Chapter 04

84 28 0
                                    

"Aku— terimakasih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku— terimakasih. Lagi-lagi aku merepotkanmu." ucap Haewon seraya memainkan kedua jari telunjuknya.

Taehyun yang sedari tadi bungkam membuatnya merasa bersalah. Pasti lelaki itu marah padanya karena tidak becus menjaga diri.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi tapi semenjak bertemu denganmu seolah aku bisa merasakan kehadiranmu." ungkap Taehyun.

Ah, jadi begitu. Tidak heran lelaki ini selalu ada disaat ia sedang terancam.

"Bisa kau tetap disini bersamaku? A-anu, maksudku yah kau tahu sendiri aku takut jika mereka menemukanku lagi." Haewon menggigit bibir bawahnya. Seketika ia merutuki apa yang baru saja dikatakannya. Ia merasa aneh dengan memohon agar Taehyun tetap disini.

"Kau yakin?"

"Yakin." Haewon mengangguk mantap.

"Aku juga salah satu dari mereka. Apa kau tidak takut jika semisal aku hilang kendali?"

"Kau berbeda dari vampir lain, aku yakin kau tidak seperti mereka."

"Baiklah aku akan berjaga disini. Tidurlah, sekarang sudah hampir memasuki tengah malam."

"Sebenarnya ruangan ini memiliki kamar kosong. Lebih baik kau tidur disana."

Haewon beranjak ke atas ranjang. Ia memejamkan mata dan berusaha tidur namun pikirannya masih terbayang-bayang akan makhluk penghisap darah.

Haewon tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya jika Taehyun tidak menolongnya. Pasti ia tidak bisa menghirup udara seperti sekarang dan merasakan ranjang empuk ini.

•••

Taehyun hilang. Pemuda itu hilang bak ditelan bumi. Ranjangnya dingin seperti belum terjamah. Sepertinya semalaman Taehyun berada di ruang tengah, padahal ia sudah menyuruhnya untuk tidur di kamar yang sebelumnya pernah ditempati Lily.

Omong-omong tentang Lily, mereka masih sering berkomunikasi lewat telepon maupun pesan. Katanya ia sedang menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Selain itu Lily juga berkali-kali berkata bahwa ia merindukannya.

Kruyuk.

Lapar, perutnya keroncongan. Haewon lupa sejak semalam perutnya belum terisi apapun.

Tangannya meraih gagang kulkas dan membukanya. Di dalam kulkas hanya terdapat telur dan sosis. Sepertinya ia harus segera belanja bahan makanan.

Haewon berniat memasak omelette dan sosis goreng. Saat memotong sosis ia bertindak ceroboh, jarinya teriris hingga mengeluarkan darah.

Tok tok tok

Haewon sedikit penasaran siapa gerangan yang datang pagi-pagi kemari. Segera ia membuka pintu, namun betapa terkejutnya ketika mendapati eksistensi Taehyun.

"Aku kira kau sudah pergi."

"Jangan mendekat!" seru Taehyun.

Haewon bingung melihat Taehyun berjalan mundur. Selain itu wajahnya berubah menjadi panik ketika ia mendekatinya.

"Kubilang jangan mendekat!" Haewon mengernyitkan dahi. Huh apa-apaan ini? Kenapa dia bertingkah aneh.

"Aromamu terlalu kuat."

Aroma? Apakah aroma sabun mandi yang ia pakai tadi sangat menyengat? Tunggu, sepertinya bukan itu maksudnya.

"Apa karena ini?" tanyanya sambil menunjukkan jari yang terluka.

"Jauhkan itu dariku!" Taehyun mendesis, membuatnya sedikit meremang.

"M-maaf. Tunggu, aku akan segera menutup lukanya." Haewon mengambil kotak P3K dan menutup lukanya menggunakan plester.

Karena Taehyun disini Haewon pun memasak lebih. Ia tidak tahu apakah vampir juga makan makanan seperti manusia atau tidak.

Haewon gugup sewaktu Taehyun melahap masakan buatannya. "Bagaimana rasanya?" tanyanya.

"Enak." ucap Taehyun.

"S-serius?"

Taehyun mengangguk. "Kami para vampir bisa merasakan rasa makanan manusia. Hanya saja kami harus tetap meminum darah. Entah itu darah manusia ataupun hewan."

"Kalau begitu apa kau pernah minum darah manusia?" tanya Haewon sedikit berbisik.

"Seumur hidup aku belum pernah merasakan darah manusia. Keluargaku melarang melakukannya."

Haewon tersenyum. Sudah ia duga Taehyun berbeda dari vampir lain. Jika vampir lain haus akan darah manusia, berbeda dengan Taehyun yang bisa mengendalikan nafsunya.

"Omong-omong tadi kau habis dari mana? Aku kira kau pergi dari sini tanpa pamit."

"Ada keperluan mendesak." Jawaban Taehyun masih belum cukup menutupi rasa penasarannya, namun ia tidak boleh lancang bertanya lebih.

"Astaga ternyata sudah pukul setengah delapan. Aku harus bersiap ke kampus."

"Aku antar."

"Huh? Kau yakin?"

"Hm, aku akan mengantarmu hingga depan gerbang."

Sebelum berangkat Haewon mengambil sesuatu dari arah kamar. "Ini jaketmu, terimakasih." Ia memberikan paper bag berisi jaket kepada Taehyun.

"Untukmu saja."

"Untukku? Kau serius?"

"Ambillah untuk kenang-kenangan."

"Maksudmu apa kita tidak akan bertemu lagi?" Haewon merasa matanya sedikit memanas. Ia tidak suka perpisahan.

"Kau tahu sendiri kita adalah dua makhluk berbeda. Aku takut jika suatu saat melukaimu."

Tangan Haewon meraih ujung kemeja Taehyun seraya menundukkan kepala. "Kita memang baru saling mengenal tapi aku benci jika harus berpisah darimu. Tolong tetap disini bersamaku."

"Haewon—"

Suaranya melembut. Selain itu Haewon dapat merasakan tangan besar Taehyun membelai lembut pipinya. Nyaman. Haewon menyukai perlakuan lembut Taehyun. Ia ingin terus merasakannya.

"Ini salah Haewon. Bukannya aku tidak ingin namun takdir tidak mengizinkan kita bersama."

Haewon menahan pergerakan tangan Taehyun agar tidak turun dari pipinya. "Aku ingin kita berdua menghancurkan batas pemisah ini."

Taehyun balik menatapnya dalam. Mereka saling beradu pandang dan terkurung akan jerat pesona keindahan netra masing-masing.

"Baiklah, tapi jangan segan untuk membunuhku jika aku menyakitimu."

Tanpa sadar air matanya sudah turun. Taehyun mendekapnya erat, membuat Haewon semakin terisak.

Tbc.

Day and NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang