3/perfect strangers

703 166 12
                                    

Terakhir kali Lisa setegang ini adalah ketika ia berada dua kaki di samping supervisor tim hockey di kafetaria kampus.

Sekarang? Jangankan merasa tegang. Lisa tidak kabur dan menggali liang kuburnya saja sudah merupakan sebuah pencapaian.

Lisa kini duduk di samping Taeyong Lee. Di sebelah kirinya Mark Lee, bintang baru tim baseball. Ada juga gadis manis bernama Minji, figure skater muda yang namanya mulai terpampang di mana-mana. Lisa positif ia mendengar beberapa senior dan profesor sudah mengincarnya. Di sebelahnya ada Kazuha, balerina profesional. Di meja yang berlawanan duduk pro-rugby player Johnny dan Lisa masih menganga melihat wajah para pensiunan atlet nasional hingga internasional yang duduk satu meja bersama.

Gen Lee memang mengerikan.

"Jadi, Lalisa?" tanya ibu Taeyong, yang tampak paling tertarik dari semuanya. Matanya berbinar-binar. "Bagaimana ceritanya kalian bisa bertemu?"

Di frat party, pikir Lisa dalam hati. Aku memuntahi tuksedo putramu.

Cough. Taeyong menyembunyikan dehemannya di balik tangan. Jelas memberikan tanda untuk Lisa bahwa mengatakan yang sebenarnya adalah gerakan yang salah.

Lisa menutup mata. Menghela napas, membuka kembali kelopaknya sebelum kemudian bersuara.

"Kami bertemu di infirmary kampus. Senior Lee mengira ia hanya mengalami MCL tear standar dan selalu hanya menangani kakinya dengan es. Tetapi sebenarnya, medial collateral ligament Senior Lee sudah mencapai grade 2 dan membutuhkan penanganan setidaknya tiga minggu. Kami sering bertemu setelahnya."

Senyum tertarik dari kedua ujung bibir Nyonya Lee. Begitu pula anggukan dari kepala-kepala lain.

Lisa tahu ia sudah memenangkan hati mereka.

•••

"Kami bertemu di infirmary kampus. Senior Lee mengira ia hanya mengalami MCL tear standar dan selalu hanya menangani kakinya dengan es. Tetapi sebenarnya, medial collateral ligament Senior Lee sudah mencapai grade 2 dan membutuhkan penanganan setidaknya tiga minggu. Kami sering bertemu setelahnya."

Taeyong Lee mengenal Lalisa Kim sebagaimana Lisa tahu beberapa hal tentang Taeyong. Mereka adalah dua orang asing dari belahan dunia yang saling bersisian namun juga secara bersamaan saling bertolak belakang. Lisa dengan tugas jurnal dan prakteknya, Taeyong dengan latihan dan turnamen-turnamen yang menunggunya.

Taeyong mengenal Lalisa Kim dari pesta konyol Mark Lee. Ia tidak ingin datang, namun adik sepupunya itu memaksa. Mengatakan Taeyong terlalu 'tumpul', terlalu membosankan, terlalu menyibukkan diri dengan lapangan dan menghasilkan para top-quality highlight reel untuk season selanjutnya. Terlalu sempurna, katanya. Taeyong butuh melakukan hal-hal gila untuk menjaganya tetap waras.

Di sana ia bertemu Lalisa. Gadis nyentrik yang kebingungan memesan minum di bar. Dia bukan mencolok karena gaunnya yang heboh atau setipis tisu. Ia tidak pula menyanyi bising atau menari gila bersama lagu yang diputar DJ. Lalisa datang dengan kemeja standar, waist jeans, dan jas lab.

Jas lab.

Ke pesta.

"Bukankah kalian punya kode sanitary?"

Taeyong tidak tahu apa yang merasuki dirinya hingga menghampiri gadis itu. Ia hanya melihat nametag bertuliskan 'Lalisa Kim', ponytail yang berantakan, wajah memerah karena alkohol, dan pegangannya yang tak stabil dan tanpa sadar Taeyong sudah melangkah untuk meraih pinggang gadis itu. Menjaganya untuk tak terjatuh ke lantai.

Mata Lisa memicing sesaat, menepis tangan Taeyong. "Jangan sentuh aku sembarangan. Dan ini sekali pakai. Aku bukan ingin bermabuk-mabukan. Aku ke sini untuk mencari temanku. Cari gadis lain." Tapi saat ia berbalik, langkahnya oleng. Dan sekali lagi, Taeyong berhasil menangkapnya.

Taeyong menaikkan alisnya. "Kurasa kau sudah mabuk."

Liaa menyentuh dahinya. "Aku bersumpah hanya memesan punch. Pesta payah. Tidak. Barista payah. Aku akan menuntut barista tadi. Tidak—aku akan menuntut pesta ini. Tahukah kau jika ada bakteri..."

Taeyong menahan dirinya untuk tak tersenyum. Melihat Lisa mengoceh mengenai bakteri dengan nama-nama latin rumit mau tak mau menghibur dirinya. Setidaknya sebelum Lisa menodai tuksedo Taeyong beberapa detik kemudian.

Semester demi semester pun berlalu. Dan jalan mereka tidak lagi sering bersisian.

Detail yang Taeyong lupakan adalah ketika ia tengah intens menyiapkan latihan untuk outdoor preseason practices terakhir sebelum musim berganti. Taeyong merasakan kakinya mulai tak bekerja maksimal dan rajin memberikan ototnya es batu dari infirmary.

Selang dua minggu, ada notes kecil tertempel di kulkas.

"Untuk jersey No. 16 sebelum kau mati diamputasi, aku sudah menuliskan home program untuk kau lakukan. Kalau kau tak keras kepala, kau akan pergi untuk rehab. MCL grade two. Pertandingan memang penting, tapi kesehatan adalah yang utama."

Jersey nomor 16. Tentu saja itu ditujukan untuknya. Taeyong awalnya mengira itu hanya lelucon. Mungkin seorang junior sedang berusaha merayunya. Namun kemudian ia menoleh ke arah meja kosong infirmary, dan mendapati ada map yang sudah ditumpuk kertas rapi di dalamnya.

Taeyong tidak akan pernah melupakan bagaimana sticky notes itu telah membantu dirinya pada semester tersebut.

Taeyong selalu penasaran siapa sosok dibalik tulisan cakar ayam dan stiker-stiker konyol tersebut.

Dan rupanya, ia tidak perlu mencari jauh-jauh.

Lisa mengenakan seatbelt dalam diam. Mereka tak mengucapkan sepatah kata pun setelah perjamuan bersama Keluarga Lee selesai. Lebih memilih untuk menikmati kesunyian di mobil. Taeyong bisa saja meraih tombol radio, memutar lagu dengan volume keras dan beranggapan seperti tidak ada yang baru saja terjadi.

Tetapi, apa kata Mark Lee? Taeyong butuh melakukan hal-hal gila untuk menjaganya tetap waras.

Mungkin Lalisa, adalah salah satu dari kegilaan yang dimaksud.

"Kau adalah gadis sticky notes."

Lisa menoleh. Ekspresinya sulit dibaca. Setelah beberapa saat diam, ia mencicit, "Maaf...?"

Taeyong memiringkan wajah, "Kenapa maaf? Justru aku ingin mengucapkan terima kasih, tahu?"

Mendengar hal itu, Lisa tersenyum kecil. Wajah cerahnya kembali. "Well, tidak semua orang merespon bantuan orang lain dengan tanggapan yang positif. Terlebih saat itu masa-masa krusial, banyak atlet yang lebih memilih untuk mencederai diri mereka sendiri dibanding memikirkan resiko mereka harus terpaksa off field."

Taeyong memikirkan tulisan tegas Lisa di sticky notes dan berlembar-lembar kertas di map meja infirmary. Mungkin itu alasan Lisa tidak menghampirinya secara langsung. Mungkin itu alasan Lisa lebih memilih untuk membantu orang lain dalam diam. Idiot mana yang menyalahartikan kebaikan seseorang dan malah melukai Lisa karena kebodohannya sendiri? Memikirkannya saja sudah membuat rahang Taeyong mengeras.

Tanpa sadar, tangan Taeyong meraih pucuk kepala gadis itu. Langit-langit malam membuat suasana remang. Dan entah itu karena waktu yang tepat, atau karena Taeyong hanya ingin melakukannya, ia membuka suara.

"Dunia memang jahat, tapi tolong jangan pernah bosan untuk menjadi orang baik."

Lisa mengedip.

Taeyong tersenyum tipis. "Dan terima kasih, Lalisa. Atas bantuan hari ini, juga semester-semester sebelumnya."

•••

BIWIR BEUREUM BEUREUM JAWER HAYAM

ga sempet proofread maapkan kalau ada typo. also nulis ini samsek gaada plotline matengnya jadi yaudah kita sama2 gatau aslinya ini mau dibawa kemana hiya hiya. anyway ga yakin bakal ada konflik bermutu. yaudah isiny fluff2 aj ga siee wkwk btw makasih udah pada baca 💕

lovesickTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang