"Bisakah sebentar saja, meredakan segala resah ini meski hanya untuk sementara?"
-Naila Azalea
***
Aku datang ke rumah 10 menit sebelum adzan berkumandang. Panggilan Allah untuk hamba-Nya melaksanakan sholat. Tapi, yang aku lakukan adalah mengunci diri di dalam kamar. Merebahkan diri yang seharian ini rasanya lelah sekali.
Kalau di ingat-ingat kapan ya terakhir aku sholat. Bagiku, selama ini sholat adalah formalitas ketika diajak teman-teman di sekolah. Selebihnya, aku lebih sering meninggalkannya dengan sengaja.
Lahir di keluarga yang tidak paham agama membuatku jadi anak yang hidupnya hanya sekedar memikirkan dunia. 2 jam pelajaran agama di sekolah tak pernah membuat aku merubah kehidupanku yang sudah terlalu jauh ini.
Seperti biasa setiap pulang kerumah, aku tak pernah menemukan sapaan hangat. Aku melewati ruang keluarga dengan diam saja. Begitupun orang-orang rumah yang hanya bungkam setiap aku menginjakkan kaki dirumah ini.
Pulang kerumah bagiku adalah sebuah kutukan. Yang ku temukan bukan lagi rasa tenang. Hanya menyisakan kesedihan yang dalam. Ingin rasanya cepat lulus sekolah untuk pergi dari rumah pilu ini.
Ting ! Sebuah pesan masuk dari Handphone yang berada di sampingku.
@Abyanmd. "Ciee.. yang tadi nonton bola" sebuah pesan dari kak Abyan berhasil membuatku kaget. Tunggu-tunggu, kok bisa dia tau akun sosial media ku dan sejak kapan kami berteman.
@NailaAzl_ "Iyah kak, hhe😁" balasku dengan singkat saja.
@Abyanmd. "Besok nonton lagi sama Kakak mau gak, na?" Balasanya cepat tidak sampai satu menitpun.
@NailaAzl_ "Boleh aja kak, coba nanti liat jadwal dulu ya". Hanya itu yang bisa aku balas. Kebetulan jadwal latihan ekstra kurikuler yang ku ikuti di sekolah minggu ini begitu padat.
***
Lenggang koridor yang ku lewati saat jam istirahat kedua. Anak-anak lain mungkin sudah pergi ke masjid untuk menunaikan shalat Dzuhur. Sedangkan aku memilih duduk di belakang kelas bersama putri dan Salsa.
"Hari ini kayanya panas banget ya, mana habis istirahat aku ada pelajaran matematika lagi" keluhku sambil mengipasi wajah dengan buku yang ku pegang.
"Eh iya, kenapa sih pelajaran matematika itu yang harusnya 2 jam doang kan. Tapi, yang aku rasain kaya berabad-abad ya".
"Ya karena kamu ga suka pelajarannya put. Makanya berasa di penjara dengerin angka-angka yang ga menarik sama sekali itu". Jawabku.
"Harusnya kita banyak-banyak berdoa deh. Semoga aja Pak Hendro ga masuk kelas". Ucap salsa tanpa mengalihkan pandangannya dari handphone yang dia pegang.
"Gimana mau terkabul doanya. Di saat orang-orang sholat Dzuhur kita malah kebelakang sekolah kaya gini". Jawab Putri yang membuat aku dan Salsa tertawa. Kami mentertawakan kebodohan kami yang memilih mencari angin di belakang sekolah di banding shalat di masjid.
"Kenapa ya, aku tuh males banget kalau sholat. Dirumah aku biasanya sholat Maghrib doang. Itupun karena emak yang udah ngomel-ngomel ga jelas." Ucap salsa membuat kami tertawa lagi. Karena perkataannya sangat sesuai dengan apa yang juga kami alami.
"Oiyah put. Semalem kak Abyan ada ngechat aku." Setelah hening beberapa detik. Akhirnya aku memberanikan diri berbicara soal ini kepada putri dan Salsa
"Eh iyah, kemarin juga aku ketemu dia di jalan. Dia nanyain kamu. Kayanya suka deh na".
