Mentari semakin meninggi. Ia sudah bertekad, malam ini akan menemui Fenly guna meminta izin mendekati Anis. Ia tak peduli dengan jarak usia diantara dirinya dan Anis. Baginya, cinta tak akan memandang apapun.
Ia tersenyum menatap ponselnya. Paketnya sampai dengan selamat ditempat tujuan. Agak bingung jika mau memberi hadiah untuk Anis. Gadis itu terlihat tak pernah memakai pakaian feminim dan membawa barang-barang seperti wanita pada umumnya. Misalnya tas branded, make up, dan sejenisnya. Anis terlihat berbeda dimatanya. Disaat gadis lain berlomba-lomba mempercantik diri, Anis malah berlomba-lomba menuju garis finish sirkuit.
Suara mesin motor beradu disini. Riuh tepuk tangan dan sorak terdengar. Terdapat 2 motor yang siap beradu kecepatan. Motor tersebut milik Anis Shakila ketua Ganapati dan Boy Advance inti ketiga Rexsan. Sedangkan Arkan, selaku ketua Rexsan hanya menonton saja. Malas beradu.
Three
Two
One
Dorr
Dua motor tersebut mulai melaju dengan kecepatan yang lumayan. Jeno, wakil dari Rexsan itu nampak tenang dan tersenyum didalam diam. Satu hal yang membuatnya tersenyum, Anis Shakila. Walaupun seorang wanita, namun kemampuan berkendara Anis tak bisa dianggap remeh. Tak heran, dikarenakan sang ayah juga mantan ketua Ganapati.
"Ar, lo mau bantu gue?" tanya nya.
"Bantu apa?"
"Bimbing gue Ar, gue pengen jadi mualaf,"
"Alhamdulillah, boleh banget Jen,"
"Oh ya, satu lagi. Kalau suatu saat nanti gue nyerah, gue titip Rexsan sama Agam ya,"
"Pasti, tapi lo jangan nyerah. Lo kuat," Jeno hanya berdehem menanggapi itu. Ia fokus pada motor abu-abu yang dikendarai Anis. Beberapa saat kemudian motor tersebut melewati garis finish tanpa kendala.
"Ganapati! Selalu didepan!" sorak salah satu suporter Ganapati.
"Selamat,"
"Kapan kita tanding?" tanya Anis pada Jeno.
"Ga perlu tanding, gue udah kalah sama perasaan gue sendiri,"
"Lo ngomong apa sih? Abis mabuk?"
"Gue bukan Arkan. Tunggu aja,"
Jeno tersenyum mengingat itu. Dengan lancarnya ia berkata seperti itu pada ketua Ganapati. Untung saja waktu itu tak ada yang mendengar, hanya mereka berdua dan Tuhan yang tau..
Waktu berlalu. Malam sudah menyapa bumi. Malam ini nampak kurang cerah, hanya ada bintang tanpa bulan. Itupun hanya beberapa, tak sebanyak kemarin.
"Permisi," ucap Jeno. Sebenarnya gugup jika harus berhadapan dengan Fenly. Kena marah ga ya?
"Siapa? Lo, Jen? Ga nyasar?" tanya Fenly. Pasalnya tak ada yang tau apartemen nya ini, kecuali keluarganya.
"E-engga bang, gu-gue mau ngomong sama lo," Fenly menaikan salah satu alisnya.
"Gue?" Jeno mengangguk pelan.
"Ya udah masuk," Jeno mengikuti langkah Fenly menuju ruang tengah. Apartemen ini, terdiri dari dua kamar, ruang tengah, kamar mandi, serta dapur.
"Ada apa?"
"Eum, gue mau minta izin buat deket sama anak lo, Anis," ucapnya sedikit gugup.
"Maksudnya?"
"Gue, suka sama Anis, bang," Fenly nampak menyeringai. Benar dugaannya JAA adalah Jeno Akrian Adiputra.
"Punya apa? Jangan cuma punya janji yang ga bisa ditepati,"
"Gue ga punya apa-apa selain ketulusan. Mungkin, gue bukan orang pertama yang singgah di hati Anis, tapi gue bakal jadi orang terakhir yang bakal bahagiain dia,"
"Sayang,"
"Kenapa, Fen? Lo boys, udah ada nyali ternyata,"
"Gue ga mungkin terus menerus sembunyi dibalik topeng JAA. Gue pengen Anis tau kalau orang itu gue,"
"Kamu udah kenal?"
"Dia yang bantu aku ngawasin anak-anak, dia juga yang ngirim semua bukti penghianatan Raja kekamu," jelas Kaila.
"Ya udah, panggilin Anis,"
"Thanks undah jagain Anis," Jeno hanya mengangguk pelan.
Mentari kembali menyapa. Sinarnya begitu menghangatkan bumi. Seorang pemuda baru saja menyelesaikan ritual paginya. Ia tersenyum.
"Cakep banget waketu Rexsan," gumamnya. Hari ini, ia akan pergi ke rumah opa nya. Untuk meminta izin tentang perang nanti. Serta memberi kabar tentang lamarannya. Yang entah diterima atau tidak. Semalam, Anis tak memberi jawaban apapun. Katanya, nunggu sampai besok malam.
"I love myself," lanjutnya. Kata-kata yang menguatkan untuk dirinya. Cintai diri sendiri sebelum mencintai orang lain.
Pagi yang buruk. Ia harus bertemu Adi, papinya. Sudah malas menganggapnya seorang ayah. Jujur, ia iri dengan anggota inti yang lain. Arkan begitu akrab dengan ayahnya, bahkan mereka seperti seorang teman. Adrian diperlakukan layaknya seorang pangeran oleh sang ayah. Candra, kebetulan ia anak tunggal, jangan tanyakan lagi bagaimana ayah Candra memperlakukan nya. Boy, walaupun tak terlihat bersama, Boy dan ayahnya seperti seorang partner yang begitu mendukung satu sama lain. Lah dirinya, diperlakukan layaknya robot yang harus mengikuti semua perintah tuannya.
"Morning, boy," Jeno tak menjawab. Ia langsung menuju pintu utama.
"Dimana sopan santun mu?"
"Tidak ada, lagian anda tidak mengajarkan nya pada saya,"
"Kurang ajar. Berani melangkah pergi, Agam dan Angel akan saya habisi,"
"Silahkan, kalau bisa melewati pertahanan Maulana Fajri dan Sergio Georges," balas Jeno seraya berlalu. Sedangkan Adi nampak menggeram kesal. Apakah papa mertuanya sudah tau? Dan apa tadi, Maulana Fajri? Fajri turun tangan?
Satu orang yang diusik. Anggota lainnya yang turun tangan, itulah Rexsan.
Btw votmen nya mana nih? Madill nungguin notifikasi dari kalian loh
Nb : Jangan jadi silent readers ya. Hargai penulis/author dengan memberi votmen dan jika tidak suka dengan alurnya bisa pergi, boleh memberi masukan asal tidak menghina, paham?
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Me Jeno
Teen FictionRexsan Series 2 Rumah tempat pulang, tapi kalau rumah menjadi sumber air mata, apakah masih pantas disebut tempat pulang? Terkadang, hidup dalam kemewahan tak bisa kita nikmati, dikarenakan tak adanya kasih sayang orang tua. Brokenhome, mungkin co...