LAP 2 : Semesta Dan Jawabannya

562 135 33
                                    

Apakah semesta diciptakan untuk bermain-main dengan kehidupan dari orang yang dilahirkan dan singgah sementara dibumi?

—————































Ruangan yang didominasi warna putih dan biru laut dengan bau khas obat-obatan sudah menjadi hal yang sudah biasa bagi dirinya beberapa tahun terakhir ini. Allen tersenyum menatap sang ibu yang tertidur dibangsal rumah sakit.

Alat-alat yang terpasang ditubuh sang ibu membuat wajahnya berpaling. Sial, matanya berembun. Hatinya merasa hancur begitu mengingat sang ibu juga didiagnosis memiliki penyakit jantung koroner.

Haha, kata orang-orang kalau sudah besar tidak boleh menangis. Kalau prinsipnya begitu, Allen meminta pada Tuhan bahwa kehidupan dewasanya jangan terlalu banyak diberi sayatan luka dan garam.

"Sayang, sejak kapan kamu disini?"

Allen menoleh cepat begitu suara lembut milik sosok yang amat dicintainya terbangun.

Jari-jari dengan kulit berwarna pucat pun digenggam dan diciumnya dengan lembut membuat Sooya tersenyum cantik mengusap rambut hitam kelamnya.

"Allen baru aja datang kesini kok hehe. Eh, mama mau gulai ikan?" tanya Allen mengangkat kantung plastik dan Sooya tentu tidak menolak. Itu makanan kesukaannya apalagi dimakan bersamaan dengan papeda.

"Sini mama suapin, kita makan bareng-bareng ya," ujar Sooya mengangkat sendok kearah mulut Allen yang langsung menerimanya dengan senang hati.

Mereka berdua makan dalam diam. Sebab Sooya melarang Allen untuk bercanda disaat sedang makan.

Andaikan kalau mamanya tahu ketika Allen bersama dua sahabat gilanya disaat makan bersama bisa tamat riwayatnya.

Selepas meminum air putih selepas makan, Sooya menatap punggung sang anak yang membelakangi tengah sibuk membuang sampah bekas makanan.

"Allen," panggilnya pelan dan Allen menghampiri mengira ibunya butuh sesuatu.

"Kayaknya mama gak usah pake layanan rawat inap begini lagi. Mama udah mendingan kok."

Tidak, ini pembahasan yang sejujurnya Allen benci ketika bersama ibunya.

"Mama kalau ngomong begitu cuma karena kasian sama Allen mending gak usah ma," sahut Allen menghembuskan nafasnya pelan.

"Allen cuma mau mama sembuh total gak pake embel-embel mending. Penyakit kalau disepelekan terus kita gak tahu kedepannya gimana karena Tuhan lebih banyak berperan didalamnya," sambungnya lagi. Tenggorokannya sakit menahan tangis.

Tangis Sooya pecah seketika. Sudah cukup rasa sakitnya ketika ditinggal pergi oleh sang suami, ia merepotkan sang anak hanya karena berjuang mencari pendapatan untuk pengobatannya.

Hidup Allen seharusnya seperti remaja pada umumnya, bersenang-senang dan berkuliah seperti yang dia inginkan.

"Maafin mama bikin hidupmu repot, Allen. Mama minta maaf."

Hancur sudah dinding pertahanannya. Allen memeluk tubuh sang ibu dengan air mata yang tanpa permisi jatuh memperlihatkan kerapuhannya.

"Mama bilang apa sih?" Allen menangis seraya terkekeh kecil menutupi rasa sakitnya.

"Allen seneng loh nyari duit diumur muda begini. Berarti kan aku pekerja keras, bisa nyenengin mama juga dan beli kebutuhan lain pake uang aku sendiri," Sooya tersenyum sendu dibalik pundak lebarnya.

"Jangan sedih lagi ya mama cantik. Coba jari kelingkingnya mana?" ucap Allen menyodorkan jari kelingkingnya dan berhasil membuat Sooya tertawa gemas.

"Janji semangat sembuh buat Allen!" ucap antusias Sooya hingga ruang itu dipenuhi canda tawa kembali setelah sempat suasana lara sempat datang tanpa diundang.

Three Act Paradigm [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang