Di sebuah rumah kecil yang tampak terpencil di antara rumah hangat dan villa mewah di sekitar bukit itu, di depan perapian, duduk seorang wanita yang sedang merajut sebuah syal sambil bersenandung.
Tangannya terulur membelai perutnya yang besar. Sembilan bulan sudah berlalu, kini tinggal menunggu hari sampai bayinya lahir. Dan tinggal menunggu hari pula, untuk kontrak itu terpenuhi.
"Aku tak pernah melihat manusia yang hampir mati tersenyum begitu lebar sepertimu"
Sebuah suara menginterupsinya dari kegiatan itu. Ia menoleh dan mendapati seorang wanita muda nan cantik dengan pakaian serba hitamnya sedang duduk di kursi agak jauh darinya.
Ia tersenyum kepadanya, "Aku tidak bisa merasakan apapun selain kebahagiaan, nona Rosa. Memikirkan bahwa putraku akan segera lahir, aku merasa sangat bahagia."
"Seperti kau akan merawatnya saja" desis Rosa dengan sinis. "Aku memang tak bisa merawatnya, tapi setidaknya aku tahu bahwa dia akan tetap hidup di dunia ini, untuk melanjutkan nafasku." Jawab Yunji dengan tenang.
Netra kelam milik Rosa bergulir ke arah Yunji. Menatap penuh tanya padanya "Hari itu kau bisa meminta hal lain padaku. Kau bisa minta harta, kekayaan, atau paling tidak kau bisa memintaku untuk melenyapkannya."
"Melenyapkannya?"
"Kau tahu yang kumaksud. Setidaknya di sisa hidupmu kau tak perlu bersembunyi seperti ini"
Yunji mengalihkan pandangannya kembali pada api yang sedang memakan ranting kering di perapian. "Hari itu aku tak bisa memikirkan apapun selain keselamatan bayiku, nona Rosa"
Matanya menerawang jauh kembali ke waktu yang telah berlalu, tangannya tak henti mengelus perutnya. Raut wajahnya sarat akan kepedihan "Hari itu suamiku dibunuh tepat di depan mataku, aku ketakutan, dan yang bisa kupikirkan adalah lari untuk menyelamatkan diriku dan bayiku"
Setetes air mata mengalir turun ke pipinya. Helaan napas yang dalam terdengar pilu di ruangan yang tak seberapa luas itu. "Hari itu, bertemu denganmu mungkin adalah bagian dari takdirku, nona Rosa. Ketika kau menawarkan padaku sebuah cara untuk menyelamatkan bayiku, maka aku merasa tak punya alasan untuk menolak. Karena, meskipun aku meminta harta, kekayaan, atau pun pembalasan dendam, aku tetap tak akan bisa hidup dengan bayangan kematian orang yang aku cintai."
Mata Rosa memicing ketika mendengar Yunji mengucapkan frasa terakhirnya. "Lalu kau pikir bayi itu akan bisa hidup dengan bayangan kematian orang tuanya?" sarkas Rosa. Yunji menoleh, netranya bertemu dengan manik hitam yang seakan bicara padanya tentang kebencian, amarah, atau sesuatu yang tak ia pahami.
"Aku yakin dia akan mengerti. Dia akan paham, bahwa hidupnya adalah bukti cinta kedua orangtuanya. Dia akan baik-baik saja."
Lagi, Rosa berdecih remeh dan tertawa sarkastis. "Dari mana ia akan tahu kalau tak ada yang memberitahunya?" Rosa berdiri, melangkahkan kakinya mendekati Yunji di perapian. "Dengar, Yunji! Mungkin kau sudah salah paham tentang aku. Aku bukan peri baik, aku adalah iblis. Dan aku tidak di sini untuk menolongmu."
Tangan Rosa terulur untuk menyelipkan helaian rambut Yunji ke belakang telinga. Seketika, seperti di sihir –atau memang, suara Rosa malam itu kembali terdengar di telinganya. 'Lebih dari segalanya, aku benci manusia'.
"Ya, Yunji. Bertemu denganku malam itu memang bagian dari takdir. Tapi bukan hanya takdirmu, tapi juga takdirnya." Tangan Rosa beralih menyentuh perut Yunji. Seketika hawa dingin menusuk ke celah pori di kulit Yunji dengan cara yang tidak mengenakkan. Perasaan itu kembali, perasaan takut ketika Rosa meletakkan tangannya di leher Yunji malam itu.
"Biar kuberitahu padamu, takdir putramu seharusnya berhenti di malam itu. Tapi, kau mencoba mengubahnya dengan menukarkan nyawamu. Kau minta agar dia tetap hidup, dan ya, tentu saja aku akan membuatnya tetap hidup. Tapi sampai kapan ia akan bertahan? Hidupnya hanya akan dipenuhi penderitaan, seumur hidupnya ia akan terus dikejar oleh kematian yang seharusnya diterimanya malam itu."
Tubuh Yunji bergetar, air matanya berderai turun membasahi pipinya. Kedua tangannya refleks memeluk perutnya. Sedangkan, Rosa masih menatap Yunji tanpa ekspresi.
"Kontrak tidak bisa dibatalkan, dan namaku masih ada dalam garis takdir putramu." Rosa berdiri. Melangkah menjauh menuju pintu keluar dari rumah itu.
"Kau tahu? Manusia, cinta, dan pengorbanan, adalah kumpulan frasa yang sama artinya dengan egois." Pintu berdebum menutup. Menyaksikan langkah Rosa yang menjauh, kemudian menghilang bersama kelopak bunga azalea yang terbang ditiup angin.
-Deathly Wishes-
Fajar akan terbit, ketika Yunji sedang berjuang untuk melahirkan putranya. Setelah puluhan menit yang menegangkan, akhirnya seorang bayi kecil yang tampan pun terlahir ke dunia ini. "Terima kasih, terima kasih sudah lahir ke dunia ini, Sowon" bisik Yunji pada putranya.
"Jadi namanya Sowon?" suara Rosa tiba-tiba memenuhi ruangan tempat Yunji bersalin. Yunji tak pernah terbiasa dengan kemunculan Rosa yang selalu tiba-tiba. Ia pun tak bisa menahan ekspresi terkejut di wajahnya.
"Sekarang kau takut saat bertemu denganku?" ujar Rosa lagi. Yunji tersenyum dan menggeleng. Ia tahu, saatnya memenuhi kontrak sudah tiba. "Sebentar, biar aku menatap wajahnya sebentar lagi."
Rosa, mau tak mau netranya menangkap seorang bayi yang berada dalam buntalan selimut putih itu. Ada perasaan aneh yang masuk ke dalam benaknya, seakan ia pun telah lama menanti kelahirannya. Seakan ia telah lama...merindukannya.
"Aku sudah menitipkan Sowon pada keluarga Kang di samping rumah. Aku bilang, kalau terjadi sesuatu saat aku melahirkan, aku mohon agar dia merawat Sowon. Itu oke, kan?" tanya Yunji yang entah merujuk pada siapa.
"Aku tak ingin mendengar pesan terakhirmu, Yunji. Kau harus cepat, atau mereka akan segera datang untuk mengambil putramu juga." Tatapan Yunji seolah bertanya pada Rosa tentang siapa yang ia maksud dengan 'mereka'. "Malaikat maut. Sudah kubilang, seumur hidupnya ia akan dikejar oleh kematian, ingat?"
Yunji menegakkan tubuhnya, bersandar pada kepala ranjang, lalu tersenyum "Aku tahu kau akan melindunginya". Rosa mengulurkan tangannya, telapak tangan itu berpendar kehijauan, "Aku telah mengabulkan keinginanmu, kini giliranku mengambil milikku".
Untuk terakhir kalinya, Yunji menoleh menatap wajah putranya. Kemudian ia meraih tangan Rosa, dan perlahan jiwanya terlepas dari raganya, mengabur dan lebur menjadi debu yang berpendar kuning dan terbang menuju suatu tempat.
Rosa masih di sana, menatap datar pada bayi yang kini menangis, seakan ia tahu bahwa kini ia sendirian di dunia ini. "Namaku masih ada dalam garis takdirmu," Rosa mengulurkan tangannya untuk menyentuh tangan mungil bayi itu.
"sampai kita bertemu nanti, ayo bertaruh takdir apa yang akan kubawa dalam hidupmu. Apakah itu takdir baik, atau buruk," seketika pergelangan tangan bayi mungil itu berpendar merah dan membentuk symbol bunga mawar "meski aku sudah tahu jawabannya".
-Deathly Wishes-
KAMU SEDANG MEMBACA
Deathly Wishes : For the Eternal Love
Fantasía"Untuk kali pertama dan terakhirku, aku meminta pada manusia. Aku meminta padamu, Park Sowon, berikan padaku satu momen dalam hidupmu. Momen untuk mencintaiku, setulus mungkin, sebanyak yang kau bisa berikan untukku, bantu aku selesaikan hukumanku...