Taeyong Lee tidak bermaksud untuk mengenal cinta, tetapi Lalisa Manoban membuatnya jatuh begitu mudah.
Gadis itu ceria, menyenangkan. Bukan tipikal yang kekanak-kanakan, namun hangat. Taeyong suka menghabiskan waktu di lapangan basket, mengamati Lisa yang berlari-lari kecil memeriksa temannya yang cedera. Taeyong pernah mendengar Lisa itu terlalu intens. Namun menurut Taeyong, Lisa hanyalah orang baik. Dia adalah tipe orang yang akan memberikan payung kepada orang lain meski itu berarti bahunya akan basah.
Taeyong tidak bermaksud untuk mengetahui minuman favoritnya, tapi mata Lisa selalu berbinar setiap ia kembali dengan dua gelas cokelat panas di tangan. Lisa tidak suka kedinginan, ia selalu membawa jaket atau sweater. Lisa adalah yang nomor satu soal kesehatan dan olahan organik, tapi ia sangat membenci labu. Menurutnya Halloween adalah perayaan yang paling konyol—tapi sebenarnya, dia hanya takut hal-hal berbau horor. Lisa lebih menyukai sunrise dibanding sunset. Ia punya golden retriever di rumahnya. Lisa suka mendaki. Jika ditanya apa dari hal di atas yang membuatnya menyukai Lisa, Taeyong tidak bisa menjawab. Tapi jika disuruh untuk melanjutkan, Taeyong bisa menerbitkan biografi yang lebih tebal dari ensiklopedia departemen kedokteran.
Mark pernah bilang, jatuh cinta itu datangnya seperti pukulan homerun. Berjuta kemungkinan, satu pukulan pasti, dan perasaan di mana si pemain akan merasakan posisinya tepat, benar. Berada di posisi yang sempurna.
Dan saat ini, bohong jika mengatakan Taeyong tidak merasakan pukulan homerun-nya.
"Woah," Yuta bersiul dari arah pintu, bergabung dengan Taeyong di dapur. "Aku tidak tahu gadismu tipe pencakar, Cap."
Wajah Taeyong sedikit memerah, tangannya refleks menutupi bagian lehernya yang tertutupi bekas cakaran kuku. Ia berdehem.
Yuta menggeleng-gelengkan kepala. "Doyoung kalah twenty bucks. Kami membuat taruhan kapan kalian akan keluar dari kamar pagi ini."
Taeyong mendelik. "Jangan lupa aku masih kapten kalian." Ia menulis catatan mental untuk membuat proses latihan mereka nanti semenyiksa mungkin.
Yuta tertawa. "Tapi jujur saja, Cap, aku tidak pernah melihatmu sebebas ini, serileks ini. Kau ingat apa yang dikatakan Coach Wu? Strict dan tegas itu memang kualitas yang patut dibanggakan sebagai seorang kapten, tapi kau juga bisa rehat sejenak dan bersantai layaknya teammate-mu yang lain."
Taeyong menyerap perkataan Yuta baik-baik. Yuta menepuk bahunya saat ia sudah menyelesaikan kopinya. "She's one of a kind, Cap. If you let her go, then you're an idiot."
•••
Lisa memandang pantulan dirinya dengan horor. Ia benar-benar harus menggunakan syal agar tidak dijadikan bahan ledekan hingga Natal tahun depan.
Taeyong masih menatapnya dengan mengantuk dari ranjang, mata setengah tertutup tapi seakan mencoba untuk terjaga, manis. "Kau yakin membutuhkan pakaian setebal itu? Ini summer."
Lisa menyipitkan mata ke arah biang masalah tersebut. Ini adalah hari mereka pulang ke dorm, Lisa tidak bisa kembali ke kamar dengan bercak-bercak kemerahan di lehernya seperti ini! "Pakai mantelmu!"
Taeyong tertawa kecil. Mengambil mantelnya dari lemari. "Tujuan utama hubungan kita adalah agar semua orang tahu. We excel at that."
Jeda sejenak.
Lisa tersenyum kecil, menyetujuinya. "Yeah, we do."
Hening menjalar di ruangan tersebut. Lisa bertanya-tanya, seberapa jauh kebohongan mereka sebenarnya? Apakah ini hanyalah salah satu dari pertunjukan mereka?
Seperti mengerti jalan pikir gadis itu, Taeyong menyentuh dagu Lisa dengan jemarinya, membuatnya mendongak menatap iris netranya yang intens. "Lisa, jika ini hanya untuk pertunjukan, kita sudah menyelesaikannya sejak di pantai beberapa hari lalu. Yang kita miliki adalah nyata. Everything that started between us might be fake, but it doesn't make this any less real."
Lisa melemparkan diri ke pelukan pemuda itu. Menenggelamkan wajah merona dan senyumnya di rengkuhan Taeyong. "Siapa yang berhak memutuskan segala sesuatu sepihak begitu? Dasar congkak."
"Jadi kau tidak menyukaiku? Aku pernah membaca K Journal jika kau mendeskripsikanku sebagai '...Adonis yang turun ke bumi menjelma sebagai dewa football.' huh? Aku suka referensi Yunani-nya."
Lisa semakin malu, makin menenggelamkan diri. "Ya, itu aku terpaksa menjawab karena ia terus menggangu jam makan siangku."
"Keterlaluan. Jam makan siang pacar Adonis football tidak boleh diganggu."
Lagi-lagi Lisa tertawa. Ini absurd dan tidak masuk akal. Jika bertahun-tahun lalu ada yang berkata bahwa Lisa akan mengencani bintang football sebesar Taeyong Lee, pasti ia akan tertawa terbahak-bahak. Namun nyatanya di sini ia sekarang. Kopernya masih berantakan, masih memeluk Taeyong Lee di tengah irisan cahaya musim panas yang menerpa mereka lembut.
"Lisa?"
"Ya?"
"Ingin datang ke pertandingan Dallas Falcone? Adonis tidak menerima penolakan."
Lisa tidak ingat kapan terakhir kali ia tertawa selebar saat ini.
•••
memutuskan untuk lanjutin ini karena ternyata banyak yang nungguin HAHAH unexpected banget... soalnya dulu cuma buat tulisan iseng karena lg suka sport romance. okelah. seneng-seneng aja dulu sebelum aku drop konflik 🫶
KAMU SEDANG MEMBACA
lovesick
FanficDemi mengejar Cha Eunwoo, kapten dari tim basket, Lisa mengerahkan segala cara agar dapat bertukar internship. Saat Prof. Kang menanyakan alasan, Lisa tidak berpikir panjang dan mengatakan bahwa ia sedang mengencani salah seorang anggota football te...