Bab 1 : Ini Bukan Mimpi

248 7 0
                                    

Karenina menatap dirinya dalam cermin. Dirapikannya riasan wajah sekali lagi sebelum kemudian menyandang tas kerjanya. Ia harus bergegas ke kantor. Hari Senin adalah hari tersibuknya. Dan hari ini jadwalnya akan dipenuhi meeting dari pagi hingga sore. Harinya akan sangat melelahkan.

"Selamat Pagi semua!"

Karenina menjawab sapa para karyawannya dengan riang sesaat tiba di kantornya. Seorang wanita muda dengan segelas kopi bermerk di tangannya mengikuti masuk ke dalam ruangannya.

"Nin, aku lupa masukin jadwal fitting gaun pengantin kamu sore ini," ucap wanita itu seraya meletakkan kopi yang dibawanya di atas meja.

Karenina mengangkat kedua bahunya. Ia tahu, kekasihnya pasti telah memarahinya. "Aidan telepon?" Tanyanya.

"Barusan."

"It's Ok. Nanti aku yang atur sendiri," sahut Karenina seraya menyesap kopinya.

Wanita itu adalah Danisa. Dia adalah sahabat sekaligus asistennya. Mereka bersahabat sejak keduanya bekerja di sebuah perusahaan yang sama tiga tahun yang lalu. Mereka bahkan pernah tinggal di kost yang sama. Danisa jugalah yang membantunya menjalankan bisnis skin care  yang dirintisnya dari dalam kamar kost sebelum Aidan menyulapnya menjadi sebuah perusahaan yang dipimpinnya saat ini.

Danisa adalah orang yang paling ia percaya untuk mengatur semua hal di perusahaan kecilnya itu. Bahkan, selama beberapa bulan ini Danisa ikut disibukan oleh urusan persiapan pernikahannya bersama Aidan yang akan dilangsungkan tiga bulan lagi. Danisa adalah mata, kepala, dan tangan keduanya. Ia bisa hidup tanpa Aidan, tapi ia tak bisa hidup tanpa Danisa.

"Ada yang perlu aku tahu lagi dari jadwalku hari ini?"

Danisa menggeleng. "That's all!" Sahutnya, lalu beranjak pergi. Tapi sesaat kemudian ia kembali. "Hmm, cuma ada satu perubahan. Untuk desain kemasan produk itu, Bu Sita mengganti orang yang akan meeting denganmu nanti."

Karenina kembali mengangkat kedua bahunya. "Whatever!" Sahutnya tak peduli.

Sudah setengah hari dilalui Karenina dengan kesibukan. Namun meski lelah ia merasa sangat senang karena penjualan produk skin care-nya semakin meningkat. Kini ia akan memejamkan mata sejenak sambil menunggu makan siang bersama Aidan. Masih ada dua meeting lagi untuk persiapan peluncuran produk skin care terbarunya yang sangat menyita waktu dan energinya. Karena semuanya harus sudah siap sebelum hari pernikahannya tiba. Namun belum sempat matanya terpejam sebuah pesan singkat terdengar dari ponselnya. Aidan sudah menunggunya di restoran. Ia pun lalu beranjak pergi.

Sejak mereka bertunangan, Aidan semakin manja dan posesif. Ia ingin mereka selalu bersama. Mulai dari sarapan pagi hingga makan malam.

"Gimana meeting-nya. Lancar?" Aidan mengecup pipi Karenina sesaat ia duduk di hadapannya.

Karenina mengangguk dengan lelah.

"Aku sudah pesenin makanan kamu."

"Kamu pesenin aku apa?"

"Tofu Soup dan Green Salad, kan?"

"Thank you!"

Karenina tersenyum. Aidan sangat hafal kebiasaannya. Ia orang yang sangat detail. Kalau ia mengganti menunya Aidan akan bertanya alasannya. Buat Aidan, segala sesuatu yang terjadi selalu punya alasan. Tak ada yang terjadi begitu saja. Dan setiap alasan harus masuk akal buatnya, atau dia akan terus bertanya, seperti saat ini.

"Kenapa sih, kamu gak pindah aja ke apartemenku?"

"Kamu kan, udah tahu jawabannya..."

"Jawaban kamu gak masuk akal. Apa bedanya pindah sebelum dan sesudah menikah?"

90 Hari SelingkuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang