Kita bukan kekasih. Aku pun tidak mencintaimu. Tapi kenapa? Saat kita berhenti berbicara, terasa sepi.
*****
Hari ini, seperti biasa aku melihat senyum Kak Rahagi yang semakin mengembang dengan hangat. Sangat bersinar higga menyalurkan sebuah semangat. Aku tahu penyebab senyuman itu. Hanya ada satu alasan kenapa senyum Kak Rahagi terbit tanpa kesudahan. Keteduhan sedang mendamaikan kalbunya. Aku turut bersuka cita akhirnya kasih yang selalu puisikan dapat diutarakan. Sajak-sajak cinta Kak Rahagi telah menggapai relung perempuan bernama Teduh.
"Rey"
"Apa Kak?"
"Mulai besok aku nggak bisa barengin kamu. Mungkin ... Aku juga akan jarang nemenin kamu di sini"
"Cie yang udah nggak jomlo"
"Makanya, nyatain cinta ke Candra gih. Biar ada temennya"
Kak Rahagi hanya tersenyum malu. Dia adalah tetangga sekaligus teman masa kecilku. Ayahnya adalah seorang arsitek, konsultan bisnis, dan belakangan ikut andil dalam dunia politik. Sangat sibuk hingga banyak waktu yang ia habiskan di rumahku karena tidak memiliki teman di rumah. Lucunya, Kak Rahagi bilang, ia sangat menyukai mamaku yang seorang pelukis dan ingin sekali menikahinya. Tentu itu hanya candaan sebelum mama menikah dengan ayah tiriku saat ini. Papaku kemana? Ia tidak ada ... Hanya sedang merayakan kedamaian dalam pelukan bumi pertiwi.
Kembali di mana aku berbincang ria dengan Kak Rahagi. Di balkon perpustakaan lantai atas. Kami sering menghabiskan waktu bersama untuk berkeluh kesah. Tentang apa lagi kalau bukan soal cinta anak remaja. Biasanya, aku akan membantu Kak Rahagi membuatkan puisi untuk Teduh. Sementara ia akan membantuku mencari buku yang mungkin bisa menaikkan kadar cinta kutu buku bernama Candra kepadaku.
Candra suka sekali membaca namun jarang ke perpustakaan. Alasannya karena perpustakaan di rumahnya jauh lebih besar dari yang ada di sekolah. Aku sempat mendengar kabar bahwa ayah Candra adalah seorang penulis. Wong Lio, nama penanya. Sayang penulis hebat itu sudah tidak ada. Aku gak mengenal Wong Lio. Kak Rahagilah yang memperkenalkannya padaku. Ia memiliki hampir semua karya Wong Lio.
Hanya beberapa buku ayah Candra yang pernah kubaca tanpa ia mengetahuinya. Entah mengapa, meskipun judul dan tokoh berganti. Seolah tulisannya adalah curahan cinta yang ditujukan hanya pada satu hati. Dan uniknya, tokoh utama wanita selalu di beri nama dengan nama Bunga. Apakah karya-karya itu memang hanya dipersembahkan untuk kekasih Wong Lio. Kalau begitu ... Beruntung sekali Candra memiliki ibu yang sangat dicintai ayahnya. Keluarganya pasti penuh cinta. Tak heran kenapa aura yang dipancarkan Candra selalu menenangkan walaupun mendebarkan.
"Oh ya Rey ... Aku hanya tidak barengi kamu sekolah. Tapi bukan berarti aku bukan temen kamu lagi ya"
"Que sera-sera ... Tapi jangan kakak kira aku mengikhlaskanmu ke teduh gitu aja ya. Kakak harus bayar tebusan supaya bisa pergi dariku, hehehe"
"Oh ... Nona tidak perlu khawatir. Hamba sudah persiapkan hadiah spesial untuk Nona"
"Apa? Duit lagi? Mentang-mentang fans pahlawan nasional. Ingat ya, aku nggak akan ikut keanehan kakak yang mata duitan dengan alasan mencintai para pahlawan"
Mendengarku Kak Rahagi tertawa lebar. Sangat renyah, dan ramah. Aku akan menyalin tawa Kak Rahagi dengan penuh rasa syukur. Sembari berdoa. Langgengkanlah rasa bahagia di hati kakak hamba ini Tuhan.
"Ingat ya ... 10 menit setelah aku keluar sini nanti kamu harus ke rak J4U"
Kata Kak Rahagi sambil menarik tanganku. Membalik telapak tangan dan mencoretkan sesuatu di sana.

KAMU SEDANG MEMBACA
Humour Of Library
Novela Juvenil"HIDUP SEJATINYA CUMA MENGUBAH KELUHAN MENJADI LAWAKAN" Sekuat tenaga Reyhan selalu memupus rasa yang tumbuh di dadanya. Perempuan tomboi itu memiliki trauma kecil yang tak ia sadari. Kenangan dimana mamanya disebut sebagai wanita penggoda melekat d...