jeno tidak pernah seperti ini sebelumnya. Dan saking gugupnya, ia bahkan tidak mempertanyakan kenapa Jeno memanggilnya "Rendin". Nama macam apa itu?

"Ehm...i-iya. Aku sudah mengingat kau tidak suka jus tomat, jadi aku tidak akan memberimu minuman itu lagi."

"Hm? Kau tidak pernah memberiku jus tomat."

Oh.

"Tidak, tidak, haha."

Jeno membalikan tubuh Renjun supaya menghadap kearahnya, lalu menangkup wajah cantik itu.

"Sudah ku bilang, kau harus mengurangi schedule padatmu itu. Jujur, kau agak aneh sejak bangun tidur siang kemarin. Lelah ya?"

"I-iya. Maaf ya."

Jeno terkekeh. "Jangan meminta maaf. Lebih baik sekarang kita mandi."

"K-kita?"

"Ya, iya? Kenapa? Kan biasa juga seperti itu. Ayooo~"

"Eh? Jeno? JENO?!"

Tanpa menghiraukan teriakan Renjun, Jeno dengan cepat menggendongnya dipundak dan membawanya ke dalam kamar mandi.

•°•</3•°•

Tidak perlu ditanya apa yang mereka lakukan saat sedang membersihkan diri. Renjun malu setengah mati.

Sekarang mereka sedang berada di mobil entah akan pergi kemana. Renjun memilih untuk tidak bertanya, karena sepertinya ia "seharusnya" tahu.

"Haechan sudah sampai belum?" Tanya Jeno.

"Sudah. Baru saja dia memberi kabar."

TRÍTI FORÁTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang