3. senyumnya

10 2 0
                                    

Aku menggerutu sedari tadi. Sudah hampir setengah jam aku menunggu kak Fajar. Tapi ia tak juga datang. Terdengar suara notifikasi dari handphone ku. Aku pun langsung membukanya.

Kak Fajar : maaf ya dek rel. Kayaknya kakak ga bisa jemput. Ada meeting penting mendadak.


Aku mendengus kesal. Kenapa coba gak ngabarin sedari tadi. Sudah setengah jam aku menunggu. Aku kesal bukan kepalang. Ini gara gara mobil yang tiba tiba mogok. Aku ingin memesan taksi namun tiba tiba seseorang menubrukku hingga terjatuh.



" Aukhhh "
Ringis ku ketika merasakan tanganku  perih. Aku membersihkan telapak tanganku dari debu yang menempel sembari mencoba berdiri. Aku menatap ke depan. Menatap punggung seorang pria yang sepertinya ku kenal.



Aku memincingkan mataku memastikan. Punggung itu terlihat tak asing.
" Arel? "
Aku pun menggelengkan kepalaku cepat. Kata Rafif jika dia melakukan kesalahan ia akan meminta maaf. Disini yang salah dia kan. Kenapa dia diam. Berarti dia bukan Arel ku. Ups maksutnya bukan Arel satu bangku ku.




Akupun baru menyadari bahwa ponsel ku tak lagi berada pada genggaman tanganku. Akupun panik kemudian menyelusuri area dimana kemungkinan ponselku itu terjatuh. Akupun menemukannya.
" Yah rusak ponselnya "
Keluhku ketika ponselku tak bisa di nyalakan lagi.




" Mana belum pesen taksi lagi!! "
" Masa gue harus naik angkutan umum "
Aku terus bermonolog. Aku terdiam menunggu taksi. Tapi yang berlalu lalang di depanku angkutan umum lainnnya.




Aku terperangah ketika melihat seseorang di sebrang sana. Aku memandanginya awas takut salah lihat seperti tadi.
" Dia Arel kan? "
Kataku ragu. Laki laki itu sedang bercengkerama dengan wanita tua sambil membawakan dua keranjang yang berisi bahan dapur.





" Kalau senyum gitu kan ya manis ya si Arel. Kenapa coba tu muka banyak datarnya. Eh Napa gue muji si aneh itu sih!! "
Aku menggeleng gelengkan kepalaku. Terlihat Arel menuju kesini. Ia terlihat sesekali tersenyum dengan wanita tua itu.



Waktu Arel menyebrang tak sengaja mata kita bertemu. Tak ada sedetik ia sudah memutuskan kontak mata itu dan juga mendatarkan lagi eskpresi wajahnya. Apa ini? Ia berhenti tersenyum karena melihatku? Seburuk itukah aku di matanya?.




Ia melewatiku tanpa suara. Oh ayolah apalagi ini?. Aku berharap ia menyapaku! tak akan mungkin terjadi. Ia terlihat masuk ke dalam bus. Tak lama ia kembali keluar. Aku mengerutkan keningku tak faham. Apalagi melihat kedua tangannya kosong.





" Jadi dia bantuin nenek nenek tadi  "
Gumamku, aku menatapnya intens. Ia terlihat duduk di pojok kanan kursi halte. Sedangkan aku duduk di pojok kiri kursi.
" Arel. Kenapa keluar lagi? Bukannya lo tadi udah naik bus? Kenapa turun lagi? "
" Kamu sendiri? "
Aku menganga mendengar kata 'kamu dari mulut lelaki itu.




" Gue nungguin taksi "
" Jarang "
Aku terdiam mencerna satu kata itu. Setelah dua menit akhirnya aku paham. Irit banget nih  kalau ngomong.
" Gue gak terbiasa naik angkutan umum "



" Aku temenin "
Aku terdiam. Terlintas di pikiranku untuk meminjam handphonenya bermaksud memesan taksi. Tapi mendengar penawaran langka ini aku mengurungkan niatku itu. Lumayan bisa pergi bersama dengan Arel.




Bus mendekati areal halte. Setelah bus benar benar terhenti. Kamipun naik. Aku mengekor di belakang pria tadi. Aku pikir kita akan duduk sekursi. Ternyata kita duduk terpisah.




Aku mendudukkan pantatku di kursi nomer tiga dari depan. Aku duduk di kursi samping jalan. Seberang jalan untuk lewat itu ada dua bangku lagi. Salah satu bangku itu di duduki oleh Arel.




Tiba tiba saja Arel melemparkan tasnya ke arah ku. Akupun terkejut teringin mengembalikannya tapi ia menahan tangannya di pegangan tasnya seolah berkata ' biarin aja disitu. Aku menghembuskan nafasku kasar.





Wanita di samping tempat dudukku tersenyum lebar.
" Romantis banget ya cowoknya "
Bisik perempuan itu membuat aku mengerutkan keningku tak faham.
" Romantis bagian mananya sih mbak. Orang ceweknya di jadiin bahu kek gini "



" Mas nya peduli loh itu mbak. Cuma dia gengsi aja. Dari tadi pria yang duduk di sebelah mas nya ngelihatin pahanya mbak karena roknya mbak kesingkap waktu duduk. "



Akupun langsung menengok kesamping. Ia terlihat memejamkan mata sembari mulut yang komat kamit bak mbah dukun itu. Aku pun menatap wanita di sampingku.



Wanita itu tersenyum akupun membalas senyumannya.
" Arel "
Lelaki itu tetap memejamkan matanya namun tak lagi berkomat kamit.
" Kamu turun dimana? "
Tanyanya tanpa menjawab panggilanku.



" Ke kompleks melati "
Pria itu mengangguk nganggukkan kepalanya. Setelahnya ia mengamati jendela.
" Nomor berapa? "
Aku melongo tak mengerti. Tak mendengar jawaban apapun dariku membuatnya menarik nafas kasar.



" Rumah "
Akupun menghubungkan ketiga kata itu. Dan akhirnya aku paham.
" 15 "
Ia kembali mengangguk. Keadaan pun kembali hening sebelum akhirnya ia berteriak ke Abang kernet untuk berhenti. Ketika bus minggir ke kiri jalan.



Pria itu berdiri kemudian ekor matanya ia melirikku kemudian menggerakkan kepalanya seperti berkata ' ayo. Aku yang gelagapan pun berdiri kemudian mengikuti langkahnya. Ketika sudah di luar ia mengambil lagi tasnya.




" Gak mampir dulu? "
Ia menggelengkan kepalanya.
" Ya udah gue masuk. Makasih "
Ia hanya mengangguk tanpa menatapku sama sekali. Setelahku memasuki gerbang ia terlihat menyebrangi jalan.



Terlihat ia menaiki bus kembali ke arah selatan.
" Jadi dia cuma nganterin aku? Baik juga ternyata "
Akupun memasuki rumah. Terlihat rumah sepi karena ayah dan kakak pasti ngantor.





Tak lama pintu terbuka.
" Assalamualaikum Aurel Aurel "
Panggil kak Fajar membuat aku yang sedang menonton tv diruang tengah itu terjingkat kaget.



" Waalaikumsalam. Kak Fajar ngagetin aja "
" Kenapa gak balas pesan kakak di telpon juga gak aktif "
Tanya kak Fajar dengan raut wajah kawatir yang belum hilang.




" Ya karena Aurel kesel. Masak udah nunggu setengah jam baru di kabarin Kalau gak bisa jemput. Handphonenya juga jatuh jadinya rusak "
" Tapi kamu gak papa kan? "
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku membuatnya bernafas lega.




" Tadi siapa? "
Aku meneguk salivaku susah payah.
" Temennya Aurel. Dia tadi nemenin Aurel. Karena hpnya rusak Aurel ga bisa pesen taksi terus naik bus di temani dia "
" Ya sudah kalau gitu. Bersih bersih gih kita jalan jalan "
Mataku berbinar kemudian segera bergegas ke kamarku.




Ya walaupun terlalu posesif ya terlihat lebay tapi kak Fajar sangat pengertian. Buktinya ia mengajakku jalan jalan setelah membuatku jengkel karena menunggunya lama. Ia selalu saja melakukan hal manis ketika melihat wajah cemberutku. Wajah merajuk ku tadi berhasil membuatnya tak tega dan berakhir mengajakku jalan jalan.

Jangan lupa vote and comment ya. Makasih udah mau baca. Mampir ke cerita ku yang lain.

ARELKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang