Diplomat - 3

418 59 5
                                    

Begitu sampai di studio, Mark yang paling semangat. Dia bahkan sampai lupa membantu Papa turun dari mobil. Setelah serangan stroke ringan kemari, Papa sedikit kesusahan melakukan aktifitas ringan salah satunya turun dari mobil.

Bara semangat Mark bikin Matt bertanya-tanya dalam diam. Ada apa gerangan anak satu-satunya ini begitu semangat untuk sepasang perhiasan yang belum tentu mereka bawa pulang hari ini.

Keduanya segera masuk. Meja pemesanan tengah penuh oleh pelanggan lain alhasil keduanya melipir melihat-lihat gemerlap perhiasan yang dipajang dan beberapa prototipe benda berharga yang dipamerkan dalam bentuk sketsa atau miniatur duplikat.

Matt terbuka dengan bagaimana detail dari perhiasan di display begitu memanjakan mata tuanya. Matt hendak memanggil Mark tapi yang dipanggil malah adu tatap dengan seseorang di tangga, yang nampaknya merupakan pegawai studio ini terlihat dari seragam dan name tag. Matt menatap keduanya bergantian dan tidak punya ide sama sekali selain mungkin Mark dan anak itu dulunya pernah berteman atau sekedar kenalan kemudian saling kaget satu sama lain karena tidak pernah bertemu setelah sekian lama.

"Mark!' Matt mengibaskan tangannya meminta atensi sang anak. Matt yakin Mark tidak akan memutuskan kontak mata bila dia tidak memanggilnya.

"Liat deh, bagusan liontin yang bentuknya lingkaran atau persegi panjang gini? Bagusnya pakai emas aja atau batu mulia lain? Pendapat kamu gimana?"

"Liontinnya kombinasi aja, Pa. Lebih bergaya ngikutin trend." Jawab Mark sekenanya sambil lirik-lirik ke pegawai itu.

"Gitu ya? Tapi kalo liontinnya emas semua juga kan bagus, lebih otentik gitu."

"Papa gak suka dikombinasikan lingkaran emas gini? Cantik loh, Pa." Mark menunjuk dipslay yang dia maksud. Selain mencuri-curi pandang.  Mark ikutan tersenyum kecil waktu sosok yang dia lihat tersenyum ramah sambil menjelaskan dengan sabar pada pelanggan di depannya.

Matt makin merasa ada yang tidak beres.

"Jadi yang kotak, persegi panjang atau bulat?" Matt bermonolog sembari menyikut tulang rusuk Mark karena tak bisa melepas tatap seolah pandangannya dikunci untuk hanya melihat pegawai itu. Bikin Matt jadi ikutan menjatuhkan pandangan ke anak itu.

Matt sadar anak yang Mark tatap begitu indah dilihat dari berbagai sisi. Senyumnya Matt akui lebih manis dari rasa manis itu sendiri. Jenis wajah yang tidak akan bosan dipandangi; tulang hidung tinggi, bibir kecil, dan pipi berisi. Tapi jelas itu bukan alasan kuat sampai Mark terusan melirik ke arahnya. Sebab Matt tahu pandangan kagum dan padangan memuja itu berbeda.

"Kita lihat dulu desainnya Pa, baru tentukan mau yang mana. Itu Pa, giliran kita." jawab Mark lancar seolah tidak merasa dia barusan ke gap.

Mark menggiring Papa duduk di kursi yang tersedia. Mark sudah menyiapkan senyum kecil jadi saat kedua matanya bertemu dalam titik yang sama dengan mata sosok itu. Seperti setting default, wajah Mark langsung memancarkan keramahan. Pertemu sesingkat 2 detik yang begitu lambat bagi Mark.

"Selamat siang." Renjun mengumbar senyum ramah. Dalam hati berharap semoga kali ini senyum di wajahnya tidak terlihat berlebihan. "Saya Renjunaris. Customer service yang akan membantu memutuskan perhiasan yang cocok."

"Hai, Renjun. Saya Conan Lee."

Jelas sekali suara ramah Mark menimbulkan reaksi berbeda dari Matt dan Renjun dengan begitu kentara.

Alis Matt naik sebelah. "Sejak kapan nama kamu jadi Conan?"

"Ada deh. Saya Mark Lee, Renjun." Mark mengoreksi. "Kamu ingat saya?"

Renjun mengangguk mengumbar senyum. "Kabar baik, Kak?"

"Kayak yang kamu lihat."

"Kalian saling kenal?"

Diplomat [MarkRen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang