chapter eighteen

156 30 6
                                    

"Gavi ini bukan waktunya bercanda." Tegas lora, namun dilihat dari raut wajah gavi sepertinya kali ini dia serius.

"Gue ga bercanda ra, gue kira lo hafal rutenya." Mereka saling mengandalkan satu sama lain, namun ternyata itu membuat mereka terjebak dalam situasi seperti ini samar-samar lora mendengar suara gemercik air gadis itu menarik tangan gavi menuju suara yang ia dengar.

"Sungai!" Syukurlah mereka bisa menemukan sungai di kisaran sana, itu artinya mereka hanya perlu mengikuti aliran sungai lora berharap sungai ini bermuara ke danau dimana tempat ia bersantai tadi siang.

Beberapa menit mereka berjalan menyusuri sungai, terdengar suara dari perut lora gadis itu melewatkan makan malamnya karena ia tadinya tidak akan pergi. Gavi yang mendengar itu menertawakannya, membuat lora malu sekaligus kesal.

"Inikan gara-gara lo! Kalo lo ga seret gue ke hutan mungkin gue sekarang lagi makan." Omel lora namun gavi tidak menanggapinya, laki-laki itu mengacak rambut lora karena kesal.

"Ngomel mulu ra astaga." Gumam gavi pelan, lora yang mendengar itu memberikan gavi tatapan tajam membuat laki-laki itu tersenyum seraya merangkulnya.

"Gapapa lo lucu kalo ngomel." Tambah gavi, gadis itu menepis tangannya lalu berjalan mendahului gavi.

'Buset kayanya gue nafas aja salah, semua aja salah' batin gavi, laki-laki itu mengelus dadanya kemudian berlari mengejar lora.

Melihat pohon berry di sekitarnya membuat lora lapar, gadis itu tidak segan-segan memetiknya ketika ia baru saja mengunyah berry pertama gavi datang lalu menepuk bahunya.

"Astaga ra kalo beracun gimana!" Seru gavi, lora membulatkan matanya sempurna gadis itu segera memuntahkan berry yang ada pada mulutnya.

"Gavi kalo gue mati malem ini gimana?" Tanya lora panik, gavi menghiraukan ucapan lora ia mengambil satu berry yang ada di tangannya memeriksa jenis apa berry yang lora makan laki-laki itu tersenyum licik.

"Ra gue turut berduka cita ya, kalo ada pesan yang mau disampein ke sofi sama orang tua lo bilang ke gue aja." Ucap gavi seraya memeluk lora seolah gadis itu benae-benar akan lenyap, lora yang mendengar ucapan gavi sontak menangis menenggelamkan wajahnya pada bahu gavi.

Gavi menahan tawanya, laki-laki itu mengelus surai panjang lora dengan tulus membuatnya menangis semakin kencang, selang beberapa menit lora menyeka air matanya ia menatap gavi dengan mata sayunya.

"Kalo gue beneran mati malem ini, bilang ke sofi gue sayang sama dia bilang juga ke ayah sama ibu gue minta maaf karena sering bantah ucapan mereka. oh iya bunda juga ya gav, bilangin gue sayang sama dia jangan lupa jaga levi baik-baik ya." Wajah gavi memerah mendengar ucapan lora, bukan karena ia salah tingkah tapi karena gavi berusaha keras menahan tawanya.

"Nanti gue sampein ya ra,"

"Sebenernya ada satu cara, tapi gue gayakin lo bakal mau ra." Sambung gavi, membuat mata lora berbinar karena seperti menemukan secarik harapan.

"Apa? Gue mau ko ayo cepet kasih tau!" Desak lora, gavi tersenyum kecil ia mendekatkan bibirnya pada telinga lora seraya membisik.

"Lo pernah denger kalo orang kena gigit ular berbisa terus lukanya di sedot biar si bisanya keluar? Nah racun ini juga sama lo bakal butuh bantuan gue sih buat ini gimana ra?" Lora mengerutkan dahinya merasa ada yang tidak beres, namun karena fikirannya yang belum jernih karena baru menangis gadis itu malah kembali bertanya.

"Di sedot kaya gim-" lora yang baru mengerti maksud gavi itu segera melepas pelukannya, lalu memukul laki-laki itu tanpa ragu.

"Sialan lo!" Gavi beberapa kali mengaduh kesakitan, membuat lora berhenti memukulnya lalu berjalan ke tepi sungai.

GALILEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang