Suasana siang hari di dalam kelas cukup membuat orang yang berada dalam ruangan itu menampakkan suasana yang beragam. Ada yang kepanasan padahal 5 kipas angin sudah menyala, ada juga yang tertidur di pojok sebelah dinding, ada juga yang diam diam mengambil kesempatan menghabiskan bekalnya ketika guru sedang berpaling ke papan tulis. Tetapi, ada juga yang masih kuat menatap ke depan meski pikiran sudah kemana-mana.
“Raka Nazidan..” Raka mengangkat tangannya ketika guru tersebut mengeja namanya.
“Murid baru ya?”
“Iya Bu.”
“Kesini Raka,” Raka berdiri membuat seluruh murid menatapnya, ia berjalan menuju ke meja guru. “Ada apa Bu?”
Guru itu sedikit menurunkan kaca matanya, menatap Raka dengan tatapan intimidasi. “Kamu abis berantem ya?”
Raka menggeleng cepat, “Enggak kok Bu, saya anak baik-baik.”
“Loh itu muka kamu kenapa luka semua? Nggak mungkin loh ya kecelakaan, satu dipelipis, satu disudut bibir, di pipi juga.. saya ini guru bimbingan konseling, jadi sudah tahu betul soal yang begini!”
Airin yang mendengar itu dari tempat duduknya, langsung memalingkan wajahnya, pura-pura membaca buku seakan ia tidak mau tahu dengan urusan tersebut.
“Iya Bu, sebenarnya saya nggak berantem tapi ini cuma kesalahpahaman aja.”
“Kesalahpahaman gimana maksudnya?”
Di dalam hatinya, Airin merutuki dirinya sendiri, merutuki Raka jika laki-laki itu berani menyebut namanya dan juga merutuki Kefin.
“Iya jadi kemarin tuh, saya nggak sengaja pegang tangan cewek Bu, dan pacarnya marah terus langsung mukul saya Bu. Mungkin karena saya wajah baru, jadi pacarnya kira saya penyusup yang mau nyulik pacarnya.” jelas Raka yang membuat Airin tercengang mendengarnya.
“Penyusup pake seragam lengkap sekolah ini? Ada-ada aja kamu, pokoknya saya berharap kamu bisa mematuhi peraturan yang ada di sekolah ini dan menjadi siswa yang baik dan berprestasi. Kamu boleh duduk.”
“Baik Bu.” Raka berbalik, ia melirik Airin sebentar yang tertangkap basah tengah menatapnya heran.
Bel pulang sekolah berbunyi lantang membuat kelas menjadi berisik kembali karena murid yang grasak-grusuk bersiap untuk cepat pulang. Memang hari ini adalah hari yang cukup membuat mereka lelah saat istirahat pertama digantikan dengan sosialisasi anti merokok.
“Rin, nanti ya gue balikin buku catatan fisika lo belum selesai soalnya, nanti gue ke rumah lo deh!”
Airin mengangguk sembari menutup resleting tasnya, “Kabarin aja ya.. takutnya gue nggak di rumah.”
“Okay! Eh by the way, lo pulang sama siapa? Soalnya gue nggak lihat lo bawa motor tadi.” Naya ingat betul biasa ia melihat Airin memarkirkan motornya di tempat biasa tapi hari ini ia tidak melihat keberadaan motor gadis itu.
“Oh iya, hari ini gue nggak bawa motor. Mungkin gue pesan Go-Jek aja.”
“Oh yaudah, hati-hati ya! Gue duluan, udah ditungguin sama bebeb gue.” Airin tertawa pelan seraya memasangkan tasnya, setelah Naya meninggalkan kelas. Airin selalu mengecek laci mejanya terlebih dahulu sebelum pulang.
Dirasanya sudah aman, Airin segera melangkah kan kaki keluar kelas namun baru saja selangkah kakinya keluar dari kelas, ia dikejutkan dengan dua sosok manusia yang menghadangnya.
“Airin/Wakil!”
Airin menatap heran Raka dan Riyan yang tiba-tiba saja muncul berbarengan di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth Airin
Teen FictionMungkin, bersama mu banyak sekali hal yang selalu ingin aku perbaiki, banyak rencana gagal yang ingin aku susun kembali, banyak waktu yang ingin ku rebut kembali saat aku masih menjadi satu-satunya orang yang paling kau cintai, namun kini kita hanya...