Delapan

78 6 0
                                    

Baru kali ini langkahnya kembali tertatih, apa yang sudah dilakukan oleh kekasihnya sedikit membuat hati Irene mencelos, mengingat laki-laki itu mengajaknya paksa, hanya ada balutan selimut yang menutupi badannya, tanpa sehelai benang pun. Irene menunduk, merasakan nyeri yang amat nyata berada dibawah selangkangannya. Meringis perlahan, Irene melihat langit-langit kamar Issac dengan pandangan kosong.

"Babe, kok bangun?" Dengan selimut yang juga menutup badan laki-laki itu, Issac terbangun. mengecup punggung polos Irene. tersenyum kecil setelah mendapatkan apa yang dia mau, Issac memeluk Irene dari belakang.

"Tidur lagi sayang."

"Aku engga ngantuk kak, aku cuman pusing tidur terus." Katanya, padahal yang sebenarnya terjadi adalah Irene hanya menutup rasa gelisah yang amat mendalam. tidak tau setelah melakukan adegan panas itu, Irene merasa bahwa dirinya wanita yang tidak memiliki harga diri sama sekali.

Walaupun yang sebenarnya terjadi adalah kehendak Issac diatas segalanya, mengalah tidak bisa. menghindari pun Irene rasa dirinya tidak sanggup. Ada hal yang membuat Irene terjebak. "Thankuu babe, enak banget." Irene hanya tersenyum kecil mengusap tangan Issac yang sudah bergelanyut manja diperutnya, hidungnya yang mancung Issac letakan di leher Irene. mengendus aroma nikmat yang kapanpun dirinya butuhkan.

Memberi kecupan kecil seperti biasa, Irene mendesah kecil. "Eeumhh, kak. Tadi kan udah." Jika keluarganya tau apa saja yang sudah dilakukan Issac kepada Irene, Keduanya mungkin akan dihajar abis-abisan.

"Fuck, kenapa selalu enak kamu ren. hm? kok bisa seenak itu?" Irene merona, memukul kecil lengan Issac yang masih bergelanyut manja sebelum meremas kecil aset kebanggan milik Irene. "Ini juga jadi nambah gede." Kekehnya, Irene mengigit kecil tangan itu. lalu tidak lama matanya terpaku pada sebuah kamera yang sedari malam memperlihatkan apa yang mereka lakukan.

"Kak?"

"Hm?" Tanya Issac masih mengecup kecil leher Irene.

Mata Irene terfokus pada kamera. "Kamu ngerekam lagi? kan aku bilang engga mau kak." Irene melepas pelukan Issac, menarik selimut yang dari tadi menutup kedua tubuh yang tidak terbalut apapun.

Berjalan kearah kamera, tanpa mempedulikan Issac yang telanjang bulat. Issac tidak peduli, berjalan dengan tubuh telanjang seraya mengambil boxernya yang tergeletak jauh dari kasur, mengeratkan selimutnya. Irene mengambil kamera itu, lalu melihat kejadian yang mereka lakukan. Dengan akhiran Issac yang memompa kencang tubuh Irene. Irene terdiam, matanya sedikit berkaca-kaca.

"Babe? oke sorry, kalau aku engga ngikutin ucapan kamu buat engga rekam kita lagi. Tapi aku gabisa buat engga rekam kita sebelum kita nikah."  Ujarnya, sudah memakai boxer dan mengusar rambutnya pelan.

Irene tetap diam, tangannya mengepal. "Aku sengaja ngerekam supaya kalau kamu lepas dari aku, aku bisa share video itu." Tanpa ada rasa bersalah, ucapan Issac sangat menyentil hati Irene. Irene meremas kamera yang sedari tadi digenggamnya.

"Kamu kan gaakan pernah lepas dari aku, sayang."

"Hapus."

"Engga."

"Hapus kak tolong, hapus semuanya."

"Babe, engga."

"Kak.." Irene meminta Issac menghapus video dengan wajah memohon, menggenggam tangan Issac. Tidak peduli raut wajah Irene, Issac menarik selimut Irene lalu tersenyum kecil.

Irene menjerit, lalu tidak lama tubuh naked irene digendong oleh Issac. mereka kembali menyatu, sebelum keduanya lelah.

***

EARNED ITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang