PROLOG

53 6 1
                                    

Merindukan mu adalah aksara yang tidak pernah aku jumpai maknanya.
Mencintai mu adalah frasa yang selalu ingin aku simpan setiap katanya.

Waktu tak pernah tahu, bahwa aku selalu berusaha ingin memutarnya kembali dalam beberapa kepingan cerita, tetapi aku tahu, waktu tidak akan pernah mengulangi setiap detik yang pernah terlewat.

Aku merindukan setiap detik itu, setiap detik bersama mu dan setiap detik tanpa dirimu. Kamu adalah lara yang selalu aku cintai kehadirannya.

Lara yang mendewasakan ku tanpa rasa benci dan cinta yang membuat mu berlayar dengan bebas tanpa ada halangan ombak dari sisi mana pun.

Apakah kamu merindukan hal yang sama? Arunika akan selalu ku jaga sebagaimana kamu menjaga cinta itu untuk ku.

- Airin Aurelia

***

Rinai hujan membasahi setiap jalanan di Ibu Kota pada sore hari itu, rintik-rintiknya berhasil membuat semua orang yang berada diluar seketika berlarian untuk mencari tempat meneduh. Tetapi, disyukuri hujan pada hari itu dengan cepat mereda hingga hanya menyisakan genangan air di jalanan.


Airin, wanita tersebut juga baru saja dibawa pergi oleh mobil yang melaju dari halaman rumahnya ke suatu tempat yang sudah menjadi aktivitas sehari-hari bagi Airin sendiri.

Mata hitam kecoklatan itu melirik setiap kegiatan orang-orang lewat jendela mobil, termasuk beberapa anak sekolahan yang baru saja pulang saat itu. Bibir tipis yang merah alami itu menyunggingkan sepintas senyum melihat dua anak remaja yang terlihat seperti sepasang kekasih sedang bercanda ria di jalanan sembari bermain dengan genangan air.

Entah apa yang istimewa dari aktivitas sepasang kekasih itu namun berhasil membuat seorang Airin Aurelia menyunggingkan senyumnya.

Mobil yang membawanya pun berhenti tepat di depan gerbang sekolah menengah pertama. Tak menunggu lama, seorang gadis cantik dengan rambut yang dikepang masuk ke dalam mobil tersebut, duduk tepat di sebelah Airin.

Airin menoleh pada gadis cantik disebelahnya itu, membuang muka ke arah jendela. Airin tersenyum lalu menepuk pelan pundaknya, “Apakah saya telat, nona?” Gadis itu hanya menoleh sebentar lalu kembali membuang mukanya.

“Jalan pak..” Kata Airin kepada pak supir yang segera melajukan mobilnya.

“Emm, kayaknya harus beli es krim lagi nih,” ucap Airin seraya melirik gadis disebelahnya.

“Oh atau cake?” Gadis itu perlahan menoleh pada Airin dan tersenyum dengan sumringah lalu mengangguk bersemangat.

Airin tertawa, “Oke deal!”

“Maaf ya, mom—” gerakan tangan Airin terhenti ketika gadis itu menggenggam tangannya, lalu menggeleng membuat Airin mengernyitkan kedua alisnya. Gadis itu bergerak menulis sesuatu pada notebook yang tergantung di lehernya.

Nggak usah minta maaf, mommy nggak salah kok, Arun cuma bercanda, tapi yang tadi udah deal kan jadi nggak bisa di cancel.”

Airin menatap gadis itu yang tersenyum jahil, lalu ia menggelitiknya hingga mereka berdua tertawa dalam senyap. Arunika menulis sesuatu lagi di notebook, lalu mengarahkan pada Airin yang segera membaca tulisan yang ada disana.

Papi kapan pulang?

“Katanya sih besok, soalnya Papi bilang masih ada beberapa urusan lagi yang harus diselesaikan.” kata Airin lewat gerakan tangannya yang dibalas anggukan kecil oleh Arunika.

Airin menatap keluar jendela mobil lagi dan rintik hujan lagi-lagi turun membasahi jalanan untuk ke dua kalinya. Airin tersentak ketika Arunika menyenderkan kepala di bahunya seraya menutup mata.

Airin menyentuh bahu gadis itu dengan telunjuknya, lalu menggerakkan tangannya bertanya, “Ada sesuatu?”

Arunika menggeleng pelan lalu membuat sebuah kalimat lewat bahasa isyaratnya, hujan selalu berhasil membuat ku terbawa suasana.

Airin tersenyum lalu ikut menyandarkan kepalanya pada kepala Arunika. “Itulah mengapa Arunika itu adalah nama yang cocok untuk mu, Arun.”

Dan diberikan oleh orang yang kita berdua cintai.

-hiraethAirin

-hiraethAirin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hiraeth AirinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang