Tiga member cuker akhirnya tiba di depan rumah megah milik Jeffrey Byantara tepat setelah langit berubah gelap. Begitu sampai di depan gerbang, mereka dibuat melongo seakan tak percaya. Rumah yang kini mereka jumpai adalah rumah termegah yang pernah dilihat langsung setelah rumah Kaivan dan keluarganya. Bahkan Kaivan saja--yang notabenenya paling sultan di antara mereka--mengakui bahwa rumah itu lebih megah dari rumahnya.
"Ini kita gak salah, bro?" Kaivan yang bertanya. Sementara Raka menggeleng. Ia menunjukkan ponsel-nya kepada Kaivan. Di mana titik lokasi alamat rumah Jeffrey Byantara sudah benar adanya. "Beneran ini, ding."
"Hilih. Lo gak percaya kalo ini rumah bokapnya Osak, ya?" tanya Malih dengan pandangan agak meremehkan.
"Ya barangkali salah? Gue juga gak pernah denger nama dia dari bokap."
"Emang bokap lo harus banget tau semua?"
"Iya, kalau bisa harus tau siapa aja yang punya perusahaan gede dan bisa diajak kerja sama."
Malih mengangguk paham. "Pantesan duit bokap lo gak abis-abis. Orang yang dicari perusahaan gede. Ngeri!"
Kaivan hendak membalas, namun Raka mulai menginterupsi untuk mendekatinya yang berdiri dengan jarak tiga meter dari Kaivan serta Malih. Dia sudah berbicara dengan satpam dan penjaga khusus seperti pengawal. Malih pun bertanya-tanya dengan diri sendiri. Sejak kapan dia ngomongnya?
"Boleh masuk, asal tunggu di depan sana, ya."
Salah satu pengawal dengan setelan seragam hitam lengkap dengan senjata legal di ikat pinggangnya, menunjuk tempat duduk di depan samping rumah tersebut. Lantas mempersilakan tiga bocah itu masuk.
Raka mengangguk sopan dan mengerti. Akhirnya ia pun menyuruh dua orang yang mengekor di belakang untuk mengikutinya.
Sesampainya di tempat, Malih langsung saja melempar pertanyaan. "Gampang amat lo minta ijinnya. Gimana bisa? Perasaan, kalo masuk rumah orang penting, apalagi yang gede banget kayak ini ya, harus sama kastanya. Orang penting juga."
Raka menyengir lebar. "Ngandelin nama bokap. Bokap gue kenal baik sama Pak Jeffrey."
Kaivan tampak terkejut. Ia mendekat kepada Raka, lalu berbisik, "trus kenapa pas orangnya nyamperin Osaka di kosan waktu itu, lo diem doang? Bahkan lo juga emang kayak gak pernah liat, sebelumnya."
Raka menaruh bola mata di atas. Mencari jawaban atas pertanyaan barusan. "Gue lupa dan gak sampe kepikiran pernah liat, sih. Lagi pun gue taunya dari tv, trus cerita dari nyokap gue sebelum kita sampe sini."
Kaivan dan Malih mengangguk paham. Sampai akhirnya memilih diam. Seusai itu, tak lama si pemilik rumah menghampiri.
"Kalian lagi. Ada apa kemari?"
Mereka bertiga langsung beranjak dari duduknya. Raka menunduk sopan, lalu menjawab, "kami ingin bertemu--"
"Osaka sedang istirahat. Dia tidak bisa diganggu. Kalau hanya untuk itu, lebih baik kalian pulang."
Raka menahan Jeffrey yang hendak pergi dengan sopan. Ia lalu menempatkan diri di depan Jeffrey. Membungkuk hormat, lantas menyatukan kedua tangan di depan tubuh.
"Maaf sebelumnya, Pak. Saya dan mereka ini datang kemari hanya ingin memastikan kalau Osaka baik-baik saja. Kami khawatir, Pak. Bagaimana pun juga, Osaka teman dekat kami. Apalagi, maaf banget, Pak Jeffrey bawa Osaka juga agak memaksa."
Jeffrey hanya diam dengan wajah datarnya. Memperhatikan bocah di depannya berbicara.
"Sekaligus kami juga memastikan kalau, apa benar Pak Jeffrey ini Ayah dari Osaka?"
KAMU SEDANG MEMBACA
O S A K A
Teen FictionDia Osaka, cowok nakal yang sialnya harus menjadi korban brokenhome ketika usianya yang masih balita. Cowok yang sering dipanggil dengan nama singkat Osak oleh temannya ini hidup hanya bersama Tuhan. Alias, dia sendirian. Namun bukan manusia kalau t...