chapter one

879 60 2
                                    

Leonora yang sedari tadi berjibaku dengan laptopnya, mengerjakan tugas yang semakin hari semakin menumpuk saja. Ia mencari catatan biologinya, seingatnya sofia meminjam catatan itu dua hari yang lalu.

Leonora mengetuk pintu kamar sofia, namun tidak ada jawaban dari dalam. Mungkin sofi sudah tidur, batinnya. Ia membuka pintu itu perlahan, dan benar saja lampunya sudah mati.

Leonora mencari di meja belajar milik sofi, untung saja catatannya itu tergeletak di dekat lampu belajar, saat hendak mengambil bukunya tak sengaja ia menjatuhkan lampu belajar sofi.

BRAKKKK

"astaga!" Leonor melirik ke arah kasur, khawatir sofi akan terbangun. Ia terpaksa menyalakan lampu untuk membersihkan serpihan kaca, namun apa yang ditemukannya membuatnya terkejut.

"Sofi, dimana anak itu."

.
.

"Jadi gimana, bukannya kalian dulu temen dari kecil kenapa mereka bisa musuhan kaya gini?" Fedrick menatap sofia dengan serius, mereka sengaja bertemu tanpa sepengetahuan gavi dan leonora.

"Aku juga bingung, terakhir mereka akur itu malem sebelum prom night. Gavi cerita dia suka sama lora, dia juga pengen ajak lora jadi pasangan prom tapi anehnya pas prom night mereka pergi sama pasangan masing-masing, semenjak itu mereka ga pernah tegur sapa lagi." Jawab sofi, fedrick berusaha mencerna apa yang sofi ceritakan. Mereka berencana untuk membuat gavi dan leonora akur kembali.

"Gimana kamu udah nanya kenapa gavi jadi benci sama lora?" Tanya sofi,

"Waktu malem prom gavi udah yakin banget lora jadi pasangan promnya tapi diluar dugaan waktu dia mau jemput lora, lora udah pergi sama kapten basket rival abadinya gavi. Dia awalnya cuma kesel, tau sendiri lah gavi kaya gimana tapi dia makin kesel karena lora cuekin dia, akhirnya gavi pergi bareng ketua cheers yang awalnya mau dateng sama kapten basket itu." Sofi menghela nafas berat, sepertinya ini akan sulit.

"Astaga sekarang kita harus gimana, lora keras kepala ditambah gavi juga gamau kalah orangnya pusing aku." Keluhnya, sofi memijat pelipisnya perlahan fedrick menggenggam tangan kekasihnya seraya tersenyum, seolah mengisyaratkan semua akan baik-baik saja.

"Aku punya rencana, tapi selama kita ngejalanin misi ini jangan pernah cerita sama siapapun termasuk keluarga dan temen temen kamu."

.
.

Fedrick dan sofi dikejutkan dengan keberadaan lora dan gavi, mereka berdua tersorot oleh lampu mobil milik fedrick. Dari raut wajahnya sudah jelas mereka berdua kesal karena fedrick dan sofi pergi diam-diam.
"Tega lo fred, bisa-bisanya bohongin gue mau dinner bareng keluarga lo, kalo gamau gue ikut bilang." Ucap gavi, sofi yang mendengar itu angkat suara.

"Ya lo juga sadar diri gav, udah tau temen lo punya pacar masih aja ngintilin kalo kita jalan berdua mana akhirnya gue yang dicuekin, pacarnya fedrick gue atau lo sih!" Melihat sofi kesal, bukannya merasa bersalah gavi malah semakin tidak mau kalah.

"Asal lo tau semenjak kalian pacaran fedrick jarang main sama gue-"

"Apa! Cari pacar makanya, jomblo banyak iri lo." Ucapan sofi barusan berhasil menohok perasaan gavi, rahangnya mulai mengeras.

"Sofi, fedrick, gavi masuk!" Tegas leonora, fedrick mengelus kepala sofi berusaha membuatnya tenang. Leonora yang melihat gavi masih diselimuti amarah itu menyodorkan segelas air putih miliknya.
"Kontrol emosi lo." Gavi menatap leonora dengan heran, belum sempat ia mengucapkan terima kasih gadis itu sudah pergi ke dalam rumah.

"Eh- tangan lo kenapa ra, Gavi juga ada disini?" Tanya fedrick berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Kena serpihan kaca, udah gapapa kok." Jawab leonora, sofi mengangkat satu alisnya berusaha meminta jawaban dari gavi.

"Itu, gue mau nganterin makanan disuruh bunda terus gue denger suara barang jatoh refleks gue masuk pas gue cari ternyata lora luka." Jawab gavi dengan tenang, sofi dan fedrick saling menatap satu sama lain.

"Kalo gitu gue balik dulu," fedrick ikut berpamitan, saat di teras sofi dan fedrick berbincang sebentar sebelum pergi sementara itu gavi berdiri di hadapan leonora seolah menunggu sesuatu.

"Apa?" Tanya leonora, gavi menghela nafasnya.

"Makasih?"

"Sama-sama." Jawab leonora,

"Maksud gue lo gak mau berterimakasih gitu sama gue?" Tanya gavi, leonora mengerutkan dahinya.

"Buat apa, gue aja obatin luka sendiri." Timpal leonora, gavi tidak terima padahal ia yang membawakan kotak p3k untuknya.

"Gue yang bawa kotak p3k buat lo, kalo gaada gue terus nanti lo mati gara gara kehabisan darah." Leonora memutar bola matanya malas, selalu saja tidak pernah berubah gavi selalu melebih lebihkan semua hal.

"Apa sih lebay lo, pulang sana." Gavi yang sudah kepalang kesal karena dibilang lebay itu pergi tanpa berpamitan, leonora hanya geleng geleng kepala melihat kelakuan gavi.
"Gavi masih aja kaya anak kecil."
.
.
.

ini pertama kali aku nulis jadi mohon dimaklum kalo banyak bgt kesalahan dalam penulisan, disini aku sangat menerima kritik dan saran kalian semoga kalian suka ceritanya yaa

GALILEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang