Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
malam ini, rael tidak bisa segera mengistirahatkan diri di kamar kos kesayangannya. dikarenakan ada maket yang harus ia selesaikan untuk esok hari.
disinilah dirinya berada, di studio seorang diri ditemani sekaleng kopi yang hanya tersisa seperempat.
jeyan telah pulang terlebih dahulu 3 jam yang lalu, meninggalkan satu kantong besar berisikan snack dan berkaleng-kaleng kopi favorit rael. ia tahu bahwa sekali rael menghadap tugasnya, gadis itu tidak akan berhenti sebelum menyelesaikannya. jadi ada kemungkinan rael tidak tidur malam ini.
dengan rambut yang diikat sembarangan dan kacamata yang bertengger di batang hidung, pemudi itu terus begelut dengan potongan-potongan kayu balsa. tak menyadari ada seseorang memasuki studio sebelum orang itu menepuk pundaknya pelan.
rael tertegun sejenak, ragu untuk menoleh. setahunya di lantai ini hanya ada dirinya, adapun orang juga berada di lantai yang berbeda dan tidak ada kepentingan menggunakan studio. bulu kuduknya seketika meremang.
"permisi, maaf ganggu. wina-nya ada ngga ya?"
pundak rael yang tadinya kaku melemas seketika. 'syukur bukan hantu' batinnya. "dari tadi gue—" kalimatnya berhenti, tak bisa mempercaya apa yang ada di depannya. ia mengerjapkan matanya beberapa kali takut dirinya hanya berhalusinasi karena lelah.
"sori?" tanya orang itu bertanya-tanya mengapa rael yang kini memandangnya tanpa berkedip sekalipun, menghentikan kalimatnya di tengah pembicaraan.
"oh, n-ngga. dari tadi gue sendirian di sini, gaada wina. iya, wina gaada." jawabnya dengan kikuk.
siapa yang tidak kikuk kalau tiba-tiba pujaan hati berdiri di hadapan? mata lelahpun seketika menjadi segar seakan baru diguyur air dingin.
"bara!" ya, benar. yang barusan menepuk bahu rael dan bertanya kepadanya adalah bara. lamunan rael yang ternyata sempat kembali langsung dibuyarkan oleh suara yang baru saja memanggil lelaki di hadapannya.
kepalanya melongok untuk melihat siapa. menghadirkan pemandangan seorang gadis dengan surai pendek berponi, tubuh mungil, dan kulit seputih salju.
"lah, ini kan cewe yang tadi." gumam rael dalam hati.
tak disangka "wina" yang dilihatnya di taman bersama bara tadi siang merupakan mahasiswa di fakultas yang sama dengannya, tampaknya seangkatan pula. pantas saja rael seperti pernah melihat wajah itu di suatu tempat.
bara sontak memutar tubuhnya untuk menghampiri wina dan memberikan kantong plastik hitam yang ditentengnya. mengatakan beberapa hal tidak rael dengar karena tertutup oleh suara detak jantungnya sendiri.
senang, gugup, kecewa, bingung, bercampur menjadi satu. tubuhnya hanya bisa mematung di titik yang sama, mengabaikan maketnya yang berseru minta segera diselesaikan.
"eh, kamu rael kan? salam kenal, aku wina." sapa gadis berparas imut itu.
rael yang seketika tersadar segera membalas uluran tangan wina dengan kaku, "rael, semester 3."
wina terkekeh melihat gelagat rael, "santai aja, kita seangkatan kok."
"gaada yang nanya, gausah sok akrab lo." balas rael yang tentunya hanya terucap dalam hati.
"oh iya, maaf ya jadi ganggu tadi. ini bara, anak fakultas hukum. tadi aku titip bahan buat ngelanjutin maket, eh ternyata dia sampe duluan." lagi-lagi tanggapan rael hanya anggukan kaku tanpa bersuara.
selagi dua sejoli itu kembali berbincang, rael dengan tergesa merapikan maketnya, memilih untuk menyelesaikan di kamar kos saja. takut nanti malah tidak bisa mengerjakan dengan tenang apabila hanya berdua bersama wina.
rael mengendap-endap keluar dari studio. rencana awalnya adalah bermalam hingga esok sehingga tidak kerepotan membawa maketnya.
namun pergerakan rael ditahan oleh sebuah tangan, yang sialnya adalah tangan bara. "bareng gue aja kalo mau balik, ribet kalo bawa begituan."
rael memejamkan matanya kesal karena rencana kabur diam-diamnya gagal. "gausah gapapa, gue udah biasa naik kereta."
"gaada kereta yang lewat jam setengah 12."
netra rael langsung tertuju kepada jam di pergelangan tangannya. benar saja, waktu telah menunjukkan pukul setengah 12 tepat. dalam hati, ia merutuki kebodohannya menolak ajakan jeyan untuk pulang bersamanya tadi. mau menelpon juga sudah terlambat, pemuda itu pasti sudah terlelap.
rael bimbang. antara menerima ajakan bara, atau mengambil resiko memesan taxi online yang baginya menakutkan untuk dinaiki sendiri di jam selarut ini.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.