1

39.1K 1.9K 58
                                    

Byur

Seragam yang dipakai Neo basah, seperti biasa, ia akan mengalami hal seperti ini.

Calissta dan teman-teman nya tertawa terbahak-bahak, mereka senang menggganggu Neo.

"Upsss...maaf gak sengaja." Calissta menoyor kepala Neo.

Neo hanya bisa menghela napas, biarlah ia tak peduli, lagipula misi nya di sekolah ini bukan memperbanyak teman melainkan lulus tanpa hambatan, jika ia melawan hanya akan memperumit urusan nya dengan Callista.

Gadis dengan sejuta penggemar, karena pintar, kaya, dan cantik, sempurna bukan? Namun Neo tak menyukainya dia sangat arogan.

Callista meninggalkan Neo, tidak ada yang berniat menolong Neo.

Cowok itu berjalan dengan gontai, ia mengambil seragam lain, saking sering nya ia kena siram, Neo membeli dua seragam untuk jaga-jaga.

"Neo!" teriak cowok ia menghampiri Neo yang masih memakai seragam nya.

"Kenapa main masuk aja si lo, gak sopan." cetus Neo.

Abay nyengir ia tanpa merasa bersalah, entah kenapa Neo harus mendapat teman seperti Abay, dan sial nya Abay sahabat satu-satu nya, karena ia cukup sadar diri, sekolah di sekolah orang elite harus kuat, kenapa juga orang tua nya memasukan nya ke sekolah ini.

Neo bukan orang kaya raya, ia hanya lahir dari keluarga menengah, Ayah nya seorang pekerja kantoran biasa.

"Lo di ganggu nenek sihir lagi?" tanya Abay.

"Bukan nya udah biasa ya." ucap Neo santai.

Abay mendengus mendengar nya, bisa-bisa nya Neo sesantai itu.

"Lo lawan ke kali-kali, mereka udah keterlaluan." ucap Abay.

"Terus apa yang gue dapet, gue malah bakalan terus di ganggu sama fans cewek itu, di tambah pacar nya yang katanya suka dalam mode senggol bacok." tutur Neo.

Memang tak ada salah nya, Abay pun pasti akan diam jika berhadapan dengan Callista karena cewek itu dalam lingkaran perlindungan kekasih nya, sungguh menyebalkan.

"Yaudah ayo, ke kelas." Abay menarik tangan Neo.

Keduanya jalan ber iringan menuju kelas, Neo bersyukur mengenal Abay walaupun teman nya ini orang berada namun ia menerima Neo yang biasa saja.

"Abay come back!" teriak Abay saat mereka sampai di kelas. "Kalian kangen kan sama gue." ucapnya percaya diri.

"Jijik Bay, lo udah kaya banci kaleng di jalan." cibir Gita sang bendahara kelas.

"Jahat banget mulut lo Git." sahut Abay dengan nada yang pura-pura sedih, ia memang seperti tom and jerry dengan Gita.

"Bayar kas bukan teriak-teriak gak jelas lo, malu-maluin tahu gak." ucap Gita, ia merotasikan matanya.

Neo tertawa kecil melihat pertengkaran keduanya. Mereka tak merasa malu, walaupun menjadi tontonan sekelas, seperti anak kecil saja.

"Ngapain lo nyengir kayak gitu?" sungut Gita pada Neo, yang dijawab dengan gelengen. "Boti lo harus secepat nya cari top, biar gak di ganggu sama mereka." ucapnya, memang nya siapa yang tidak tahu Neo selalu di ganggu.

Neo mengerutkan kening nya, mendengar ucapan Gita.

"Jangan ngomong aneh-aneh, lo mencemari otak suci Neo." timpal Abay.

Gita tak mengubris ucapan Abay, ia malah menatap Neo, menurut nya Neo terlalu pendiam dan juga butuh di dampingi orang kuat.

Terkadang Gita merasa kasihan pada Neo, karena selalu di ganggu Callista dan teman-teman nya.

"Suka lo sama gue?" ceketuk Neo, yang membuyarkan lamunan Gita.

"Lo cocok nya jadi pihak bawah, bukan dominasi gue." cetus Gita.

Neo sama sekali tak mengerti dengan ucapan Gita sedari tadi, sampai Abay menarik nya untuk duduk di bangku mereka.

"Jangan pikirin omongan ngaur dia, katanya si Gita aneh." celetuk Abay sekenanya.

"Gue masih denger ya sat." Gita menyahut.

Neo tersenyum tipis, Abay tak ada kapok nya menggoda Gita sampai membuat Gita akan marah-marah.

______________

Pulang.

Adalah hal yang selalu Neo tunggu, karena ia akan terbebas dari tatapan menghina dari orang-orang, andai saja dia pintar mungkin dia tak akan terlalu di olok-olok.

Ia ingin mengadu pada orang tua nya, namun ia tak mau orang tua nya malah kepikiran, lagipula sebentar lagi naik kelas dua belas dan dia akan lulus.

Neo berjalan menyusuri trotoar, ia menunggu angkutan umum, berjalan sambil merenung tidak terlalu buruk.

"Eyyy...siapa ini?"

Neo mendongak, ia melihat Callista dengan tiga orang teman nya, apa cewek itu tidak bisa diam untuk sehari saja? Rasanya Neo ingin sekali menjambak rambut panjang Callista.

"Minggir, gue mau pulang, suka banget lo ganggu gue." ketus Neo kesal.

"Soalnya bau miskin lo kecium sampe gue pengen muntah tahu gak." Callista menutupi hidung nya, seakan memang sedang ada bau yang menyengat.

"Lo cewek paling caper yang gue kenal." cetus Neo, entah keberanian dari mana ia mengatakan nya.

Callista naik pitam mendengar nya, ia maju beberapa langkah.

"Bisa-bisa nya upik abu kayak lo, ngatain gue. Harus nya lo sadar, lo harus keluar dari sekolah, lo tuh miskin, bego paket komplit pokok nya." celetuk Callista.

Neo menghela napas nya, sebal dengan segela ucapan Callista.

"Miskin juga gak minta makan sama lo." sahut Neo acuh.

Callista menganga sejak kapan Neo melawan, ia mendorong bahu Neo sampai membuat sang empu mundur beberapa langkah.

"Karena lo cewek, gue gak mau nonjok lo, jadi minggir." Neo segera melangkah pergi.

"Lihat aja besok, lo bakalan habis!" teriak Callista, yang tak di hiraukan oleh Neo.

Kenapa pula cewek itu harus sampai menemui nya di jam pulang, hah, Neo seperti nya harus banyak menghindar dari Callista.

Jika tidak, ia akan semakin cepat tua karena memendam amarah nya, ia tak tahu punya salah apa pada Callista, yang ia ingat hanya pernah mengatakan tak menyukai Callista, ah, Neo sadar Callista cewek serakah, yang memaksa semua orang untuk menyukai nya.

Neo naik angkot ia mengumpat dalam hati, kenapa harus baru ada angkot sekarang.

Neo dibesarkan dengan sederhana, namun dengan kasih sayang yang melimpah, ia memiliki seorang Kakak laki-laki, yang saat ini masih kuliah.

Neo kadang berpikir kenapa orang tua nya, sangat ingin memasukan Neo ke sekolah elite, ia tak sepintar Kakak nya. Ia sudah berusaha belajar mati-matian, namun tetap saja kafasitas otak nya tak bisa mengalahkan orang-orang pintar disekolah nya, menurut Neo, kita tak akan di ganggu kalau kita kaya, atau pintar kita harus memiliki satu-satu nya, entahlah menurut nya sekolah nya memang seperti itu.

Tak terasa ia sudah sampai di depan gafura rumah nya.

Neo memberi dua lembar uang nya, lalu segera pergi masuk kehalaman rumah nya.

Terlihat ibu nya sedang duduk santai di teras rumah, Neo tersenyum tipis.

"Anak Mama ganteng banget, walaupun udah sore." seru Dea menyambut kedatangan anak nya.

Neo terkekeh, ia memeluk ibu nya. "Mama juga cantik." ucap Neo.

Dea melepas pelukan Neo. "Sana mandi, udah gitu makan nanti ke buru Bang Daren dateng loh, kamu pasti rebutan." Dea mengusak rambut Neo.

"Siap yang mulia ratu." Neo memberi hormat pada ibu nya, Dea terkekeh geli mendengar nya.




SEMESTA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang