2. Sapu Lidi

20 5 0
                                    

Happy Reading

🎀🎀🎀

Tepat di Jam 14.00 WIB, bel pulang sekolah telah berbunyi. Seluruh Siswa/i berhamburan keluar kelas. Bel pulang sekolah bagaikan surga bagi mereka, karena memang sangat lelah berhadapan dengan mapel-mapel yang berbeda setiap harinya.

Saras berjalan gontai, Zelyn sempat menawarinya tumpangan, namun di tolak oleh dirinya karena takut merepotkan. Zelyn yang bernotabene tak suka memaksa menuruti kemauannya Saras. Apalagi Zelyn tipikal orang yang sekali dibilang tidak, ya tidak.

Di halte, Saras menunggu angkot yang lewat. Untung saja Dewi Fortuna sedang berpihak pada dirinya, angkot yang sedari tadi ia tunggu pun tiba.

"Abang, Komplek Kencana ya." Ujar Saras kepada supir angkot tersebut. Supir itu hanya mengangguk sebagai jawabannya.

Penumpang di angkot cukup penuh, Saras sendiri sedikit kegerahan karena desak-desakan yang ada. Ia melihat jam di ponselnya, ternyata sudah jam 14.45 WIB. Saras cukup khawatir, ia takut kena marah Tante-nya karena pulang telat.

Tepat di jam 14.55 WIB, Saras sudah turun dari angkot, dari gerbang komplek ke dalam ia membutuhkan waktu untuk berjalan sekitar 5 menit. Kini Saras sudah memasuki pagar rumah Tante-nya. Baru saja dirinya memasuki rumah, suara Tante-nya sudah menggelegar.

"KENAPA BARU SAMPE JAM SEGINI?." Teriak Tante-nya, Saras menunduk takut.

"M-maaf tante tadi angkotnya cukup lama karena ramai penumpang." Takut, perasaan takut kini mendominasi dirinya.

Tante-nya mengambil Sapu lidi yang sudah disiapkan sedari tadi, "Kamu itu disini numpang! Tau diri Saras, ternyata emang bener ya kamu itu pembawa sial." Gebukan demi gebukan sudah menerpa kulit gadis itu, tubuhnya yang ringkih menerima kepedihan yang tak diinginkan semua orang.

"A-ampun Tante, aku minta maaf. Ampun"

"Sakit Tante, sakit.. hikss" Suara lemah itu terus merintih kesakitan, rasa sakit menjalar ke semua tubuhnya.

"Anak binatang, tidak tau di untung!"

"Najis kamu." Sapu lidi itu masih setia mengarah ke tubuh Saras, Saras sudah tak tahan lagi. Dirinya sudah benar-benar lemas, pandangannya mulai kabur.

"Ampun Tante.." Lirih Saras. Elsa, ia berhenti menggebuk Saras dengan sapu lidi, kini dirinya menatap Saras penuh kebencian.

Dengan rasa sakit yang teramat, Saras perlahan beranjak dan pergi untuk ke kamarnya. Kakinya, tangannya, bahkan pipinya terlihat bekas gebukan dari sapu lidi itu.

Saras menatap dirinya di cermin, ia terisak, ia juga merindukan Nenek-nya.

"Mbah... Saras takut" Lirihnya dengan nada terisak-nya.

"Hiks, aku takut ini biru-biru dan membekas." Matanya menelusuri luka-luka yang masih fresh, ada beberapa luka yang mengeluarkan darah. Meski hanya sedikit, itu sangat teramat perih.

"Kalo Mbah gak ninggalin Saras, pasti Saras gak akan kaya gini Mbah.."

"S-saras hiks, Saras lebih baik hidup berkecukupan sama Mbah di banding disini yang serba ada tapi Saras gak bahagia" Gadis itu mengusap air matanya yang terus jatuh tanpa ingin berhenti.

P A I NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang