Lima

122 7 0
                                    

Selamat pagi semuanya, harus semangat jalanin aktivitas ya! jangan lupa komen dan vote thankuu

***

Malam itu sangat terdengar suara jangkrik dari pada helaan nafas sendiri, tidak ada yang terucap. bibirnya kelu seolah-olah tidak ingin ada kalimat yang keluar. Pasalnya dirinya tengah dibuat gundah gulana, takut yang mendominasi itu tetap wanita itu tahan, masih tidak ingin kejadian itu terulang. Irene terdiam menatap langit-langit apartemen itu seraya mengeratkan selimutnya.

"Kamu nginep, besok engga usaha sekolah. aku udah bilang bunda kalau kamu sakit," Irene menoleh kearah sumber suara, laki-laki yang sudah melukainya itu terlihat tenang dengan baju hitam dan celana pendek abu, Irene memutus tatapanya. lalu kembali melihat langit-langit yang nyatanya lebih menenangkan.

"Bunda bolehin kamu nginep, dia udah percaya sama aku. jadi engga ada alasan lagi buat kamu pergi dari aku." Masih sama, keterdiaman Irene cukup membuat Issac sedikit pusing. namun memilih bersabar itu adalah jalan yang Issac tempuh, setidaknya dirinya sedang merasa tidak baik begitu pun kekasihnya.

"Kamu mau makan? ada bebek goreng yang kamu beli, ayam goreng, tumis kangkung, tempe kecap sama kerupuk." Kata Issac, "Oh iya sama sekalian susu kotak kemasan, belum aku minum sama sekali. kamu makan ya?" Lanjutnya.

Irene menggeleng. "Buang aja."

"Kok dibuang? sayang dong ren, kamu kan habis masak.."

"Waktu aku ngasih aja di tumpahin sama kamu, buat apa sayang?" Issac diam, masih menetralisir rasa frustasinya. tidak ingin membuat gadisnya terluka, Issac lebih memilih nunduk. emosinya terluapkan ketika tangannya memilih menekan lukanya sendiri agar semakin parah. "Kak?" tidak ada jawaban dari Irene, perban yang melilit dipergelangan tangan Issac sudah terdapat noda darah.

"Kak Issac?"

"Iya sayang, kenapa?" Irene bangun lalu terkejut dengan tingkah kekasihnya.

"Kak, kamu apa-apaan sih!" Murka irene, mengambil tangan itu lalu membuka lilitan perban. saat ingin beranjak, tangan Issac menahan dirinya.

"Biar adil, kamu luka aku juga luka. ini engga parah sayang, tenang aja."

Irene menggeleng, mencari cara agar pendarahan itu berhenti. tadinya pendarahan ditangan Issac sudah berhenti, namun dari pada melukai gadisnya Issac memilih menekan luka itu. tidak sakit, namun membuat dirinya tenang.

"Kak, kakak sayang aku?" tanya Irene, mengambil kain yang berada disamping nakas, lalu melilitkannya ditangan Issac dengan telaten. Issac yang tadinya memperhatikan tersenyum hangat.

"Banget, bahkan aku rela mati demi kamu ren."

"Kalau sayang, kenapa ngelukain diri sendiri?"

"Supaya kamu perhatian sama aku, supaya kamu engga pergi. kalau sekedar nangis atau mohon kamu tetap bakal pergi, yang aku lakuin cuman bisa ngelukain diri sendiri. karna aku tau, kamu sayang aku." Issac tersenyum, mengelus surai irene dengan tangan lainnya.

katakanlah laki-laki ini sudah benar-benar terobsesi, pertama kali dirinya melakukan tindakan gila. Irene pernah ingin memutuskan hubungannya dengan Issac waktu dulu, namun hanya kekerasan fisik yang Irene dapat serta ancaman. mulai sedikit tidak takut akan ancaman, Issac malah menyakiti dirinya sendiri dihadapan Irene. tentu Irene lebih memilih bersama Issac walau menyakitkan dari pada tidak peduli dengan laki-laki itu.

"Kakak engga boleh lakuin ini lagi ya? aku sayang kakak, kakak juga harus sayang sama diri sendiri." Issac terlihat berfikir.

"Kalau kamu engga pergi, aku engga akan begini. kalau kamu bilang udahan lagi, peluru bakal bersarang dikepala kita. aku serius." Meneguk ludahnya kasar, Irene memandang wajah kekasihnya. masih sama, terlihat tampan namun membuat dirinya sesak.

EARNED ITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang