Delapan belas tahun sudah berlalu. Musim kembali dingin. Seperti sebelumnya, musim dingin kali ini pun masih sama dinginnya. Dan mungkin satu di antara malam dingin di musim ini, akan memiliki kisah yang sama seperti malam sebelumnya – ketika cerita ini dimulai.
Bel pulang sekolah berdentang, para siswa bersiap untuk pulang. "Sowon, apa rencanamu hari ini?" tanya seorang gadis cantik. "Apa lagi? Kerja, tentu saja"
Gadis itu manggut-manggut, "Ayah bilang, pemanas di vila ada yang bermasalah, bisa kau melihatnya nanti?". Sowon tersenyum, menyampirkan tasnya ke bahu, kemudian menyentuh puncak kepala gadis itu "Baiklah Hyejin, aku akan melihatnya nanti. Sekarang aku harus pergi". Sowon mengusak pelan rambut Hyejin, kemudian pergi.
-Deathly Wishes-
Seorang pria berlari di antara celah gang sepi yang tak terawat. Setelan jasnya kusut dimana-mana, dasinya tergantung longgar di kerah bajunya.
"Mencoba kabur?"
Seketika langkahnya terhenti mendapati orang yang mengejarnya kini berada di hadapannya. Ia berbalik arah, namun wanita itu telah ada di depannya seakan sedari tadi ia telah berdiri di sana.
Kaki pria itu mundur teratur, seirama langkah yang diambil wanita itu. "Kau pikir aku takut! Dasar iblis rendahan!". Tangannya telah menyambar sebuah besi panjang yang entah bagaimana tergeletak di dekatnya, lalu mengacungkan besi itu ke hadapan si wanita.
Pria itu berteriak, menghunuskan ujung runcing besi berkarat itu pada bahu kiri si wanita. Seketika, mata wanita itu berkilat marah. "Cukup sudah."
Dalam satu kedipan mata, wanita itu telah mencekik leher si pria. Menekan tubuh itu ke dinding dan mengangkatnya hingga kaki si pria itu menggantung di udara. Raut wajah ketakutan yang berubah merah karena sesak napas, sama sekali tak dihiraukan.
Wanita itu mencabut besi yang menancap di bahunya kemudian menekannya pada dada kiri si pria. "Aku sudah mengabulkan keinginanmu, kini giliranku mendapatkan milikku".
Darah mengalir dari dada kiri si pria, tempat dimana ia menancapkan besi itu. Ia memandang datar pada jasad yang perlahan melebur menjadi abu. Symbol mawar yang ada di pergelangan tangannya memudar. Jiwa yang telah meninggalkan raganya itu pun berpendar kekuningan dan terbang menuju suatu tempat. "Manusia sialan!"
"Hey, Rosa! Kalau begini terus para malaikat maut akan pensiun dini!"
Rosa memutar matanya malas, ketika suara itu terdengar. Ia berbalik dan menemukan seorang pria tampan dengan pakaian serba hitam di hadapannya. "Mereka tamak, makhluk rendah yang menjijikkan. Aku hanya berusaha membasmi mereka" ujarnya sembari berlalu.
"Ya, kau membasmi semuanya. Semuanya kecuali 'dia' iya kan?" langkah Rosa terhenti. "Ngomong-ngomong, dimana dia sekarang? kau tahu, departemen sangat heboh karena satu jiwa berhasil lahir tanpa izin" pria itu bersuara lagi.
"Aku tidak tahu" kata Rosa tanpa berbalik.
"Bohong!" pria itu mendekat pada Rosa, mendekatkan kepalanya tepat di samping telinga Rosa "Beri tahu saja padaku, kau sudah cukup lama melindunginya".
Rosa menoleh dan menatap tajam pria itu. "Aku tidak tahu, dan aku tidak melindunginya" tukas Rosa.
"Ya, tapi kau menyembunyikannya"
"Aku hanya membiarkan dia hidup, itu bagian dari kontrak"
"Menyembunyikannya dari malaikat maut juga bagian dari kontrak?"
"Tidak. Jadi berusahalah mencarinya."
Rosa hendak pergi setelah mengatakan itu. Namun, kembali suara pria itu menahannya. "Ngomong-ngomong, ada rumor yang menyenangkan untuk kau dengar. Katanya takdirnya tidak cukup bagus tahun ini, dan itu karenamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Deathly Wishes : For the Eternal Love
Fantasy"Untuk kali pertama dan terakhirku, aku meminta pada manusia. Aku meminta padamu, Park Sowon, berikan padaku satu momen dalam hidupmu. Momen untuk mencintaiku, setulus mungkin, sebanyak yang kau bisa berikan untukku, bantu aku selesaikan hukumanku...