Hari ini adalah hari kesekian kalinya aku menginjakkan kaki di sekolah dengan malas. Jujur, setelah masuk kelas IPA semangatku untuk ke sekolah menurun. Yang tadinya sangat ambisius untuk mengejar peringkat di kelas, sekarang lebih memilih bodo amat tentang semua pelajarannya. Syukur-syukur aku masih mau sekolah dengan segala tugas yang bahkan tidak aku sukai sama sekali.
Aku sekolah di SMAN 2 Leuwidamar, sekolah dengan berjuta cerita yang akan sangat aku rindukan nanti setelah resmi lulus. Sekarang, aku duduk di kelas 11, dengan jurusan dan teman-teman yang amat tidak aku sukai. Aku yang lemah soal hitung menghitung malah terjebak diantara teman-teman yang sangat ambisius.
Sempat berpikir untuk pindah jurusan, atau bahkan pindah sekolah saja. Tapi, lagi-lagi niat itu gagal. Karena, sekolah ini adalah satu-satunya yang terjangkau dari rumahku. Aku takut jauh lebih sulit nanti jika sekolah dengan jarak yang lebih jauh pula.
"Eh na, sore ini ada pertandingan bola antar kampung di lapangan dekat rumahku. Kebetulan tim bola dari kampungku yang main". Ujar putri saat kami tengah duduk di belakang sekolah menikmati waktu istirahat yang sedikit ini.
Putri adalah salah satu teman dekatku selama setahun sekolah disini. Kami satu kelas saat kelas sepuluh. Namun, sekarang kami terpisah karena jurusan yang berbeda.
"Jam berapa? Kalau kesorean aku ga bisa datang, tau sendiri rumahku jauh dari rumah kamu put." Jawabku.
"Nggak, sekitar abis ashar mungkin. Kalau kamu mau nanti kita ketemuan di sana ya". Tak lama putri mengucapkan itu, bel masuk kelas sudah kembali berbunyi. Dengan cukup memaksakan diri aku berjalan dengan malas menuju kelas.
Mata pelajaran di jam ketiga adalah jam-jam rawan. Apalagi mata pelajaran sejarah, dengan guru yang ga asik sama sekali, jadilah ngantuk datang menyerang.
Sebisa mungkin mata ini ku tahan untuk tidak tertutup dengan rapat.Sekitar pukul dua siang, bel pertanda pulang berbunyi. Anak kelas ku mulai berhamburan ke parkiran untuk mengendarai motor dan pulang menuju tujuan masing-masing.
***
Aku akhirnya memutuskan untuk mengikuti ajakan putri, menonton pertandingan bola yang selalu di adakan setiap tahun sekali itu. Setelah shalat Ashar, makan terus mandi aku berangkat menggunakan motor putih kesayanganku.
Hanya perlu 15 menit aku sudah sampai di lapangan. Ramai penonton menyambut kedatanganku, yang sedang mencari-cari keberadaan putri. Tak lama di sebelah kanan lapangan, putri melambaikan tangannya memanggilku.
Riuh teriakan serta tepuk tangan mengiringi pertandingan bola sore itu. Aku tidak banyak menyimak karena tidak terlalu mengerti juga. Lebih menikmati menonton bola dengan jajan es cekek yang nikmat. Atau, memilih ngobrol banyak hal dengan putri. Yang katanya menonton bola hanya untuk formalitas mendukung kampungnya yang tengah main. Ada-ada saja emang.
Karena keasikan mengobrol dengan putri. Ternyata, permainan itu telah berakhir. Entah siapa yang menang, aku memutuskan untuk pulang karena sudah sore. Aku berhenti di pinggir jalan, karena ingin berpamitan untuk pulang kepada putri.
"Eh, ini Nana ya?. Sama siapa kesini?". Tiba-tiba satu motor berhenti tak jauh di samping motorku. Dia Abyan, kakak kelas yang ku tau sering bersama putri ketika dia masih bersekolah. Seorang laki-laki bertubuh tinggi, dengan kulit sawo matang, dan memakai baju berwarna pink yang cukup cerah itu.
"Iyah kak, sendiri aja. Lagi nungguin putri"
Jawabku gugup. Pasalnya aku tidak terlalu dekat. Dia alumni sekolahku yang baru lulus kemarin."Mau di anterin nggak pulangnya? Udah sore lho ini". Dengan baiknya dia menawarkan diri untuk mengantar aku pulang kerumah. Ku tolak dengan halus tawarannya dengan mengucapkan terimakasih disertai senyuman.
Tak lama dari kak Abyan pamit, putri juga datang. Kemudian setelah itu aku berpamitan untuk pulang karena takut keburu Maghrib di jalan.
Tapi ternyata hari ini, adalah hari pertama untuk aku harus berurusan bertahun-tahun dengan kakak kelas itu. Dia berhasil menarik aku lebih dalam kepada dunia yang tak pernah ku sangka.Dia dengan dunianya yang sempurna, sedang aku dengan kesedihan yang mendalam. Sore itu akan menjadi alasan untuk aku ingin terus mengunjungi lapangan bola bertahun-tahun kemudian. Merindukan hangat mentari sore yang hampir tenggelam. Dan, sosoknya yang ikut tenggelam dan tak pernah lagi kunjung datang.
Selamat datang di dunia yang berantakan, kak.***
Alhamdulillah akhirnya berani juga memulai nulis cerita ini. Maafin aku yaa, aku masih belajar buat nulis novel. Maaf kalau alurnya malah gajelas seperti ini🙏🏻
Tolong semangatin aku buat terus nulis dan belajar, belajar.
Jangan lupa vote, coment yaa✨️
"Jadikan Al-qur'an sebagai bacaan utama"
Salam hangat,
Aksara teduh💗🫶🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Semoga Yang Sederhana
Fiksi RemajaInginku sederhana. Sesederhana menemukan sosok baru seperti dirimu ditubuh pria manapun. Yang dapat meredakan segala berisik di kepala yang tak pernah tersuarakan. Abyan, kakak kelas yang berhasil melukis banyak cara romantis, untuk membawaku menuj...