"Kak Abyan yang suka bareng kamu itu kan put? Kakak kelas yang tahun kemarin lulus?".
"Iyah, kemarin aku sama Naila nonton bola. Kak Abyan main juga jadi penjaga gawang". Sahut putri menjelaskan kepada Salsa kenapa tiba-tiba kak Abyan bisa mendekatiku.
"Eh emang dia udah putus sama mantannya itu yah? Dia totalitas banget perasaan kalau pacaran." Jawab Putri.
Percakapan tentang kak Abyan terus berlangsung hingga bel masuk kelas berbunyi. Aku berpisah dengan Salsa dan Putri di koridor karena mereka sekelas juga arah kelas kami yang terpisah.
***
Saat aku masuk ke kelas, anak-anak kelas IPA 1 sudah duduk di tempat masing-masing. Mungkin hanya aku yang belum bisa berdamai karena merasa terjebak di kelas yang menyebalkan. Ku lihat teman-teman yang senasib denganku semakin hari semakin bisa menerima kenyataan ini.
Aku duduk di baris paling belakang sendirian. Aku tidak punya teman dekat di kelas ini. Meskipun sebagian ada yang sekelas denganku di kelas 10. Tapi, pertemanannya tidak sedekat aku dengan Salsa dan Putri yang kemana-mana sering bersama.
"Hai Naila.." Sapa seseorang dengan ramahnya. Raihana Kaila, Gadis yang paling agamais di kelasku. Dia rajin sekali puasa Senin Kamis, tidak pernah bersentuhan ataupun terlihat dekat dengan pria manapun. Gadis berkacamata dengan kerudung panjang syar'i. Yang ku kenal hanya namanya saja. Beberapa kali sempat bertegur sapa, namun aku tidak berniat untuk dekat dengannya.
"Eh, iya. Kenapa ra?". Sependek pengetahuanku, dia gadis yang suka baca novel di kelas 10 D. Dia juga cukup terkenal dan pintar. Buktinya sekarang bisa berakhir di kelas IPA juga.
"Aku boleh duduk disini nggak?" Ucapnya meminta izin kepadaku.
"Duduk mah duduk aja kali, gausah izin segala. Toh kursi di sampingku juga selalu kosong". Jawabku agak cuek.
"Makasih Nana. Aku suka ga keliatan papan tulis kalau duduk di kursiku ". Sahutnya dengan senyuman yang lebar ini.
Tak lama dari itu pak Hendro masuk ke kelas dengan ekspresinya yang galak itu. Rasanya baru melihat wajahnya saja aku benar-benar ingin menghilang dari bumi ini. Benar apa yang di ucapkan Salsa. 2 jam pelajaran matematika rasanya seperti di penjara berabad-abad tahun lamanya.
Meski dengan pikiran yang melayang di tempat lain. Aku mencoba memfokuskan diri dengan angka-angka yang di jelaskan pak Hendro. Tidak ada pilihan lain, selain mengikuti pelajaran paling di hindari anak-anak di sekolah manapun ini sampai bel pulang berbunyi.
***
Cung, siapa yang related juga sama Naila and the geng yang ga suka matematika🤧.
Aku sedang belajar untuk bisa konsisten update tiap hari.
Doain yaa. Tolong semangati aku buat terus nulis dan baca, baca.
Jangan lupa vote, komen, follow aku juga yaa✨️
"Jadikan Al-qur'an sebagai bacaan utama"
Salam hangat,
Aksara teduh💗🫶🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Semoga Yang Sederhana
Teen FictionInginku sederhana. Sesederhana menemukan sosok baru seperti dirimu ditubuh pria manapun. Yang dapat meredakan segala berisik di kepala yang tak pernah tersuarakan. Abyan, kakak kelas yang berhasil melukis banyak cara romantis, untuk membawaku menuj...