Belum hilang letih Aldi sepulang dari Bandung kemarin, hari ini dia diminta pimpinan untukmeeting khusus berdua di ruangannya.
"Bagaimana laporan penjualan bulan kemarin, Di?" Atasan Aldi tanpa basa-basi menodongnya dengan pertanyaan begitu Aldi dia memasuki ruangan kantor dan menyerahkan berkas laporan, termasuk hasil evaluasi cabang di Bandung.
Pimpinan kantor pusat ini bernama Burhan Bachtiar. Meskipun menjabat direktur, usianya masih sekitar 45 tahun. Wajahnya tampan dengan tubuh yang tegap berisi. Serasi dengan rambut hitam mengilat dan disisir rapi. Menambah karismanya sebagai pemimpin.
"Dibanding bulan lalu, laba bersih turun 5%, kalau dibandingkan dengan bulan yang sama tahun kemarin, turun 8%, Pak," jawab Aldi sambil membolak-balik lembaran kertas laporan di tangannya.
Air muka Pak Burhan berubah tidak senang. Dia langsung melontarkan pertanyaan menohok.
"Kenapa? Bukankah kita sudah menjalankan semua idemu dalam memasarkan produk? Kita juga sudah merekrut karyawan khusus yang handle pemasaran online sesuai saranmu." Suara berat Pak Burhan begitu mengintimidasi.
Dia membuka lembaran laporan dari Aldi dan menggeleng-geleng melihat angka, tabel, dan grafik di sana. Aldi gelagapan, berusaha memberikan penjelasan.
"Iya, Pak, tapi karyawan itu udah resign minggu lalu, karena katanya tidak betah dengan suasana kantor," jawab Aldi merasa bersalah.
Posisi sebagai manajer pemasaran membuatnya paling bertanggung jawab atas kinerja perusahaan yang terus memburuk.
"Kamu kan, bisa pakai jasa agency, jadi tidak perlu repot-repot rekrut anak manja zaman sekarang yang dengan mudah keluar-masuk perusahaan hanya karena merasa tidak betah. Mereka pikir kita start up yang dengan gampangnya bakar duit?" Pak Burhan bersungut-sungut kesal.
"Dengan kebutuhan konten dan pemasaran kita, akan jauh lebih hemat merekrut karyawan, Pak. Saya sudah tanya beberapa agency untuk handle, tapi budget yang mereka minta di atas anggaran pemasaran kita. Untuk menutupinya, mau tidak mau akan berimbas pada harga produk. Sementara dengan harga saat ini saja, kita kesulitan menjualnya," Aldi memberikan argumen yang masuk akal.
"Terus bagaimana dengan serum antiaging yang baru dirilis?"
"Nggak ngangkat, Pak. Jauh di bawah target."
Perusahaan ini sebenarnya sudah lumayan lama bermain di pasar, tapi mulai kewalahan bersaing dan terus mencatat penurunan laba yang mengkhawatirkan. Selain gempuran brand baru yang lebih lincah dalam marketing, birokrasi kantor yang berbelit dan pegawai yang didominasi karyawan senior, membuat setiap perubahan daninovasi memerlukan waktu yang lebih lama untuk dijalankan. Ada saja hambatan dari mereka yang nyaman dengan status quo. Ide-ide kreatif dan inovatif dari pegawai yang lebih muda mentah di ruangan rapat sehingga pegawai muda menjadi malas untuk berkreasi. Ponsel Pak Burhan berdering memecah kebisuan.
Dia bicara sejenak di ponsel, "Halo? Iya ... Mungkin pulangnya malam. Nggak, nggak usah ditungguin. Kalian makan aja duluan. Papa ada janji dinner dengan klien." Dia meletakkan ponselnya, dan langsung menatap Aldi lagi.
"Apa rencanamu selanjutnya? Kita tidak bisa membiarkan perusahaan begini terus. Bisa-bisa kita harus ngurangin karyawan untuk efisiensi."
"Minggu lalu saya sudah koordinasi dengan Tim HRD, Pak. Mereka sudah membuka lowongan baru untuk posisi marketing. Seharusnya dalam bulan ini sudah ada penggantinya," jawab Aldi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan dalam Cahaya
DuchoweNote: Novel untuk pembaca berusia 18 tahun ke atas. Jalan takdir membawa Cahya memasuki fase hidup yang tak terbayangkan sebelumnya. Dalam pelariannya menyembuhkan luka cinta masa lalu, gadis itu tanpa sengaja memasuki kehidupan rumah tangga Aldi da...