Audrey, namanya.

35 3 0
                                    

Matahari bersinar terang, awan-awan putih tersebar di mana-mana, menandakan cuaca hari itu cerah. Cedric menatap pantulan dirinya di cermin, sambil merapikan rambut dan kemeja kotak-kotak berwarna putih dan hitam yang dia pakai. Dirasanya sudah rapi, anak itu pun beranjak keluar kamar dan menemui mamanya. Matanya tertuju pada ruang tamu yang sudah terisi oleh beberapa orang di sana.

"Selamat pagi, Mama," sapa Cedric tersenyum hangat.

"Oh, astaga! Selamat pagi, Sayang. Hari ini kau tampan sekali," Genivee memeluk erat putranya itu.

"Terima kasih, Ma. Mama juga pagi ini jauh lebih cantik dan menawan," balas Cedric. Memang benar, Genivee terlihat jauh lebih segar dan cantik karena gaun lilac yang Ovhia pilihkan. Juga wanita itu merias Genivee dengan riasan sederhana, yang membuatnya terlihat sangat anggun.

"Sudah siap untuk pergi? Hari ini kita harus berbelanja kebutuhan sekolahmu, kan, Cedric? Claudine juga ikut, dia sudah menunggu di mobil," Ovhia menimpali, ibu-anak itu serempak mengangguk.

Tak butuh waktu lama, mereka sudah sampai dan segera mengelilingi tempat itu, sambil mencari barang yang mereka butuhkan. Dengan semangat Claudine menarik tangan Cedric ke toko langganannya. Di sanalah, toko terbesar di kota itu, bisa dikatakan barang yang dijual sangat lengkap. Walaupun Genivee masih menggunakan kursi roda, karena kakinya yang lemah, banyak orang yang ingin membantu mendorongnya, karena dulu wanita itu di kenal baik hati dan dermawan. Mereka juga menanyakan bagaimana kabar Genivee dan putra kecilnya itu. Para pegawai di sana sangatlah ramah, mereka menyapa pelanggan dan membantu mereka memilihkan barang yang pas.

Sudah sekitar 30 menit mereka di sana, tangan kecil Cedric sudah terisi dengan tas-tas belanjaan yang berisi semua kebutuhan sekolahnya. Mereka juga sempat membeli croissant dan croffle untuk makan siang nanti. Beberapa stok bahan makanan juga tidak dilewatkan. Genivee juga sempat membeli beberapa kain di toko pakaian, bahkan Cedric pun turut membeli benang untuk mamanya yang hobi menjahit.

Terakhir, mereka mengunjungi toko boneka, Claudine lah yang membawa mereka ke tempat istimewa itu. Benar-benar seperti istana boneka, tersedia semua jenis boneka, dari yang berbentuk beruang, kelinci, dan sebagainya. Namun, ada satu boneka yang menarik perhatiannya, boneka dari benang woll berbentuk manusia dalam ukuran kecil. Claudine memegang salah satunya, boneka berbentuk gadis perempuan, yang memiliki rambut merah dikepang, dengan mata dari kancing hitam.

Sambil tersenyum sumringah, dia mengangkat boneka itu dan menatap ibunya penuh harap. "Tidak, kau sudah punya banyak boneka di rumah, Claudine," jawab Ovhia sambil menggelengkan kepalanya.

Bisa ditebak reaksi gadis mungil itu, ya, dia menunduk sedih. Dengan berat hati, dia meletakan kembali boneka itu ke tempat asalnya. Genivee yang melihat itu tersenyum kecil, terbesit di pikirannya suatu ide. Wanita itu membisikkan idenya ke Cedric, yang membuat putranya mengangguk beberapa kali, dengan senyum lebar menghiasi wajahnya. Kali ini entah apa yang ibu-anak itu rencanakan, tidak satupun bisa menebak rencana mereka, benar-benar keluarga yang menarik. Hari itu semuanya berjalan lancar, di perjalanan pulang, Claudine banyak bercerita tentang sekolah, bahkan dia sangat tidak sabar menanti Cedric untuk datang ke sekolahnya. Anak laki-laki itu ikut tersenyum kecil menanggapi ocehan Claudine. Ya, dia pun tidak sabar untuk bersekolah.

***

Terdengar suara derap langkah kaki dari kamar, Genivee yang sedang berbincang dengan dua pembantu di rumahnya langsung menoleh ke asal suara. Perlahan Cedric muncul, senyumnya mengembang saat melihat Genivee melambai-lambai ke arahnya. Anak itu memakai seragam sekolah dan menyandang tas cokelat yang dia beli lusa kemarin. Segera Maria dan Kay menunduk, memberi salam kepada Tuan barunya.

A Ceramic DollTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang