JAM kian berganti, tak terasa waktu sudah menunjukan pukul enam pas yang berarti ingatan warga tentang kejadian pembunuhan, mayat yang berada di rumah, itu akan menghilang.
Pemain juga ikut menghilang karena ingatan warga akan hilang pada jam enam pas, jika sudah jam enam lewat satu menit berarti ingatan warga telah kembali semula. Pasti warga akan merasa curiga dengan segerombolan orang yang berjalan menuju desa lain dengan membawa karung besar.
Maka dari itu para pemain di samarkan.
Siapa bilang mereka teleport? Mereka tetap berjalan menggunakan kaki.
Oh ya, tadi Arlene telah berhasil membunuh tiga orang peserta perempuan dengan cara menceburkannya ke dalam sumur. Dengan begitu Arlene tidak akan tereliminasi hari ini.
"Capek banget gak si? Di sini udah dua hari tapi di Bumi masih nol koma satu per dua detik," kata Arlene di seperempat jalan.
Alven yang paham akan kode langsung mengambil tas Arlene dan memberikannya beban berukuran kecil.
Arlene tersenyum tipis melihat itu.
"Namanya juga usaha. Susah ngeluh, capek ngeluh, gagal dikit ngeluh, tapi tetep di kerjain. Karena manusia akan bangkit setelah putus asa untuk mencapai tujuannya."
"Tapi buktinya banyak tuh orang putus asa yang bunuh diri," elak Arlene.
"Ya kan itu mah di dunia. Kalau di sini bunuh diri sama aja kayak bunuh emak sendiri." Skak Alven membuat Arlene tertohok.
Oke, ini tidak bisa di elakkan lagi karena memang benar kenyataannya seperti itu.
- W e r e l d e n -
Singkatnya, mereka berdua sudah berada di dalam bilik dan sudah sampai di desa yang bernama desa 'joyo sentoso'.
Arlene yang pertama kali membuka pintu langsung teruju kepada kain berwarna kuning terang. Objek yang sangat mencolok dari objek lainnya.
Arlene yang ragu-ragu mengisyaratkan untuk Alven masuk ke dalam. Tujuannya, jika itu jebakan setidaknya Alven yang kena. Karena dia akan hidup lagi.
"Ini bukan jebakan, jadi setiap kita pindah bilik, bakal ada kain kuning yang isinya senjata. Liat aja, pisau lo yang ada di kantong pasti ilang," ucap Alven. Arlene langsung meraba kantongnya karena penasaran.
Dan benar saja. Pisau itu menghilang, hanya menyisakan serbuk berwarna Biru. Yang entah fungsinya untuk apa.
Dengan tiba-tiba, Alven memberikan botol transparan kepada Arlene. Bingung? Jelas.
"Kumpulin serbuk itu sampai seratus tahun, itu adalah kunci utama mendapatkan bunga aurora," kata Alven. Lalu ia mengeluarkan lagi gelas yang sama dari jas bajunya.
Alven mulai menaburkan serbuk biru miliknya ke dalam tabung itu. Diikuti dengan Arlene.
"Buka aja kain nya. Gak ada yang bahaya, kok," kata Alven mendorong Arlene untuk maju membuka kain kuning.
Arlene yang sudah percaya dengan Alven langsung membuka kain kuning tersebut. Dan diketahui senjata baru nya kali ini adalah sebuah ketapel dengan sepuluh batu di sampingnya.
"Buset, ketapel, gimana cara ngebunuhnya?" tanya Arlene terheran-heran.
"Norak lu, burung aja di lempar batu pakai ketapel mati. Manusia juga kayak gitu, di lempar batu bisa langsung mati, apalagi ngelemparnya pake tenaga dari ketapel. Udah bolong tuh kepala."
KAMU SEDANG MEMBACA
WERELDEN
Fantasy"Bukan seseorang yang pandai bermain hati, tapi seseorang yang pandai bermain tak-tik." Arlene, seorang perempuan yang rela terjun ke dalam dunia sihir untuk menyelamatkan nyawa sang mama. Ia pikir dunia sihir itu serba mudah, hanya mengucapkan "sim...