Episode 4

7 0 0
                                    

Matahari semakin memperlihatkan dirinya di tengah lapangan , menampar wajah kami berdua yang sedang menyapu daunan di atas lapangan .

"B*r*n*s*k. Mamak penyihir muda tu banyak kali mau". Alvin mencetus sambil menyapu dengan tingkah terpaksa.

"Lihat lah anak laki-laki menjengkal kan ini , nyapu sesuka hati nya . Kan kalau tidak bersih buk jessi bisa berkoar seperti induk ayam kehilangan anak nya . Emmh tapi kan ayam ngak berkoar yaa??! Apa menggonggong ??! AHHRGG. Kenapa mikirin ayam sihh". Shulfika berbicara dalam hati nya dengan muka kebingungan .

"Oii. Oiiiii".

Shulfika memalingkan kepala nya ke belakang , dan menjawab sautan tersebut.

"HA? GUE?".

"NGAKK. Aku lagi manggil arwah yang ada di pohon sampin kamu". Alvin menjawab sambil tersenyum lebar seluas lautan Arafura.

"HA? Apasihh? lu bisa liat arwah ? lu indihome? eh maksudnya indigo?".

Alvin menarik nafas nya sedalam mungkin sedalam lautan Samudera Pasifik. Lalu berkata keras "YAIYALAH KAMU. EMANG SIAPA LAIN SELAIN KITA BERDUA DI TENGAH LAPANGAN DI BAWAH MATAHARI PANAS YANG GILA INI?! " .

"Ngak ada sihh . Kenapa?". Shulfika menatap alvin dengan mata sinis .

Tiba-tiba ada kaki yang melangkah mendekati mereka berdua, hingga membuat pembicaraan mereka berdua terhentikan.

"Kalian berdua di suruh buk jessi untuk kembali ke kelas".

"Hah? seriusan buk?".

Shulfika dan Alvin saling tatapan.

Ibuk itu menjawab sambil menatap mereka dengan tatapan canggung. "Iya nak".

"Baik buk . Makasih". Shulfika menjawab dengan penuh kebahagiaan.

"Berterimakasih lah kepada ibuk jessi . Karena kalian tidak di beri hukuman yang berat seperti anak yang kemarin". Petugas itu berkata sambil tersenyum dan mengambil sapu di tangan mereka berdua.

Petugas tersebut kembali melangkah kan kakinya meninggalkan mereka berdua.

"Hah. Kemana anak tengil itu, main hilangkan diri aja kayak arwah. Seharusnya dia sadar dirinya persis seperti arwah".

"Emang shulfika bantuin buk jessi apaan sih?! Kok lama kali, ini dah hampir istirahat". Cerli penasaran setengah mati.

Hujan dan Karina memikirkan apa yang cerli ucapakan.

"Mungkin bantuan yang di maksud adalah H U K U M A N". Meyta menjawab pembiaraan cerli sambil ketawa kecil dan datang ke meja tempat hujan,karina dan cerli.

"erhhgrk.Bisa jadi sih". Hujan tertawa kecil membayangkan bagaimana hukuman yang di dapat shulfika dari buk jessi.

Shulfika masuk ke kelas dengan memasang muka masam nya lalu menarik bangkunya ,kemudian dia duduk di bangku nya mengabaikan teman-temanya tanpa mengatakan sepatah kata apa pun. Shulfika menaruh kepala di atas meja dengan menutup kepalanya dengan tangannya. Hujan , karina , cerli dan meyta hanya melihatnya dengan muka kebingungan , mereka ber empat saling tatap-tatapan. Tak lama kemudian cerli pergi ke samping bangku shufia ,mencoleh Shulfika dan menanyakan .

"Shul, buk jessi tadi ke kelas bilang kalau kamu bantu ibuk tu ya? , bantu apa emang nya?".

"Main game sama ibuk tu". Shulfika mengatakan sambil mengangkat kepalanya dari atas meja.

Hujan,karina dan meyta penasaran dengan yang dikatakan Shulfika , jadi mereka tergesa-gesa ke meja Shulfika untuk mendengar.

"HA?! . Game apaan cuyy?". Hujan menyelidik perkataan Shulfika.

"Maksud kamu kenak hukuman , gara-gara terlambat datang sekolah?" . Meyta menyelidik dengan tersenyum.

Shulfika belum sempat melontarkan jawaban pertanyaan meyta , teralihkan dengan omongan perkataan karina.

"Eh shul, mereka tadi ngetawain kamu". Karina menunjuk Cerli,Hujan dan Meyta dengan muka tengil.

Cerli,hujan,meyta tersenyum membuang muka mereka ke arah lain. Shulfika menatap mereka bertiga dengan muka masam nya.

"Mereka emang sering menertawakan penderitaan orang".

"Alah leba-". Pembicaraan hujan terpotong di karena kan ketua kelas memanggil nya .

"Hujan. Ayok temenin aku bentar ketemu pelatih seni".

Hujan langsung teralihkan dengan suara itu ,ia kesel menatap muka nya yang datar tanpa ada ekspresi.

"Pasti ada sesuatu makanya kamu mau". Hujan mennyelidik.

"Udah ngak usah banyak tanyak". Eza tidak menghiraukan pertanyaan hujan dan langsung pergi meninggalkannya.

"Dih sok cool banget tu cowok .Najis banget". Shulfika mencomoh dengan pelan .

Cerli ,karina dan hujan terdiam menatap Shulfika dengan muka terkejut. Sedangkan meyta terlihat senang dengan perkataan Shulfika.

Hujan langsung pergi meninggalkan temenya tanpa ucapan pamit. Eza dan hujan berani keluar kelas karena sudah jam istirahat semenjak Shulfika masuk ke kelas.

Hujan berlari cepat menghampiri eza . Hujan melihat eza setengah ketakutan dan tangan gemetaran.

"Kok takut?".

"Lu bisa diam ngak ?". Eza menjawab ketus dengan tatapan ke depan dan berjalan tergesa-gesa.

"Yaudah kenapa ajak aku ?! Kalau sikap kamu kek gini ?! Kan aku bukan sekretaris, bukan jugak wakil kamu, ajak aja sekretaris sana kok malah aku". Hujan memberhentikan langkah jalanya .

Begitu juga eza memberhentikan Langkah jalannya dan berpaling ke belakang menatap hujan .

"Oke. I'm sorry for my behavior. Tapi lu tau kan yang bisa diandalkan cuman lu doang. Aku ngak mau banyak bicara . i'm not in a mood".

Eza Kembali memutar badan nya kearah depan dan Kembali melangkah tergesa-gesa. Hujan terdiam ,dia tau eza mempunyai sifat buruk seperti itu ,tapi hujan sudah sering memaklumi sifatnya. Hujan Kembali mengikuti Langkah eza dari belakang.

Persis di depan ruangan multimedia , eza menghentikan tangan hujan yang sedang meraih gagang pintu . Eza memegang tangan hujan dengan erat dan menjelaskan apa yang terjadi ke hujan.

"Lu tau?! pelatih seni tu telpon aku tadi malam , dia marah-marah hujan karena aku ngak temui dia".

Hujan melotot menatap eza dan hujan melepaskan tanganya dari eza .

"Apasih tolol. Ngak usah takut anjay". Hujan memegang mulutnya karena sudah berkata kasar , dia kepikiran karena dia tidak pernah melontarkan perkataan kasar ke orang lain, kecuali ke dirinya sendiri.

Kemudian hujan meraih gagang pintu dan membukanya . Eza menarik nafas ,matanya menatap ke bawah, lalu masuk ke dalam ruangan mengikuti langkah hujan . Tiba di dalam ruangan terlihat seorang laki-laki duduk di atas kursi dengan laptop di depanya . Mereka berdua melihat-lihat ruangan yang di penuhi meja dan komputer berwarna putih ,hingga lukisan-lukisan yang terpajang di setiap dinding ruangan itu dan banyak tumbuhan di dalamnya . Mereka menghampiri laki-laki di meja yang terletak di depan papan tulis yang sedang mengotak-atik laptopnya . Mereka berdua berdiri saling tatap-tatapan di depan laki-laki tersebut.

"Ada apa?". Laki-laki tersebut melontarkan pertanyaan kepada kami sedangkan dia masih tetap fokus dengan laptopnya.

Eza menjawab dengan senyuman lebar palsunya. "Abang pelatih seni ya?".

Hujan mengalihkan mukanya ke arah sudut-sudut ruangan. Sedangkan laki-laki tersebut bertanya.

"Apa ? , kalian disuruh panggil saya ke ruang osis?".

"ngak bang . Kami yang di suruh osis untuk jumpai abang di ruangan ini". Eza berkata dengan tegas sambil memperbaiki kacamatanya .

THE ZRAVVINDERLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang