Siapa gadis kecil itu?

33 3 1
                                    

Cedric berlari kecil menuju dapur. Pagi ini matahari bersinar cerah, membuat Cedric bersemangat memulai harinya. Anak itu mengambil sarapan yang telah dia siapkan. Sederhana, Cedric memanggang roti dan mengoleskannya dengan selai kacang kesukaan mamanya. Diisinya gelas dengan air lalu diletakannya di atas nampan. Anak itu mengangkat nampan berisi sarapan, dan dengan sigap berjalan menuju kamar. Sang mama telah menunggu di atas ranjang.

Sudah lewat satu bulan dia dirawat, akhirnya Genivee diperbolehkan pulang. Tapi Genivee hanya bisa duduk diatas ranjang atau kursi roda jika ingin keluar. Sebelumnya, saat mendapat kabar bahwa Genivee diperbolehkan untuk pulang, berkali-kali Ovhia memohon pada wanita itu agar dia bisa membantu merawatnya, bahkan menyuruh ibu-anak itu tinggal di rumahnya. Namun, apa yang diharapkan dari Genivee Dergant yang keras kepala itu? Tentu saja hanya gelengan tanda tak setuju yang Ovhia dapatkan. Tapi Ovhia tahu, Genivee begitu karena merasa tidak enak dan dia berkata bahwa dia dan Cedric bisa sendiri. Dan tentu saja, Genivee selalu membuka pintu kapan saja untuk Ovhia yang sering menjenguknya.

Melihat Cedric yang cekatan, Genivee tersenyum lembut. Namun, jauh di dalam lubuk hatinya, Genivee sangat tidak ingin melihat anaknya bersusah payah membantu mengurus mamanya. Sungguh, wanita itu kadang menyesali perbuatannya. Dia jadi sedih melihat Cedric harus bekerja sendirian. Bagaimanapun ini semua tanggung jawabnya. Di saat anak-anak seusianya bermain bersama di luar, sementara Cedric memilih untuk tinggal di rumah.

"Ma? Mama baik-baik saja?" tanya Cedric kebingungan ketika melihat Genivee melamun.

Spontan Genivee tersadar, "Ah iya, Mama tidak apa-apa. Ngomong-ngomong hari ini sarapan apa?" tanya Genivee sambil tersenyum hangat.

"Tadi aku membuat roti panggang selai kacang kesukaan Mama! Aku juga menambahkan berry yang aku petik di belakang rumah," ucap Cedric senang, tangannya meletakan sarapan di atas meja nakas.

"Uwah, terima kasih Sayang, kelihatannya sangat lezat," sahut Genivee sambil menepuk pelan tangannya.

"Oh iya, Cedric sudah sarapan?" Genivee mengingat yang tadi dia lihat, dimana Cedric bangun sangat pagi untuk beres-beres dan membuat sarapan.

Cedric mengangguk kecil, "Sudah, Ma. Kalau begitu Mama makan yang banyak, ya? Aku harus menjemur pakaian dulu," jawab Cedric sambil tersenyum tipis. Tangan kecilnya terangkat mengusap pelan rambut Genivee sebelum dia pergi keluar kamar.

Seketika Genivee terdiam, tak bisa berucap apapun. Spontan wanita itu menangis, tak mampu menahan air mata yang hendak lolos dari tadi. Genivee menutup mulutnya agar Cedric tidak mendengar tangisannya. Hatinya campur aduk. Dia bahagia dan bersyukur mempunyai Cedric, namun di sisi lain wanita itu merasa bersalah begitu melihat Cedric yang tidak mengeluh dalam pekerjaannya, malah anak itu sangat bersemangat.

"Maaf... Maafkan Mama yang penyakitan ini, Cedric. Sungguh, aku sangat tidak tega melihatmu seperti itu. Maafkan aku yang lemah ini...," tangis Genivee semakin menjadi-jadi. Hatinya sakit, kepalanya juga sakit. Wanita itu perlahan menghela napasnya dan mencoba tenang. Jangan sampai dia pingsan atau semacamnya. Karena dia malah menambah beban Cedric nantinya.

"Terima kasih, Nak. Sebanyak apapun aku berterima kasih, kurasa itu tidak bisa membayar semua kerja kerasmu. Maafkan Mama, Cedric."

***

"Kruyuuk...," suara perut meronta-ronta meminta makanan, memanggil Cedric yang tengah fokus menjemur pakaian.

"Kenapa aku masih lapar? Padahal aku sudah minum susu tadi. Walau hanya segelas, setidaknya itu bisa tahan sampai siang nanti," ucapnya pelan. Cedric sering berdialog pada dirinya sendiri, menurutnya itu menyenangkan.

A Ceramic DollTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang