Di lain tempat dimana raut kecemasan terbentuk di wajah cantik itu, Lady Arlene beserta adiknya Thania tidak bisa berbuat banyak untuk meyelamatkan rakyat Arandelle. Mengetahui jika raja sudah mati dibunuh, lady Arlene putus harapan akan kondisinya saat ini.
"Pergilah ke negeri selatan, temui Raja Arthur. Minta pertolonganlah padanya, Arlene," ucap ibu ratu saat kondisinya sudah tidak berdaya. Seolah waktu berhenti begitu cepat.
Arlene yang mendengar hal tersebut menatap ibunya, "Bagaimana aku bisa pergi sementara kondisi ibu seperti ini." Cemas Arlene menatap tubuh ibunya sudah terkulai lemas dengan darah yang tak berhenti mengalir dibagian perutnya.
"jangan mengulur waktu. Bawa adikmu beserta rakyat yang selamat. Ibu tidak mau nasibmu jatuh ke tangan bangsa Orc yang keji itu," titah Ratu menggenggam tangan Arlene yang gemetaran. Sementara Thania di sisinya hanya bisa menunduk sembari menangis dalam diam.
"Izinkan aku membawa ibu." Mohon Arlene menatap ibunya dengan mata berkaca-kaca.
"Membawa ibu hanya akan menghambat perjalananmu. Ibu akan di sini menemani ayahmu yang sudah tiada."
"T-tapi ibu—"
"Jangan membantah nak. Bawa kalung ini dan tunjukkan pada king Arthur, dia akan menyelamatkanmu."
Arlene menatap kalung pemberian ibu Ratu. Sebenarnya kalung itu adalah simbol dari kerjaan timur, yakni kerajaan Arandelle yang kini telah hancur akibat pemberontakan. Melihat ibunya yang mulai menutupkan mata, Arlene panik seketika.
"Ibu, aku mohon tidak seperti ini hiks hiks. Jangan tinggalkan aku dan Thania." Masih berusaha mengguncang tubuh ibunya, Arlene berharap tidak secepat ini kedua orang tua tercintanya mati secara tragis.
Arlene memeluk Thania yang masih menangis. Berharap semuanya hanya mimpi, namun tidak ada mimpi seperti nyata. Menatap adiknya lekat Arlene berkata, "Sekarang hanya ada kita. Apapun yang terjadi tetaplah di sampingku."
Thania hanya bisa mengganguk dan tak berhenti menangis melihat kematian ibunya. Bahkan diusianya yang baru menginjak 17 tahun ini, Thania sudah kehilangan orang tercintanya, kakak dan kedua orang tuanya sudah meninggal dengan cara menyedihkan.
Arlene mengajak Thania bangkit dan keluar dari tempat persembunyiannya. Lorong bawah tanah istana adalah tempat yang aman-untuk saat ini. Dirinya tidak tahu berapa lama lagi para Orc akan menemukan tempat persembunyia mereka. Maka dengan waktu yang tersisa, Arlene menghampiri rakyatnya yang jumlahnya tidak lebih dari 20 orang yang akan ikut menyelamatkan diri dengannya.
"Atas titah terakhir ibu Ratu, aku mengajak kalian rakyatku pergi ke negeri selatan untuk menyelamatkan diri," ucap Arlene tegas di hadapan para rakyatnya yang berwajah ketakutan.
"Namun dengan apa kita pergi ke negeri selatan lady Arlene, sementara para Orc masih berkeliaran di luar?" Tanya salah satu orang dengan raut cemas.
Arlene menahan nafas sejenak. Semuanya memang terasa berat dan mustahil.
"Kalian tahu bangsa Orc hanya mampu beraktivitas di malam hari. Maka saat fajar menyingsing aku mengajak kalian pergi ke dermaga bagian utara istana. Aku yakin bangsa Orc tidak mampu berbuat apapun pada siang hari karena cahaya matahari akan membakar tubuh mereka."
Rakyat yang mendengarnya mengangguk setuju atas ide yang diusulkan. Hanya ada satu kesempatan, maka mereka harus menggunakannya sebaik mungkin.
"Beberapa jam tersisa sebelum fajar menyingsing. Gunakan sisa waktu ini untuk beristirahat, karena kita akan segera memulai perjalanan panjang."
###
Di belahan dunia lain tepatnya di atas langit tempat dimana para elf tinggal. Acara penghormatan terhadap leluhur yang telah berjuang menyelamatkan dunia diadakan. Semua para elf berkumpul baik pria maupun wanita. Mereka mengenakan pakaian putih dengan lis emas dikedua sisinya. Kuping yang panjang menjadi ciri khas elf itu sendiri. Paras tampan dan cantik tidak luput dari anugerah yang diberikan membuat siapa saja terpesona melihatnya. Umur mereka lebih panjang dari manusia normal lainnya, bahkan elf bisa hidup sampai seribu tahun lamanya.
"Kita berkumpul disini, menundukkan kepala memohon pada Queen Mother untuk keselamatan dan kesejahteraan dunia selamanya," ucap Alastor pimpinan elf yang diketahui telah hidup paling lama di dunia ini yakni lima ribu tahun lamanya.
Semua elf menundukkan kepalanya seraya berdo'a kepada Queen Mother atas keselamatan dunia.
Setelah permohonan selesai para elf membubarkan diri, sebagian kembali pada pekerjaannya yakni melatih ilmu sihir yang dimilikinya sampai mencapai tingat tinggi.
"Aero, aku ingin berbicara denganmu," ucap Alastor ketika melihat Aero sedang melatih ilmu sihirnya.
Aero mendekat hormat pada ketua elf itu.
"Aku ingin memberikan tugas untukmu untuk pergi ke dunia manusia."
Dunia manusia? Aero yang mendengarnya terkejut bukan main. Dunia manusia adalah dunia dimana para manusia normal tinggal. Semua orang tahu itu. Namun yang menjadi pertanyaan Aero adalah mengapa dirinya dan untuk apa?
Seolah mengetahui pertanyaan Aero, Alastor langsung menjawab. "Kerajaan Arendelle sedang dalam masalah saat ini. Kau sebagai elf bertujuan untuk membantu setiap rakyat yang kekusahan untuk mendapatkan haknya lagi." Jelas Alastor
"Tapi bukanlah elf tidak boleh ikut campur antar masalah kerajaan, akan timbul kecemburuan sosial nantinya bila kedua belah pihak tahu." Yang Aero tahu begitu sistemnya. Elf tidak boleh ikut serta dalam masalah kerajaan yang sedang bertikai. Setiap rakyat bersembah pada Queen Mother, yang artinya Tuhan mereka sama.
"Kerajaan Arendelle sedang bertikai dengan bangsa Orc, Aero. Tentu itu akan merugikan salah satu pihak." Tutur Alastor mencoba membuat Aero mengerti.
"Demi keselamatan dunia, aku, Alastor sebagai pemimpin elf memerintahkanmu Aero untuk membantu kerajaan Arandelle beserta rakyatnya mendapatkan haknya lagi!"
"T-tapi—"
Sebelum Aero menyelesaikan kalimatnya, Alastor telah pergi meninggalkannya dengan seribu pertanyaan yang muncul di benaknya.
"Semua yang terjadi sudah tertulis dalam takdir. Queen Mother tidak mungkin salah memilihmu untuk pergi ke dunia manusia membantu kerajan Arandelle," ucap Sirius, teman Aero sejak mereka menjadi elf ditingkat pertama.
Aero yang mendengarnya hanya bisa menghela nafas. Benar, semua yang terjadi pasti atas kehendak Queen Mother. Dan jika dipikir lagi mengapa Kerajaan Arendelle bisa bertikai dengan bangsa Orc? sungguh lawan yang tidak sebanding.