Ch 10

1.3K 171 12
                                    















Enjoy reading!
















Rangkaian acara pernikahan mulai dari pengucapan janji, resepsi, hingga menghabiskan waktu bersama baik dengan keluarga besar Harvey maupun keluarga besar Jendra sebelum semuanya kembali ke kota masing-masing cukup menguras tenaga Harvey dan Jendra.

Minggu pagi ini setelah pergi ibadah bersama, Jendra mendapat panggilan mendadak mengenai dalah satu proyek yang ditanganinya. Setelah mengantar Harvey ke apartemen, Jendra segera berangkat menuju kantornya.

Kini Harvey tengah duduk melamun di sofa ruang tengah apartemen. Harvey tidak tahu harus melakukan apa. Beberapa hari terakhir dirinya dilingkupi banyak sanak saudara. Suasana yang tiba-tiba sepi membuat Harvey bingung dan kagok sendiri.

Harvey akhirnya melangkahkan kakinya menuju kamar utama. Ia memutuskan untuk tidur lagi karena badannya terasa sedikit pegal. Begitu memasuki kamar tatapan Harvey jatuh pada ranjang luas yang ada pada kamar tersebut. Pipinya tiba-tiba terasa panas. Harvey segera menggeleng-gelengkan kepalanya cepat dengan mata terpejam. Harvey merasa malu sendiri saat teringat adegan panas yang telah ia lakukan bersama sang suami.

Dengan segera Harvey menutup gorden besar di kamar tersebut lalu membaringkan tubuhnya di ranjang. Menyalakan playlist dan mengatur timer kemudian memejamkan matanya.

Beberapa waktu berselang Harvey melenguh kecil dan mulai membuka matanya karena merasa terganggu oleh kecupan-kecupan basah yang ia terima di seluruh wajah, telinga, leher, hingga dada bagian atasnya.

"Mas," panggil Harvey pelan. Telapak tangannya terangkat untuk menangkup kedua pipi Jendra agar berhenti memberinya kecupan di dadanya yang Harvey rasa sebentar lagi akan berubah menjadi hisapan serta gigitan dan meninggalkan bekas ungu kemerahan seperti yang telah dilakukan Jendra sebelumnya.

"Lapar," ucap Jendra singkat saat matanya bertatapan dengan sang istri.

"H-hah?" balas Harvey bingung. Otak Harvey rasanya kesulitan memproses ucapan suaminya.

Harvey menoleh ke jam digital yang terletak di nakas samping ranjang. Pukul 12.15. Harvey terlelap cukup lama rupanya.

"Mau makan," ucap Jendra kemudian. Entah sengaha atau tidak, tatapan Jendra menatap lurus hasil karyanya pada leher putih Harvey.

"Mas, masih siang," cicit Harvey.

Jendra menaikkan sebelah alisnya menatap bingung pada Harvey.

"Ya kan emang udah jam makan siang," balas Jendra.

"Aah, makan siang. Iya, makan siang. Mmm oke Mas, sebentar, ya" Harvey tergugup dan segera bangkit dari tidurnya.

"Hayo, mikirin apaaa?" Jendra tersenyum menggoda dan memeluk pinggang Harvey yang hendak beranjak dari ranjang.

"Apaansihh, nggak mikirin apa-apa, ya," balas Harvey. Sejujurnya Harvey merasa malu sekali karena bisa-bisanya Harvey berpikir Jendra meminta 'makan' yang lain. Namun, salahkan saja Jendra yang membangunkan Harvey dengan cara yang mampu membuat Harvey berpikir yang iya iya.

"Nanti malam, ya, kalau makan kamunya," ucap Jendra kembali menggoda Harvey.

"Jangan ngeledek ih, Masss,"

Jendra tertawa puas. Ia menguraikan pelukanya pada tubuh sang istri. Dirapikannya poni rambut Harvey yang sedikit berantakan. Ketika Jendra memajukan wajahnya hendak mencium Harvey, Harvey tiba-tiba menutup mulutnya dengan telapak tangan.

"Jangan cium. Bau, bangun tidur," ucap Harvey.

"Nggak apa-apa. Mas mau cium orang bau,"

"Iihhh, Mas Jendra!" Harvey menatap kesal pada Jendra.

Mendadak Nikah | JeongharuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang