Negeri selatan lebih indah dari apa yang diceritakan ibunya sewaktu Arlene kecil. Air terjun yang mengalir di antara dua tebing membuka awal perjalan Arlene. Siapa sangka bahwa di balik air terjun yang mengalir dengan deras itu ternyata ada pintu yang menjadi penghubung antara dirinya dengan kerajaan Clementary. Kapal yang ditumpanginya berhenti ketika sudah memasuki pintu utama kerjaan. Rakyat Clementarty sebagian besar berprofesi sebagai nelayan, hal itu didukung dengan sumber daya laut kerajaan ini yang sangat kaya. Tak dihiraukan lagi dengan kualitas ikan yang didapatkan mereka dapat ditawar dengan harga tinggi di negeri sebelah.
Selesai dengan ketakjubannya, Arlene mengikuti langkah prajurit Clementary yang akan membawanya menghadap King Arthur. Dengan melihat kondisinya saat ini, Arlene akan menjelaskan alasan utamanya menemui sang raja. Semoga raja dapat membantunya.
"Rakyat Arandelle dipersilahkan ke ruang penjamuan," ucap prajurit mengarahkan tempat beristirahat untuk rakyat Arandelle di istana.
"Lady Arlene, his majesty ingin berbicara denganmu."
Arlene yang mendengarnya mengangguk sembari berjalan mengikuti langkah prajurit di depannya.
Istana ini begitu megah. Kemegahannya tidak bisa dibandingkan dengan kerajaannya sendiri, Arandelle. Namun karena letak kerajaan ini di atas tebing permukaan laut, hal itu mendukung keindahan Clementry bagi Arlene.
"Kehormatan bagi saya menemui your majesty." Arlene menundukkan kepalanya dan membungkukkan tubuhnya untuk menyapa sang raja.
"Apa yang membuatmu kemari Lady?"
Rupanya King Arthur ingin Arlene to the point. Baiklah tanpa berbasa-bagi dulu, Arlene akan menjelaskan tujuan utamanya ke kerajaan Clementary.
"Aku sebagai keturunan dari kerajaan Arandelle yang tersisa, memintamu your majesty untuk berbaik hati membantuku merebut kerajaanku dari bangsa Orc."
King Arthur yang mendengarnya terkejut bukan main. Bagaimana bisa kerajaan Arandelle yang terdengar makmur bisa jatuh ke tangan Orc yang seperti monster ganas itu. Bukankah perjanjian diantara keduanya akan hidup berdamai. Raja Arthur sedikit mengetahui perjanjian antar kerajaan Arandelle dan bangsa Orc.
Namun melihat kondisi Arlene yang merupakan putri dari King Thomas, hal itu membuat King Arthur prihatin. Tentu setelah melihat Kulit yang pucat dipenuhi dengan goresan luka serta pakaiannya jelas sekali kotor dan sobek.
"Pasti berat sekali bagimu menuju ke Clementary, lady Arlene. Melihat kondisimu itu, aku memutuskan untuk menunda pembicaraan kita."
"T-tapi your majesty—"
"Beristrahatlah, kita masih memiliki hari esok." King Arthur pergi setelah menyuruh prajuritnya menyiapkan kamar yang layak untuk Arlene.
Arlene tidak menyangka bahwa King Arthur akan menunda pembicaraan mereka. Setelah memberi tahu tujuan utamanya, Arlene hanya berharap raja dapat membantunya segera. Namun sejujurnya dirinya sudah lelah akibat kurang beristirahat setelah melewati beberapa hal berat akhir-akhir ini. Semoga besok menjadi waktu yang tepat untuk Arlene berbicara dengan King Arthur.
###
Sinar mentari menyapa Arlene, seolah ingin membangunkannya dari tidur lelap. Arlene ingin terus membaringkan tubuhnya yang seakan remuk, namun karena hari ini dirinya mempunyai janji temu dengan raja, Arlene tidak mau membuang waktu dengan sia-sia. Arlene langsung menuju tempat pemandian yang telah disiapkan pelayan istana.
Di sinilah Arlene sekarang, menatap pantulan dirinya di cermin besar yang menampilkan dirinya di sana. Dress yang telah disiapkan pelayan istana membalut tubhnya dengan pas. Dirinya terlihat anggun menggunakan dress itu. Walau raut kesedihan tidak luput hilang dari wajahnya. Matanya masih memancar kesedihan bagi siapa saja yang melihatnya.
Arlene mencoba menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. Hari ini adalah hari pentingnya untuk berbicara dengan raja. Tidak mau lama-lama meratapi nasib buruknya itu, Arlene segera melangkahkan kakinya beranjak dari kamar.
"Aku turut berduka atas kematian keluargamu, Lady," ucap king Arthur prihatin menatap sosok Arlene di hadapannya. Setelah mendengar kabar atas apa yang dialami wanita itu, King Arthur cukup takjub dengan sikap tegar dan kegigihannya untuk merebut kerajaan Arandelle.
"Terimakasih Your majesty. Tapi aku tidak mau berlarut-larut dengan kesedihanku. Aku mohon padamu untuk membantu diriku merebut kerjaanku lagi dari bangsa Orc."
"Lady, itu permintaan yang tidak mudah."
Arlene tahu itu. Sedari awal dirinya sudah memikirkan bahwa kerajaan Clementary tidak mungkin secepat itu menyetujui permintaannya. Arlene mempertimbangkan akan membagi beberapa wilayah untuk kerajaan clementary bila membantu dirinya merebut Arandelle kembali.
"Aku mengambil resiko besar bila membantumu, Lady. Bangsa Orc adalah lawan yang tangguh. Berapa banyak prajuritku yang akan mati bila membantumu. Oh dan jangan lupakan keluarga mereka yang ditinggalkan akan menjadi janda dan yatim." King Arthur menatap pemandangan rakyat Clementary yang berlalu lalang melakukan perdagangan di bawah sana. Hal itu terlihat dengan jelas dari jendela ruangannya yang di desain khusus untuk raja clementary.
"Aku menawarkan sesuatu untukmu, your majesty. Aku akan memberikan wilayah timur kerajaan Arandelle untuk kerajaan Clementry sebagai imbalannya. Wilayah itu memiliki tanah yang subur dan di dalamnya terdapat limpahan batu bara yang bisa kau manfaatkan untuk mensejahterakan rakyatmu, your majesty." Arlene berharap hal itu cukup untuk Clementary membantunya.
Tentu saja king Arthur tahu bahwa kerajaan Arandelle memiliki tanah yang subur dan kaya akan sumber daya alam terutama emas dan tambang disetiap wilayahnya.
"Aku juga tidak mau mengambil resiko jika pasukanku kalah, lady."
"Jika kita tidak mampu mengalahkan bangsa Orc, bukan kerajaanku saja yang dikuasai. Maka Semua kerajaan di belahan bumi akan ikut dikuasai, termasuk Clementary, your majesty."
King Arthur mendengar hal itu langsung berbalik menghadap Arlene yang sedang menunduk di depannya.
"Jaga ucapanmu, Lady! Clementary tidak memiliki urusan apapun dengan bangsa Orc." Setengah kesal mengucapkannya, King Arthur menghunuskan tatapan tajam pada Lady Arlene.
"Maafkan atas ucapanku, your majesty. Tapi bangsa Orc memiliki tujuan untuk menguasai dunia dan membasmi seluruh umat manusia."
Hal itu memang tidak bisa dipungkiri akan terjadi. Bila bangsa Orc saja mampu menghancurkan kerajaan Arandelle dalam satu malam, maka tidak mungkin bangsa Orc akan melakukan hal nekat untuk kepetingan bangsanya. King Arthur yang memikirkannya menjadi pusing seketika.
"Lalu apa rencanamu, Lady?"
Arlene mendekat dan menunjukkan peta wilayah di depan King Arthur. Secara rinci Arlene menjelaskan hal-hal yang akan menjadi strateginya itu. Bahkan Arlene sangat memperhatikan hal kecil dengan detail. King Arthur yang mendengarkan wanita di sebelahnya itu takjub. Bagaimana bisa wanita ini mampu memikirkan hal cerdas tersebut dalam waktu yang amat singkat.
Arlene memberikan senyuman singkat diantara kalimat terkahirnya.
"Bagaimana your majesty?" Tanya Arlene mengakhiri penjelasan panjangnya. Melihat sang raja di sebelahnya diam, tak bicara, Arlene khawatir seketika. Apakah diantara kalimatnya tadi ada kata yang menghina clementry dibagian ucapannya?
"Your majesty, aku—"
"Aku terkesima dengan penuturan rencanamu lady. Aku cukup takjub mendengarnya."
"Termakasih. Aku harap kau mau membantuku."
"Aku akan membantumu, tapi dengan satu syarat. Menikahlah dengan putraku."
Arlene mendengarnya terdiam seketika. Rasanya ada batu besar yang akan menghantam kepalanya. Apa permintaan raja tadi? Menikah? Bahkan disituasi seperti ini pernikahan tidak pernah terlintas sekalipun dalam otaknya. Ini sungguh konyol. Bagaimana dirinya bisa melakukan pernikahan sementaranya kerajaannya dalam kondisi kritis dan jangan lupakan rakyatnya yang tersisa memiliki hidup yang tak pasti saat ini.