Ayu mengenggam ponsel di tangannya dengan bibir bergetar. Perempuan itu luruh begitu saja saat tak lagi mampu menopang bobot tubuhnya.
"Tuhan."
Ayo mengumam berkali-kali dengan suara lirih.
Bukti yang baru saja Ayu dapatkan berhasil membuat perempuan itu shock luar biasa.
Ayu segera merogoh ponsel di saku celana, mengambil beberapa foto dari bukti chat berisi perselingkuhan yang suaminya lakukan.
Perempuan itu lantas menormalkan laju jantung, menahan tangis mati-matian karena tak ingin jika seseorang memergokinya tengah mengeluarkan air mata dengan kondisi hancur seperti ini.
Merasa sudah membaik, Ayu segera berlalu menuju kamar, menaiki anak tangga dengan langkah tertatih, mengabaikan sebentar rasa sakit yang seakan merajam hatinya tanpa ampun.
Ayu kembali luruh begitu pintu kamar berhasil dikunci. Perempuan itu menangis tanpa malu, mengeluarkan semua kesakitan dan air mata yang ditahannya sejak tadi seorang diri.
Tak ada tempat berbagi, tak ada orang yang bisa mengerti.
Ayu hanya ingin sendiri, menumpahkan rasa sakit yang mungkin tak akan bisa perempuan itu lupakan seumur hidup.
Kepercayaan, rasa cinta, harapan dan kebahagiaan yang dimilikinya telah hancur berganti duka dengan rasa remuk tak terkira.
Ayu menjerit sekuat tenaga, menumpahkan segala rasa sesak yang dibencinya melalui suara.
Perempuan itu lalu merebahkan diri di atas ranjang, menenggelamkan tubuh dalam gulungan selimut tebal, tak peduli walau sore ini matahari masih terang menyinari bumi.
Hingga malam hari, Ayu masih tak beranjak dari tempat tidur.
Perempuan itu memejamkan kedua mata lama, menghalau pening yang kembali datang setelah sepersekian detik membuka mata.
Kamar sudah dalam keadaan gelap dan sunyi. Ayu mengira suaminya belum pulang ke rumah.
Tubuh yang terasa lengket membuat perempuan cantik itu memaksakan diri untuk mandi.
Ayu mengambil blouse dalam lemari. Perempuan itu berhenti sejenak di depan cermin, menatap pantulan diri, tertawa mengejek tampilan kacau yang kini perempuan itu tatap tanpa berkedip.
Kedua mata bengkak dengan rambut acak-acakan semakin membuat Ayu merutuki diri.
Tak ada gunanya ia menangis namun hanya dengan cara itu Ayu bisa melegakan diri. Setidaknya bebannya sedikit terangkat setelah menumpahkan kesakitan dalam tangisan.
"Kamu salah telah bermain api mas. Akan aku pastikan setelah ini kamu tidak akan bisa menemukan kami."
Kalimat yang hanya mampu diucapkan dalam hati itu laksana sebuah sumpah yang akan Ayu penuhi.
Ia tidak mau lemah. Menyerah dan menerima takdir kejam yang akan terus membawa dirinya dan Ila dalam pusara duka jika ia tak berani mengambil langkah.
Ayu tidak mau menjadi wanita lemah yang menerima kesakitan dalam diam.
Ayu pastikan saat waktunya tiba ia akan meminta haknya. Membawa serta Ila untuk ia besarkan seorang diri tanpa sosok suami.
*****
Ayu mencoba bersikap biasa saja menyambut Bian yang baru saja pulang bekerja.
Perempuan itu memberikan senyum terbaik, mengambil tangan suaminya untuk dicium takzim sebelum menuntun Bian memasuki rumah mereka.
"Mau langsung makan atau mandi dulu mas?"
Bian tak langsung menjawab pertanyaan sang istri. Laki-laki itu justru menahan Ayu yang sudah siap untuk bangkit berdiri dari sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan yang Ternoda (PDF/KARYA KARSA/DREAME)
Ficção GeralAyu mengira kehidupan rumah tangganya adalah fase terbaik dalam hidupnya. Memiliki mertua yang menyayanginya dengan tulus, anak yang cerdas dan suami yang sangat mencintainya membuat perempuan itu tidak lagi mengingkan apapun. Ayu hidup bahagia. Tid...