10 tahun kemudian....
"Ven, tujuan kita selanjutnya kemana?" tanya Arlene yang muncul dari bilik dapur di tempat singgah barunya.
Alven yang sedang memutar-mutar tabung berisi serbuk berbagai warna itu menghentikan aktivitasnya. "Ke desa Sukajoyo, sini duduk." Alven menggeser sedikit tubuhnya lalu menepuk tempat itu dua kali mengisyaratkan agar Arlene duduk di sana.
Tap.
Tap.
Tap.
"Seratus tahun masih lama, ya?" tanya Arlene dengan wajah memelas.
"Banget, kenapa, sih? Capek, ya?"
Arlene mengangguk, Alven melihat itu tersenyum gemas lalu menarik kepala cewek itu untuk bersandar di dadanya.
"Ada gue, kita lewatin semuanya sama-sama, mending sekarang lo tidur, nanti malem gue bangunin."
Tanpa menjawab, Arlene langsung menutup matanya dan tertidur di pelukan Alven.
Selama sepuluh tahun ini banyak sekali perubahan seiring berjalannya waktu, mereka yang awalnya asing dan sering bertengkar sekarang menjadi dekat layaknya seorang kakak dan adik.
Baru sepuluh tahun saja mereka sudah dekat, lantas, bagaimana di seratus tahun nanti?
Sebenarnya permainan ini bukan hanya mengorbankan tubuh yang tersakiti, tapi juga menahan diri agar perasaan cinta itu tidak tumbuh.
Kalian tau sendiri jika ada salah satu dari mereka yang menaruh hati itu bagaimana.
Ya, mati.
– W e r e l d e n –
Lagi dan lagi.
Magdalena menghampiri kediaman Matilda, menanyakan sesuatu yang sebenarnya tidak mungkin membuahkan hasil.
"Dimana ibu dari anak haram yang sudah merebut cinta pertama dan terakhirku itu kakak sialan!" ucapnya sambil menggebu masuk ke dalam rumah.
"Tch! Sudah berapa kali aku bilang, aku tidak akan memberitahumu dimana keberadaannya," jawab Matilda tetap teguh dengan pendiriannya.
Magdalena mengacak-acak rambut yang sudah kusut itu, pertanda jika dia sedang kesal.
"Kau mirip seperti orang tidak punya akal."
"Tutup mulutmu itu Matilda, aku bisa kapan saja melukai keponakan tersayangmu itu kapanpun aku mau."
Matilda terdiam.
"Aku bersumpah seumur hidupku, aku 'kan terus mencari wanita sialan yang kau sembunyikan itu, seumur hidupku!" Magdalena berucap diiringi suara petir yang menyambar dengan kencangnya.
Seorang penyihir sudah berjanji.
"Dan aku juga bersumpah akan melindungi perempuan itu dan anaknya dari wanita pendendam yang dengki sepertimu!"
Suara petir semakin bergemuruh, angin berhembus kencang, jendela rumah terbuka tertutup, diiringi mata mereka yang bertatapan saling mengisyaratkan kebencian di dalam diri mereka masing-masing.
"Kau Kakak yang jahat."
Sebuah asap langsung mengelilingi tubuh Magdalena, membawanya pergi meninggalkan kediaman kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WERELDEN
Viễn tưởng"Bukan seseorang yang pandai bermain hati, tapi seseorang yang pandai bermain tak-tik." Arlene, seorang perempuan yang rela terjun ke dalam dunia sihir untuk menyelamatkan nyawa sang mama. Ia pikir dunia sihir itu serba mudah, hanya mengucapkan "sim...