Prolog; Katanya, Putraku

506 37 3
                                    

Dia Osaka, cowok nakal yang sialnya harus menjadi korban brokenhome ketika usianya yang masih balita. Cowok yang sering dipanggil dengan nama singkat Osak/Saka oleh temannya ini hidup hanya bersama dengan Tuhan. Alias, dia sendirian.

Lantaran kedua orang tuanya yang tak mau menerima kehadirannya, Osaka harus menelan kenyataan pahit itu dengan tinggal di panti asuhan yang tak membuatnya nyaman. Terlebih semenjak Ibu dari panti tersebut meninggal dunia dan digantikan oleh putrinya, Osaka menjadi semakin tak betah.

Hingga akhirnya Osaka kabur dari sana dengan tanpa membawa uang sepeser pun. Bermodalkan nekat dan optimis dengan Tuhannya, Osaka berhasil untuk tetap hidup. Walau sifatnya memang agak urakan karena tak ada yang mendidiknya dan suka bersikap sekenanya, Osaka masih tetap waras hingga saat ini.

Namun bukan manusia kalau tak pernah disinggahi masalah dalam hidupnya. Hari-hari Osaka yang tentram tiba-tiba porak-poranda akibat kehadiran seseorang di masa lalu. Orang yang paling Osaka benci dan membuatnya mual, datang dengan seenak jidat dengan menarik tubuhnya paksa untuk tinggal bersama.

Apakah Osaka akan pasrah dan mengikuti kemauan mereka? Atau sebaliknya, dia berusaha mencari seribu satu cara untuk kabur?

"Biadab kayak lo nggak pantes ikut andil di kehidupan gue. Najis. Mending gue hidup di tengah gunungan sampah daripada harus tinggal sama manusia penghuni jahanam kayak lo!"

Terlalu dalam luka yang orang tuanya sendiri torehkan padanya, sehingga membuat Osaka menjadi sekeras ini. Dia sulit untuk diluluhkan. Apalagi oleh orang yang jelas-jelas menjadi penyebab hidupnya berantakan.

"Osaka, Ayah tau, Ayah salah. Maka dari itu, biarkan Ayah dan Ibumu ini menebus kesalahan kami di masa lalu."

Wanita yang baru disangkut-pautkan itu mengangguk setuju. Ia berusaha meraih lengan Osaka, tetapi selalu saja ditepis dengan kasar.

"Iya, nak. Kami ini 'kan masih orang tua kamu."

"Kalian? Orang tua?" Osaka terkekeh sumbang. Ia meludah di lantai kinclong yang dia pijak tanpa merasa bersalah. "Ngarang. Mereka udah mati."




















O S A K A

──────────────────────────────























Sumpah! Demi langit dan bumi yang menjadi saksi, Osaka bosan setengah mati. Cowok itu berguling ke kanan dan kiri secara berulang kali. Setelah menghabiskan satu bungkus rokok, dia dilanda kegabutan yang tak dapat dibendung lagi. Jiwa-jiwa yang menjerit meminta main, memaksa Osaka untuk beranjak, tapi tak jadi.

Lantaran kuda hitam-nya diambil paksa oleh salah satu manusia tak berguna yang sialnya cukup berperan penting dalam kehidupannya. Osaka hilang akal. Dia tak tahu akan melakukan sesuatu apa lagi untuk menghilangkan rasa bosan yang menguar dalam dirinya.

"Gue mau ngapain, sih?" tanyanya seraya mengusap tengkuk. Kemudian duduk bersila. Rokoknya telah tandas. Tak ada satupun yang dapat dinikmati. "Rokok abis, duit nipis. Info balap?"

Osaka mendengkus sekali lagi. Ia melirik ponsel yang dibiarkan menganggur karena tengah diisi baterai. Sepi sekali. Tak ada notifikasi apapun dari sana. Sekali pun dari tiga sesepuh yang tak kunjung menghampirinya.

Indekos yang dihuninya kurang lebih tujuh tahun tersebut juga belum dibayar dari dua bulan yang lalu. Alasannya klise, dia tak memiliki uang untuk membayarnya. Untungnya, pemilik indekos-nya juga berbaik hati untuk meringankan pembayarannya. Beliau memang baik, seringkali memberi Osaka makanan ketika tengah masak besar. Tak jarang juga memberikan uang jajan kepadanya karena tahu Osaka hanya tinggal sendirian.

O S A K ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang