Bagian 4 : Crying In My Room

131 20 3
                                    

Hubungan ku dgn Off semakin membaik sekarang. Setelah kejadian konyol yg ku pikir Off ingin mengakhiri hidupnya. Malam dingin yg tidak akan pernah aku lupakan.

Seiring dgn aku kembali pada Off, aku juga harus siap menerima resikonya.

Ini sudah hari ke 30 Mai koma. Aku tidak tau apa yg sedang menjadi mimpi Mai saat ini hingga dia enggan untuk bangun. Atau Mai masih marah padaku? Mungkin Mai akan lebih marah lagi jika tau kalau aku mengingkari janji ku. Maaf kan aku teman.

Ku lirik Off yg kini sudah berdiri di ambang pintu ruangan Mai. Dengan beberapa kantong kresek di tangan kanan dan kirinya. Entah lah apa saja yg sudah dia beli di luar sana.

“Aku tau kamu pasti lapar”

Senyumnya begitu indah, terima kasih Tuhan engkau telah memberikan ku laki-laki seperti Off.

“sate ayam”

Di sodorkannya satu porsi sate ayam tepat di hadapan ku. Potongan daging ayam yg lengkap dgn tusuknya. Aku ingat.. Dulu saat pertama kali Off mengajak ku berkencan, dia mengajak ku membeli sate ayam. Bahkan aku masih mengingat, ketika itu pukul 9 malam hari selasa. Momen istimewa yg mengawali kisah kami berikutnya.

“kamu mau?”

Ini lah sesuatu yg slalu aku rindukan. Tertawa lepas dgn kekasih ku. Aku tidak membayangkan jika suatu saat harus berpisah dgn Off. Aku tau dunia ini tidak abadi, tapi aku berharap bisa bersamanya dalam waktu yg cukup lama.

Sejenak aku bisa melupakan kekhawatiran ku pada Mai. Bukan tidak peduli lagi dgn perasaan Mai, hanya mengambil sedikit waktu untuk perasaan ku juga.

“Off.. Sampai kapan Mai akan seperti ini? Aku tidak tega”

Tangan Mai terasa begitu dingin di genggaman ku. Tidak hanya dingin, bahkan bibirnya juga sangat pucat. Bibir yg dulu slalu terhiasi oleh senyum kini terkartup rapat.

“Gun.. Seandainya Mai tau betapa kamu berkorban untuknya”

Mai sahabatku.. Aku juga slalu belajar.. Tidak harus aku tau Mai membutuhkan ku atau tidak. Tapi aku akan tetap ada untuknya.

“Mai”

Apa aku tidak salah lihat? Matanya.. Mai mengidipkan matanya.

“Off.. Lihat”

Sungguh Tuhan aku sangat berterima kasih. Mai.. Matanya terbuka. Bahkan dia bisa menatap ku dan Off.

“Off.. Gun”

Suaranya sangat pelan, tapi aku masih bisa mendengarnya. Aku tidak bisa menahan perasaan bersyukur ku. Ku peluk tubuh Mai yg masih tertempel dgn alat alat entah aku tidak tau namanya.

“Permisi"

Mungkin kalau dokter tidak segera datang untuk memeriksa, aku tidak akan melepaskan Mai.

“Off.. Mai sadar”

Off tersenyum padaku. Ponsel Off melekat di telinganya, mungkin dia sedang menghubungi orang tua Mai. Aku tidak peduli dgn yg dia lakukan, yg pasti aku bahagia.
*****

Hari terus berlalu.. Keadaan Mai juga semakin membaik. Dengan membaiknya Mai itu artinya aku dan Off juga harus membeku untuk beberapa waktu. Entah sampai kapan, tapi aku dan Off sudah bersepakat untuk hal itu.

“mam.. Kapan aku bisa pulang?”

Aku senang melihat Mai tersenyum seperti itu. Setidaknya satu beban dalam pikiranku terangkat.

Sorry To Love You [𝓞𝓯𝓯𝓖𝓾𝓷] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang